Enam bulan berlalu. Aku bisa mengatakan ini adalah 6 bulan terbaik dalam hidupku. Aku bersama orang yang aku cintai, yaitu Alexa. Tidak ada yang bisa menandingi hal itu. Aku tidak menduga kami akan bertahan selama ini. Selama 9 bulan aku sudah menjadi pasangannya. Hubungan terlama yang pernah aku miliki. Entah mengapa, hanya Alexa yang membuatku nyaman. Aku mulai terbiasa bersentuhan dengannya. Terkadang aku masih takut. Namun, Alexa memastikan semuanya akan baik-baik.
Tidak ada hal buruk yang terjadi, selain ayahku yang tidak setuju dengan hubungan kami. Aku tidak masalah dengan hal itu. Setidaknya ibuku menyetujui hubunganku dengan Alexa, itu yang terpenting. Tidak ada yang bisa mengganggu kami. Aku yakin dengan hal itu. Tidak boleh ada hal buruk yang terjadi antara kami. Aku tidak akan membiarkan hal itu. Aku tidak akan melepaskan Alexa dari pelukan.
“Ryan! Aku merindukan kamu!” ucap Alexa dengan begitu antusias. Padahal aku hanya menjemputnya di depan rumahnya. Namun, dia begitu senang karena kami bisa bertemu. “Apa aku boleh memeluk kamu?” aku langsung mengangguk. Alexa tersenyum begitu lebar dan langsung memelukku. Terkadang pelukan kami terasa canggung karena aku tidak terbiasa.
“Kita tidak bertemu selama 2 minggu. Mengapa kamu bertingkah seakan kita tidak bertemu 2 tahun?” ucapku sambil tertawa kecil.
Alexa melepaskan pelukan. “Enak saja! Kita tidak bertemu hampir 3 minggu. Apa kamu tidak merindukan aku sebagai pacar kamu?” tanya Alexa dengan nada menggoda.
“Tentu saja aku rindu. Apalagi dengan ocehan tidak jelas kamu,” candaku.
“Apa kamu ingin aku marahi?! Aku bisa marah sekarang, loh.”
“Tidak-tidak. Aku tidak tertarik dengan hal itu.” Alexa tertawa mendengar itu.
Malam ini, aku mengantarkan Alexa bertemu dengan teman lamanya. Aku tidak mengetahui jelas. Namun, Alexa ingin memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan hal itu. Terpenting aku bisa menghabiskan waktu bersama Alexa malam ini. Ditambah, Alexa terlihat sangat cantik malam ini. Dia terlihat cantik menggunakan gaun berwarna hitam. Mungkin aku terlalu mencintainya hingga dia terlihat semakin cantik setiap hari.
Setelah melepas rindu sebentar, kami langsung masuk ke dalam mobil dan pergi ke tempat tujuan. Sepanjang perjalanan Alexa terus mengoceh tentang hal yang tidak penting, dan pekerjaan. Terkadang aku lupa bahwa kami adalah rekan kerja. Malam ini, aku ingin mengatakan hal spesial kepada Alexa. Selama kami berpacaran, aku belum mengatakan aku mencintainya secara langsung. Aku hanya mengatakan aku menyukainya. Semoga hal itu tidak terasa canggung.
Sesampainya kami restoran, Alexa langsung menggenggam tanganku dan mengajakku ke dalam. Menggenggam tangan Alexa adalah hal ternyaman dalam hidupku. Alexa memesan tempat di lantai atas, seperti biasa dia suka melihat pemandangan. Saat sampai dilantai atas, aku sedikit terkejut. Aku melihat wanita itu. Aku tidak mengira akan bertemu dia. Namun, hal yang membuatku lebih terkejut. Alexa menarikku untuk menghampiri wanita itu. Apakah Alexa berteman dengan wanita itu? Tidak mungkin. Pasti aku bermimpi.
“Ryan, kenalkan temanku. Mira dan suaminya, lalu Fiona. Semuanya perkenalkan ini Ryan,” ucap Alexa yang membuatku semakin terkejut. Aku duduk berhadapan dengan wanita itu. Membuat kami saling menatap satu sama lain. Aku berusaha menyembunyikan ketakutanku. Aku tidak boleh merusak suasana malam ini.
“Ryan? Apa kamu Ryan yang sama dengan teman SMA aku?” tanya Fiona yang berpura-pura bodoh.
“Apa kalian saling mengenal?” tanya Alexa yang terlihat terkejut.
“Iya. Sangat lucu, ternyata kita mengenal orang yang sama,” jawabku dengan nada canggung.
“Bagaimana kalian mengenal satu sama lain?” tanya Alexa yang malah semakin penasaran.
“Ah, aku dan Ryan dulu sering dijodohkan oleh orang-orang. Itu karena kami tidak sengaja memakai jaket yang sama. Itu menjadi lelucon di antara aku dan Ryan,” ucap Fiona yang pintar memutar kata-katanya.
“Ya, itu sangat lucu. Omong-omong, dari mana kamu mengenal Fiona. Apa kalian teman masa kecil?” tanyaku yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Iya. Aku, Fiona dan juga Mira adalah teman masa kecil. Namun, Fiona pindah saat lulus SMP.”
Alexa dan teman-temannya lanjut berbicara satu sama lain. Terkadang aku dan suaminya Mira ikut berbicara. Namun, tidak sesering mereka. Hal ini benar-benar membuatku tidak nyaman. Fiona terus menatapku. Beberapa kali dia berusaha menyentuh kakiku dengan kakinya di bawah meja. Hal itu sungguh mengganggu. Aku ingin segara pergi dari tempat ini. Aku tidak ingin berbicara dengan Fiona lagi. Dia mungkin bersenang-senang, tetapi aku tidak.
Semua ini membuatku berpikir ulang tentang hubungan dengan Alexa. Tidak mungkin orang seperti Alexa berteman dengan orang seperti Fiona. Alexa tidak akan pernah memercayai aku, jika aku menceritakan hal itu. Dia pasti lebih percaya kepada temannya. Aku benar-benar mencintainya. Namun, aku tidak tahu harus bagaimana. Aku takut Alexa sama seperti Fiona. Memikirkannya saja membuatku takut.
“Apa kamu merasa tidak nyaman?” tanya Alexa yang berbisik padaku.
“Tidak. Aku baik-baik saja. Aku hanya perlu ke toilet,” jawabku dengan kebohongan. Aku tidak ingin merusak suasana senang ini.