Sedari tadi dirinya merasa risih karena ia tak bisa makan dengan tenang dan nyaman. Pria disampingnya ini tak berhenti menatapnya sedari tadi. Bahkan saat mata mereka bertemu, pria itu hanya tersenyum dengan senyuman yang paling manis yang ia punya. Memamerkan gigi kelinci dan lesung pipit yang membuat ketampanan pria itu bertambah.
“Kau tak ada pekerjaan lain ya?” tanya Yoonji pada Junki.
“Ada. Menatapmu. Itu saja pekerjaan yang sangat menyenangkan untukku.” Balas Junki masih dengan menatap Yoonji.
“Bagaimana bunganya? Ibumu menyukainya?” tanya Junki lagi.
“Iya.” Jawab Yoonji dengan singkat.
“Kalau kau? Suka tidak?” tanya Junki lagi.
“Itu bunga untuk ibuku. Bukan untukku.” Balas Yoonji dengan sedikit kesal karena Junki tak berhenti bertanya.
“Apa kau suka pada pemilik toko bunganya hingga kau selalu diam saat menatapku.” Ujar Junki dengan percaya diri dan mendapatkan tatapan menyeramkan dari Yoonji.
“Jangan menatapku seperti itu. Matamu itu cantik. Kalau kau seperti itu, aku semakin gemas jadinya.” Ucap Junki menggoda Yoonji.
Yoonji memilih untuk tak membalas ocehan pria itu. Ia kembali sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Kau sudah punya kekasih?” tanya Junki.
“Bukan urusanmu.” Balas Yoonji.
“Tentu jadi urusanku. Karena sebentar lagi kau akan jadi milikku.” Ujar Junki dengan santai sambil bersandar pada punggung bangku.
Yoonji merutuki dirinya kenapa ia harus bertemu dengan pria ini. Dari sekian banyaknya toko penjual bunga, kenapa juga tuhan mempertemukan dirinya dengan sosok Junki. Yoonji akui jika Junki tampan, namun tidak dengan tingkat kepercayaan diri seorang Junki yang membuat Yoonji mual dibuatnya. Untung saja benar tampan, jika tidak, mungkin Yoonji akan bertingkah seperti wanita-wanita cantik diluar sana yang suka menjatuhkan atau menolak seenaknya pria tak rupawan.
~