You Can Tell Me

Lilian
Chapter #19

Our Love

Aku selalu mengira, aku tidak akan pernah menemukan pasangan hidupku. Namun, ternyata aku salah. Aku hanya perlu menunggu waktu yang tepat, hingga aku bertemu dengan orang yang tepat. Orang yang tepat itu, membuatku bahagia. Aku tidak menduga pasanganku adalah orang yang aku anggap aneh saat pertama kali kami bertemu. Aku bahagia selama dia selalu jujur kepadaku. Ryan mengetahui aku benci kebohongan. Ryan bahkan mengetahui aku benci rahasia. Maka dari itu, dia selalu terbuka kepadaku. Aku tidak bisa mengungkapkan seberapa besar cintaku untuknya. Namun, aku rasa cinta Ryan untukku lebih besar.

Selama 4 tahun kami bersama. Bagiku, 4 tahun adalah waktu yang cukup lama. Tahun baru, liburan, hingga ulang tahun kami lalui bersama. Terkadang kami bertengkar seperti pasangan pada umumnya. Terkadang aku mendiamkan Ryan karena aku marah. Namun, kami selalu menemui cara untuk menyelesaikan masalah itu. Ryan selalu menemukan cara untuk membuatku bahagia. Aku menyukai hal itu. Aku juga berusaha mencari cara agar Ryan bahagia. Namun, Ryan selalu mengatakan dia sudah bahagia menghabiskan waktu bersamaku.

“Kamu lama sekali,” ucap Ryan saat aku masuk ke dalam mobil.

“Apa?! Aku hanya menghabiskan waktu bersama teman-temanku. Sedikit mabuk. Lagian kamu diajak tidak mau,” balasku dengan kesal.

“Jika aku ikut, kamu akan memaksa aku minum dan tidak ada yang mengantarkan kamu pulang.” Aku tertawa mendengar itu. “Lagi pula, ini sudah malam. Memang sudah waktunya pulang.”

“Kamu terdengar seperti ayahku,” balasku dengan lelucon.

Ryan mencubit hidungku. “Aku hanya jaga-jaga. Selama kamu bersenang-senang, aku tidak apa.”

Aku langsung mengecup pipi Ryan. “Terima kasih, sudah mengantar jemput aku.”

Ryan mengelus rambutku. “Tidak apa. Lagi pula, kita sedang jarang bertemu. Lalu, jangan lupa besok kamu mengambil cuti.”

Ryan mempunyai satu kebiasaan setiap kali kami berulang tahun. Kami harus mengambil cuti bersama, dan menghabiskan waktu sepanjang hari dengan satu sama lain. Saat ulang tahun Ryan, aku memilih untuk berjalan-jalan dengan sepeda seperti kencan pertama kami. Tahun lalu, Ryan mengajakku ke konser penyanyi kesukaanku. Itu sudah seperti tradisi, menghabiskan waktu bersama saat kami ulang tahun. Aku menyukai tradisi itu karena kami selalu bersenang-senang, apalagi kami selalu sibuk dengan pekerjaan kami.

“Ah, kamu tidak lupa ulang tahun aku. Aku kira kamu lupa,” candaku. Ryan mana mungkin melupakan hari spesial untukku.

“Tentu saja tidak. Aku mempunyai kejutan yang di luar jangkauan kamu,” ucap Ryan yang membuatku penasaran.

“Apa kamu ingin memberikan aku kapal pesiar?”

Ryan menggelengkan kepalanya. “Apa kamu mau kapal pesiar?” aku menganggukkan kepalaku. “Namun, hadiahku bukan itu.”

“Apa kamu ingin memberikan aku pulau?” Ryan tertawa dan menggelengkan kepala. “Lalu, apa?!”

Sepanjang perjalanan, aku terus menebak hadiah yang akan Ryan berikan kepadaku. Ryan selalu memberikan aku hadiah di luar dugaanku. Tahun lalu, Ryan memberikan aku sebuah mobil impianku sejak kecil. Aku sangat menghargai itu dan selalu membanggakan hal itu. Ayahku bahkan tidak ingin membelikan aku mobil itu. Namun, kado yang paling berkesan dari Ryan adalah presentasi tentang diriku. Saat hari jadi hubungan kami yang kedua, Ryan membuat presentasi mengapa aku adalah pasangan yang sempurna untuknya.

***

Pagi-pagi buta, Ryan mengajakku melihat matahari terbit dipantai. Aku terkejut karena Ryan sangat membenci udara dingin. Aku menyukai hal itu, tetapi tidak pernah mengajak Ryan karena tidak ingin dirinya sakit. Aku menghargai Ryan ingin melakukan hal ini di hari ulang tahunku, walaupun Ryan memakai pakaian yang sangat tebal. Ryan terlihat mengemaskan menggunakan jaket musim dingin. Aku sendiri hanya memakai jaket biasa.

Kami berjalan sepanjang pantai sambil bergandengan tangan. Pemandangan terlihat begitu indah, dan udara terasa begitu menyejukkan. Aku sudah lama tidak melihat matahari dipantai. Terkadang aku malas bangun pagi hanya untuk melihat matahari terbit. Terkadang aku tidak mempunyai teman yang bisa kuajak melihat matahari terbit. Ditambah Ryan tidak suka udara yang dingin. Ryan merupakan orang yang cukup sensitif. Mungkin karena dia selalu dikekang sejak kecil.

“Ayahmu bilang saat kecil kamu sangat menyukai matahari terbit,” ucap Ryan.

Aku menatap Ryan dan tersenyum kepadanya. “Ibuku sering mengajakku melihat matahari terbit. Ibuku mengatakan matahari terbit sama indahnya dengan matahari terbenam. Namun, ibuku lebih menyukai matahari terbit karena itu tandanya hari baru telah dimulai.”

Lihat selengkapnya