You Can Tell Me

Lilian
Chapter #18

Set Me Free

Aku mengira saat itu Alexa hanya bercanda. Namun, dia benar-benar menuntut Fiona karena sudah menamparnya. Memang mereka berdua bertengkar, tetapi Fiona yang memulai pertengkaran itu dan semua orang melihat itu. Aku pun mengikuti saran Alexa untuk melaporkan Fiona karena sudah melanggar putusan pengadilan. Fiona seharusnya tidak mendekatiku ataupun berinteraksi denganku. Pengacaraku sempat mengatakan saat aku membuat laporan, bahwa Fiona memiliki sakit mental. Aku tidak mengetahui jelas dan aku tidak ingin mengetahuinya. Sejujurnya aku tidak terkejut mendengar itu. Fiona selalu saja berlaku seperti orang tidak waras.

Selain itu, ayahku menghubungiku setelah berbulan-bulan tidak ada kabar. Dia hanya mengoceh tentang pertengkaran yang terjadi antara Alexa dan Fiona. Semua orang melihat itu dan tentu saja, itu menjadi pembicaraan banyak orang. Entah dari mana ayahku mengetahui itu. Namun, setelah mengetahui itu ayahku meminta aku berpisah dengan Alexa. Tentu saja, aku tidak menuruti hal itu. Aku hanya mengabaikan puluhan panggilan dan pesan dari ayahku.

“Mengapa kamu tidak ingin makan?” tanyaku kepada Alexa. Dia terlihat begitu lemas berbaring di kasur. Alexa sudah 2 hari tidak bekerja karena sakit. Itu membuatku khawatir. Alexa bukanlah orang yang gampang sakit, apalagi kelelahan bekerja.

Alexa bangun, dan aku segera menaruh bantal dibalik badannya. “Tidak ada makanan yang enak,” ucap Alexa dengan suara sumbangnya. “Tolong ambilkan aku tisu.” Aku langsung mengambil tisu yang berada di nakas dan memberikan itu kepada Alexa.

“Aku membelikan kamu roti kesukaan kamu. Apa kamu mau makan ini?” tanyaku sambil menunjukkan kantong plastik berisi roti.

“Mau! Aku ingin disuapi kamu,” jawab Alexa dengan antusias. Aku pun duduk dipinggir kasur, di samping Alexa. Aku langsung mengambil salah satu roti dan membuka bungkus roti tersebut, lalu menyuapi Alexa. Dia terlihat seperti anak kecil saat sedang sakit. “Apa kamu tidak sibuk?” tanya Alexa sambil mengunyah.

“Makan dulu yang benar, baru berbicara. Lalu, aku sedang tidak sibuk. Lagi pula, ini jam makan siang,” ucapku dengan sedikit kebohongan. Sebenarnya aku ada rapat, tetapi aku membatalkan hal itu untuk menjenguk Alexa. Rapat terasa sangat bosan, jika tidak ada Alexa.

“Apa ayahmu masih rewel?” tanya Alexa saat selesai mengunyah.

“Apa maksud kamu?” seingatku, aku tidak menceritakan apa-apa tentang ayahku.

Alexa langsung menarik tanganku, dan memakan roti yang berada di tanganku. “Aku hanya dengar gosip dari kantor,” ucap Alexa yang baru selesai mengunyah. “Katanya ayahmu meminta kamu putus denganku karena keributan waktu itu. Saat aku dan Fiona bertengkar.”

“Bagaimana kamu bisa mengetahui gosip kantor? Aku tidak mengetahui gosip itu,” tanyaku yang penasaran.

“Makanya kamu bersosialisasi kepada semua orang. Namun, apa itu benar?”

“Ya, tetapi kamu tenang saja. Aku sudah malas berusaha dengan pria tua itu,” ucapku sambil mengelus rambut Alexa.

“Iya. Aku tahu kamu sudah lelah dengan kelakuan ayahmu. Tenang saja, bukan hanya kamu yang membenci ayahmu.” Aku tertawa mendengar itu. “Lagi pula, aku tidak peduli dengan ucapan ayahmu. Aku hanya khawatir kamu tertekan.”

Alexa seakan bisa membaca pikiranku. “Ya, memang aku sedikit tertekan. Ayahku terus saja mengomentari hidupku dan memberikan saran yang bodoh. Saran yang menurutnya bagus padahal tidak, seperti putus dengan kamu. Itu adalah hal bodoh.”

“Apa kamu pernah mengatakan hal itu kepada ayahmu? Kalau kamu menganggap dia mengganggu ketenangan kamu,” tanya Alexa yang membuatku terdiam.

“Tidak. Aku terkadang hanya menyangkal dan menghindar,” jawabku dengan jujur.

“Kamu harus mengatakan hal itu, kalau tidak ingin diganggu terus. Agar kamu—” belum sempat Alexa menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba dia bersin.

“Lebih kamu istirahat dulu, kamu masih sakit. Tidak usah memikirkan aku,” ucapku sambil tertawa kecil.

“Tidak! Pokoknya kamu harus menegur ayah kamu, walaupun dia keras seperti batu. Aku tidak ingin kamu terus tertekan dan merasa tidak cukup. Kamu sudah cukup dan semua hal yang kamu jelekkan tentang diri kamu pasti itu dari ayah kamu. Aku tidak suka saat kamu menjelekkan diri kamu, apalagi ayah kamu yang menjelekkan kamu. Pokoknya kamu harus membela diri kamu,” ucap Alexa dengan penuh emosi.

Aku terharu mendengar itu. Apa yang Alexa katakan adalah kebenaran. Aku tidak pernah merasa diriku kurang hingga ayahku menghina diriku. Sewaktu aku kecil hal itu biasa saja, dan aku hanya sedih. Namun, sejak Fiona melecehkan aku, hal itu menjadi lebih parah. Aku bisa memikirkan perkataan ayahku hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Aku tidak pernah mengatakan hal itu menyakitkan karena ayahku akan mengatakan hal yang lebih menyakitkan. Namun, aku ingin mengungkapkan hal itu untuk sekali lagi karena mungkin aku akan memutus segala hubungan dengan ayahku. Awal-awal keputusanku belum jelas, dan aku masih merasa tidak tega. Namun, sekarang keputusanku sudah bulat.

“Terima kasih,” ucapku lalu mengecup kening Alexa.

Lihat selengkapnya