Kembali ke tempat ini, adalah hal yang menyedihkan sekaligus menyenangkan. Aku menghabiskan masa kecil di tempat ini. Masa terburuk dalam hidupku terjadi di tempat ini. Aku mengira aku tidak akan pernah kembali ke tempat ini. Namun, aku mendatangi tempat ini lagi setelah bertahun-tahun. Tempat yang indah dengan memori yang buruk. Itu sungguh menyedihkan. Tidak ada berbeda dari tempat ini. Namun, semua tidak terasa sama. Aku sudah dewasa dan bukan gadis yang polos lagi. Dunia terlihat berbeda dimataku sekarang.
Terkadang aku berpikir. Apa yang akan terjadi, jika aku tidak melihat ibuku berselingkuh. Apa semuanya akan baik-baik saja atau sama saja. Orang yang paling aku sayangi di dunia, sekarang menjadi orang yang paling aku benci di dunia. Saat orang tuaku bercerai, sosok ibu hilang dari hidupku. Terkadang aku melupakan bagaimana kasih sayang seorang ibu terasa. Aku ingin merasakan hal itu lagi.
“Alexa? Apa itu kamu?” seseorang tiba-tiba menghampiriku.
Aku hanya berniat membeli sarapan pagi di minimarket. Aku bahkan belum mandi sama sekali. Aku tidak menduga akan bertemu orang yang mengenalku. Wajah orang itu terlihat samar-samar di ingatanku. Setelah pindah, aku berusaha melupakan semua orang yang ada di kota ini. Aku berhenti mengontak semua orang yang aku kenal. Aku berharap mereka melupakan aku karena aku pergi tanpa kabar.
“Apa kita mengenal satu sama lain?” tanyaku dengan bingung.
“Apa kamu tidak ingat? Aku Mira. Kita berteman sebelum kamu pindah,” jawabnya. Aku mengingat Mira. Dia adalah salah satu teman terbaikku. Kami selalu bermain bersama. Namun, aku tidak pernah mengabarinya kalau aku pindah. Aku merasa bersalah kalau mengingat hal itu. Dia adalah orang yang paling mengerti aku.
“Ah, aku ingat. Aku hampir saja lupa,” ucapku dengan canggung.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Mira dengan ekspresi penasaran. Mungkin dia terkejut melihatku setelah bertahun-tahun.
“Aku ada pekerjaan di sini. Hanya itu,” jawabku.
“Aku kira kamu ingin mengunjungi rumah kamu. Ayah kamu terus mengirim orang untuk membersihkan rumah itu. Aku kira, pada akhirnya kamu akan kembali ke rumah itu,” ucap Mira yang membuatku terkejut.
Seingatku, rumah itu sudah ayahku jual. Aku bahkan meminta ayahku menghancurkan rumah itu. Namun, mengapa ayahku masih mempertahankan rumah itu. Aku sangat membenci rumah itu. Aku tidak melupakan fakta, bahwa aku memergoki ibuku di rumah itu. Rumah yang ayahku beli untuk keluarga kami. Ayahku sengaja membeli rumah itu karena dia sangat menyukainya. Namun, ibuku malah menghancurkan keindahan rumah itu. Bagiku rumah itu sudah tidak ada.
“Mengapa kamu terlihat terkejut?” tanya Mira yang membuatku berhenti melamun.
“Ah, tidak. Aku tidak terkejut. Sepertinya aku harus pergi sekarang,” jawabku yang langsung meninggalkan Mira. Aku tidak bermaksud kasar meninggal dia. Namun, aku ingin melihat kondisi rumah itu. Tidak mungkin yang Mira ucapkan adalah kebenaran. Ayahku bilang kalau dia sudah menjual rumah itu. Tidak mungkin ayahku berbohong tentang hal itu.