#05
“Hei, apa kalian benar-benar tidak tahu kemana Yeonjun?” tanya ku pada Adora dan Jisoo saat sampai dipenginapan.
Jisoo tersenyum mendengar kalimatku barusan, lalu dia meraih tanganku.
“Kau telah jujur pada dirimu” katanya.
“…”
“Biasanya kau tidak peduli, tapi kini kau begitu mencemaskannya karena belum melihatnya” lanjut Jisoo.
Adora terduduk di kasur.
“Haaaahhh…aku tak percaya ini akan terjadi padamu” katanya.
“Kau serius kali ini?” tanya Adora sambil menatap wajahku.
“Aku…aku tidak yakin”
Ke empat mata itu membelalak, apa maksusnya tidak yakin?
“Maksudmu?”
“Aku juga tidak yakin bisa mencintainya”
“Kenapa tidak?”
“Aku juga tidak tahu”
Adora menghela napas panjang, lalu mengambil posisi duduknya senyaman mungkin.
“Yeonjun sedang pergi ke luar negri” katanya yang membuatku semakin mendekati posisi Adora.
“Seseorang menjemputnya kemarin malam, dan dia lupa membawa ponselnya, jadi dia juga lupa mengabarimu” lanjut Adora yang membuatku enggan mengedipkan mata.
Ceklek…!
Pintu kamar terbuka, kami mendapai Jennie, dan 2 orang lainnya.
“Belum tidur ternyata” ucap Jennie.
Aku mengenal 2 orang gadis itu.
“Eoh? So-Hyun? Kau juga disini?” ucap Dahyun.
“Bagaimana dengan orangtuamu?”
Aku tersunyum. Malas berkata.
“Apa kalian sudah saling mengenal?” tanya Jennie.
“Ya, dia gadis yang baik” kata Lia, Dahyun mengangguk menyetujui.
Kami pun berkumpul dan berbincang diluar kamar. Tapi hatiku tidak mendukung, tentu saja suasananya sedang tidak bagus, apalagi setelah mendengar kalau Yeonjun sedang tidak ada di Korea.
Aku memutuskan untuk pergi saja ke kamar, dan tidur daripada diam di antara mereka yang sedang asyik berbincang. Langkah ku terhenti saat mendengar seseorang memanggil namaku.
“So-Hyun!” lelaki itu berlari kecil menghampiriku.
Itu Jimin.
“Ini untukmu” katanya sambil menyerahkan sebuah amplop kecil.
“Maaf baru sekarang, karena sulit sekali mencarimu” katanya lagi.
“Gwaenchanha” senyumku mengembang.
Setelah urusannya selesai, dia kembali, dan aku melanjutkan langkahku.
Ku hempaskan tubuhku ke atas kasur, mataku terpejam, ku atur nafasku agar berjalan dengan baik. Aku menjadi benci pada diriku, kenapa jadi seperti ini? Kenapa aku harus lemah seperti ini? Seharusnya aku menjalani hari-hari ku seperti biasanya, tidak perlu selemah ini bukan?
…
Pagi yang cerah, tapi tidak dengan hati, padahal aku sudah berusaha untuk tetap seperti biasanya. Aku mengajak Adora, dan Jisoo untuk berolahraga, untung saja mereka mau ikut dengan ku.
“Tadi malam kau pergi kemana?” tanya Jisoo.
“Tidur” singkatku.
“Ah…kenapa kau harus jatuh cinta pada orang yang begitu kejam” celoteh Adora yang mengumpat kakaknya sendiri.
“Dia tidak kejam” kataku sambil mencoba tersenyum membahagiakan diri sendiri.
“Maksudmu? Apa dia baik?”
“Ya”
Aku melangkah lebih awal daripada mereka.
“Dia sangat baik, dia mau mendengarkan curhatanku sampai larut malam. Dia…dia sangat baik untukku. Aku tidak merasa menyesal bisa mengenalnya” jelasku.
Aku terus menceritakan masa lalu ku pada mereka, dan mereka mendengarkannya dengan seksama.
“Lalu? Bagaimana bisa kau menerimanya?” Adora angkat bicara.
“Sudah kubilang, aku masih belum yakin”
“Wae?”
“Aku tidak tahu, aku sudah bilang padanya kalau aku tidak menerimanya begitu saja, aku hanya bilang padanya ‘bagaimana kalau kita jalani saja dulu” aku menjelaskan lagi.
Mereka mengangguk mengerti, lalu pandangan mataku tertuju pada Jisoo.
“Bagaimana dengan Baekhyun?” tanya ku yang memebuat kening Adora berkerut. Gadis itu menatap dalam mata Jisoo.
“Apa kau mencintai kakakku juga?”
“…”
“Haishhh…apalah yang membuat kalian terkesan seperti itu?” Adora seperti sedang merendahakan kedua kakaknya.
“Bahkan mereka lebih gila daripada yang kalian tahu” katanya melanjutkan.
“Terutama Yeonjun”
“Hei! Siapa yang bilang aku mencintai Baekhyun?” aku tersenyum padanya.
“Mulutmu bisa saja berbohong, tapi tidak dengan hatimu” aku membalikkan kalimat yang pernah dia lontarkan padaku.
Matanya membelalak lebar.
“Yaa! kau tidak perlu meniru ucapanku” katanya yang sepertinya bersiap memukulku.