You, K

Racelis Iskandar
Chapter #19

THIS IS IT? (Yandhi's Part)

Sebulan lebih aku putus hubungan dengan Kania. Sejak terakhir kali ia mengusirku dari kamarnya, Kania tidak membalas semua pesan-pesanku. Sial. Seharusnya kami saat ini sedang senang-senangnya karena baru berpacaran. Tapi mungkin Kania sudah tidak mau lagi berpacaran denganku. Siapa juga perempuan yang mau menjalin hubungan dengan laki-laki yang bisanya hanya mengorek-ngorek luka lamanya.

Walaupun Kania tidak membalas pesan-pesanku, aku tetap berhubungan dengan ibunya. Kata ibu, saat ini Kania sedang berusaha mengacuhkan Ray. Dalam sebulan ini, ibu melihat Kania tidak pernah lagi bicara pada Ray. Aku harus sabar. Aku anggap Kania saat ini memang sedang membutuhkan waktu untuk pulih.

“Mas, semuanya sudah saya kirim ke email ya. Tawaran dan price list dari kita juga sudah disetujui sama pihak mal. Tinggal meeting terakhir setelah mereka selesai event di tanggal 21 nanti."

Aku mengangguk saja saat Alin mendikte semua jadwal dan pitching. Sore ini aku baru saja selesai meeting dengan salah satu pihak mal yang ada di kawasan Serpong. Project untuk mendesain ulang main atrium mereka. Lucunya, kami bertemu di mal lain, dan bukan di mal mereka.

“Kalau hari ini kamu udah nggak ada kerjaan apa-apa lagi, langsung pulang aja, Lin, nggak usah balik ke kantor. Saya masih ada urusan di sini, jadi kamu duluan aja,” aku mengusirnya halus.

“Oke, makasih Mas. Besok pagi berkas-berkas untuk ditanda tangani saya bundling di meja ya, Mas.”

Aku mengangguk lagi, dan Alin bersiap untuk pergi. Sebenarnya, tidak ada lagi yang ingin aku kerjakan. Kepalaku berat memikirkan hal-hal tentang Kania. Belum pernah aku merasa terbebani seperti ini.

Kusapu pandanganku jauh. Dari tempatku duduk, aku bisa menangkap sosok Kania sedang duduk bersama seorang laki-laki di Benedict. Januar? Hatiku terbakar cemburu, sekaligus kesal bukan main. Penampilan Kania berubah. Ia memotong rambutnya. She’s so damn beautiful. Is it because of him? Apa mereka sepakat untuk balikan?

So, this is it?


***


Selang beberapa minggu, aku memutuskan untuk tenggelam dalam pekerjaanku. Harus ada yang kukerjakan untuk bisa menghilangkan rasa sakit yang terus menggerogotiku. Aku bahkan tidak segan-segan untuk menenggak alkohol lagi jika pekerjaanku sudah mulai berat. Sudah tidak ada lagi melodramatik untuk Kania.

Siang ini, aku menyelesaikan proyek dengan klienku dengan angka yang cukup besar. Benar kata orang-orang, obat patah hati terbaik adalah bekerja. Aku memaksakan diriku untuk menerima semua tawaran yang ada. Aku baru saja mematikan laptop ketika kulihat seseorang memperhatikanku dari tempat duduk lain di café ini. Wait, wajahnya tidak asing. Januar?

Laki-laki itu lalu menghampiriku, tersenyum bersahabat.

Lihat selengkapnya