You Can Tell Me

Lilian
Chapter #6

I Was Hurt

Apakah salah jika aku membenci ibuku. Beberapa tahun yang lalu, aku memergoki ibuku berselingkuh. Aku mengadu kepada ayahku, dan mereka bertengkar. Singkat cerita, orang tuaku bercerai dan aku tinggal bersama ayahku. Sejak saat itu, ibuku sudah tidak sama lagi. Ibuku tidak peduli kepadaku dan adikku. Ibuku memilih pergi bersama pacarnya, daripada menghabiskan waktu bersama aku dan adikku. Itu membuat adikku bersedih.

Ibuku bahkan tidak datang ke acara kelulusanku. Aku melihat semua orang ditemani ibunya, hanya aku yang tidak ditemani ibuku. Aku sudah berkali-kali meminta kepada ibuku untuk datang. Namun, dia tetap tidak datang. Aku tidak mengetahui alasannya. Itu membuatku bersedih. Banyak orang yang mengatakan ibuku tidak peduli kepadaku. Adikku selalu menangis mendengar hal itu, sedangkan aku hanya diam saja. Aku merasa ibuku sudah tidak menyayangiku.

Saat aku kecil, ibuku selalu menjadi teman baikku. Kami selalu menghabis waktu bersama. Pokoknya dia yang terbaik. Dia memasak makanan kesukaanku, memberikan aku hal yang aku inginkan, mendengarkan ceritaku, dan selalu ada untukku. Saat aku terjatuh, ibuku selalu mengobatiku dan menenangkan diriku. Dia selalu mengatakan aku adalah gadis yang pemberani. Dia adalah ibu yang terbaik. Setidaknya sebelum aku memergoki dia dengan pria lain.

Setelah itu, ibuku selalu mengganggu hidupku. Dia selalu ingin hadir, tetapi dia tidak pernah hadir. Dia selalu bilang dia peduli, tetapi itu tidak benar. Ibuku akan selalu merendahkan ayahku agar aku membenci ayahku. Ibuku hanya datang dan mengomentari hidupku, lalu pergi. Dia tidak peduli sedikit pun. Aku merasa dia bukanlah ibu yang aku kenal. Ibuku seperti orang asing untukku. Aku tidak ingin menikah. Aku tidak ingin menghancurkan pernikahanku seperti ibuku. Aku takut akan menyakiti seseorang.

“Blog bodoh ini ... Mengapa aku menulis hal seperti ini?” ucapku yang membaca blog itu di kamar hotelku. Aku menemukan blog itu di internet. Ternyata ada seseorang yang mengunggah ulang blog itu. Aku sudah meminta seseorang untuk segera menghilangkan hal itu. Aku tidak ingin sembarang orang membaca blog itu lagi. Saat itu aku masih sangat muda dan bodoh. Aku hanya ingin membalas dendam karena ibuku tidak menyayangiku. Namun, aku menyesal mengunggah hal itu. Setiap kali aku membacanya, itu membuatku sakit hati. Mengingat seberapa menyedihkannya aku. Aku seakan mengemis untuk kasih sayang ibuku. 

Tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Itu membuat aku terkejut. Siapa yang berkunjung di malam hari seperti ini. Seingatku, semua urusanku hari ini sudah selesai. Aku tidak memiliki jadwal hingga besok siang. Namun, aku menyadari suara ketukan itu bukan berasal dari pintu utama kamar hotelku. Suara ketukan itu berasal dari pintu sambung yang menyambung ke kamar Ryan. Aku menghampiri pintu itu dan suara ketukan masih ada. Tiba-tiba ada sebuah surat yang diselipkan di bawah pintu. Aku mengambil surat itu dan membacanya.

“Aku minta maaf, Alexa. Aku tidak bermaksud mengusik masa lalumu. Aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi.”

Suara ketukan itu berhenti. Aku rasa Ryan pergi setelah memberikan surat itu. Aku tidak bisa mengabaikan hal itu. Akhirnya aku meminta kunci pintu sambung itu kepada pihak hotel. Tak lama pihak hotel datang ke kamarku dan memberikan kunci itu. Pihak hotel sudah mengetahui aku dan Ryan mengenal satu sama lain, dan merupakan rekan kerja. Jadi, mereka tidak curiga sama sekali. Aku segera membuka pintu sambung di kamarku dan mengetuk pintu sambung yang ada dikamar Ryan. Tak lama Ryan membuka pintu itu. 

“Apa kamu menerima surat aku?” tanya Ryan saat membuka pintu. Aku langsung menganggukkan kepala. “Syukurlah. Aku sudah bertanya kepada temanku. Ternyata ada orang yang mengunggah itu. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat kamu tidak nyaman.”

“Tidak perlu minta maaf. Aku harusnya berterima kasih. Tanpa teman kamu yang penasaran, aku tidak akan tahu orang lain mengunggah hal itu. Jadi, terima kasih,” ucapku sambil tersenyum tipis. 

“Apa kamu ingin membicarakan hal itu?” tanya Ryan yang membuatku tertawa.

“Kamu tidak akan mengerti,” balasku dengan begitu cepat. 

Aku hendak menutup pintu sambungku. Namun, Ryan menahan hal itu. “Alexa ...” aku bingung karena dia hanya memanggil namaku. Ryan menatapku dengan begitu dalam. Aku bisa merasakan tatapan itu menebus ke hatiku. Tatapan itu membuat diriku canggung, ditambah Ryan tidak mengucapkan apa-apa. Kami hanya menatap satu sama lain selama beberapa menit. Itu terasa aneh. Aku tidak pernah menatap pria selama ini. Namun, aku juga tidak bisa memalingkan pandanganku dari mata Ryan. 

Lihat selengkapnya