You, K

Racelis Iskandar
Chapter #2

WHO ARE YOU?

Namanya Ray. Sewaktu aku kelas 1 SMP dan sedang berada di perpustakaan saat jam istirahat, ia tiba-tiba menghampiriku dan mengulurkan tangannya.

“Ray."

Ia mengenakan baju berwarna merah, celana kargo selutut, dan memberikan senyum hangat. Senyumnya membuatku tanpa sadar menerima uluran tangannya untuk berkenalan.

“Rama,” aku menyebutkan namaku saat menjabat tangannya.

We will be friend. Best friend!”

Hanya seperti itu saja perkenalan kami. Awalnya kupikir ia hanya seorang teman pengganggu yang selalu ada di sekolah, lapangan, bahkan tempat les. Ia selalu ada di mana saja.

Terkadang ibu menanyakan padaku, dengan siapa aku bicara. Aku mengatakan bahwa aku bicara dengan Ray. Masalahnya, ibu tidak bisa melihatnya. Ray mengatakan bahwa hanya aku yang bisa melihatnya. Cemas, ibu membawaku mengunjungi Sammuel, salah satu teman psikolognya. Ibu bilang, Sammuel bisa membuatku tidak melihat Ray lagi.

Sia-sia. Entah pada pertemuan ke berapa, Sammuel memutuskan untuk membiarkan Ray terus menjadi temanku. Ibu masih menolak mentah-mentah. Menurut Sammuel, karena salah ibulah, salah satu alasan kenapa Ray datang padaku.

“Sam, ini sudah empat kali Rama ketemu kamu, dan dia masih juga belum bisa menghilangkan Ray!”

Sore itu, saat sesi mengobrol dengan Sammuel berakhir, aku dan Ray menunggu di luar, sementara ibu masuk ke ruangan. Ray membuka pintunya sedikit. Kami bisa mendengar semua obrolan ibu dan Sammuel di bangku depan klinik.

“Ray nggak akan bisa hilang, Kirana. Rama tidak memperlihatkan tanda-tanda ingin melepas Ray,” Sammuel menjelaskan perlahan.

“Itu harusnya tugas kamu, Sam. Aku minta tolong ke kamu, aku bayar jasa kamu untuk bisa sembuhin anakku!” ibu setengah berteriak.

Semakin lama, suara ibu makin meninggi. Aku tidak akan lupa intonasi ini. Seperti dipaksa ulang mengingat adegan berantam ayah dan ibu waktu aku masih kecil.

“Kamu tahu, Kiran, kemungkinan terbesar Rama tidak mau melepas Ray, karena kamu menolak untuk jadi temannya,” Sammuel mengatakan hal yang membuatku bingung.

“Maksud kamu?” tanya ibu.

“Minggu lalu, Rama cerita kalau dia kehilangan sahabat-sahabat SD-nya. Aku lupa lengkapnya, tapi dia sempat sebut nama Adis, Reni….”

“Ayu. Adis, Reni, dan Ayu,” ibu menyelak omongan Sam.

“Rama cerita kalau cuma dia satu-satunya yang nggak bisa masuk ke SMP 2 bareng teman-temannya, karena NEM-nya kurang. Sementara tiga sahabatnya masuk ke SMP 2. Mereka bertiga janji, walaupun Rama beda sekolah, mereka akan tetap berteman terus. Sampai akhirnya Ayu ulang tahun…”

Lihat selengkapnya