Entah sudah bisa di katakan resmi atau tidak, tetapi mulai hari ini bagi seorang Song Junki, Lee Yoonji adalah kekasihnya. Sebenarnya bukan sekarang juga, sejak awal Junki mendekati Yoonji, pria itu selalu memperlakukan Yooonji layaknya sang kekasih. Di antar jemput setiap kuliah, mengucapkan salam di pagi dan malam hari, dan memastikan jika Yoonji makan dengan baik. Layaknya anak remaja yang sedang di mabuk asmara, itulah yang tengah Junki rasakan sekarang. Ia hanya ingin menyayangi Yoonji seorang. Bahkan pernah suatu ketika, ia di buat cemburu karena Yoonji yang saat itu ada tugas kelompok dan di pasangankan dengan teman satu kelasnya yang seorang pria. Junki bak penguntit yang bahkan sampai diam-diam memperhatikan mereka yang sedang mengerjakan tugas di perpustakaan bahkan sampai mengikuti Yoonji dan teman prianya saat sedang ke toko buku.
Yoonji sendiri mengetahui kelakukan bodoh Junki tersebut. Namun wanita itu lebih memilih diam. Jika tugasnya sudah selesai. Ia baru akan memakan hidup-hidup si Junki itu.
~
Yoonji tengah berjalan seorang diri di koridor kampusnya. Jam kuliahnya telah usai. Namun entah kenapa ia tak ingin kembali ke rumahnya terlebih dahulu. Ia hanya berjalan tanpa arah mengelilingi kampusnya. Sebenarnya bukan tanpa alasan Yoonji melakukan itu. Ia merasa hari ini hidupnya tenang-tenang saja tanpa ada gangguan dari pria yang selama ini selalu mengikutinya kemana saja. Mungkin bisa dibilang jika Yoonji sedang merindukan pria itu.
Ponselnya juga yang biasa penuh dengan pesan dari Junki, hari ini kosong dan tak ada sama sekali pesan dari pria itu. Yoonji saja berangkat kuliah hari ini menggunakan angkutan umum. Junki tak menjemputnya seperti biasa. Dirinya takut jika terjadi apa-apa pada pria itu, namun Yoonji terlalu gengsi untuk menanyakan keadaan pria itu.
Hingga tak ia rasa, kakinya melangkah ke area fakultas Junki, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok yang menyerupai kelinci itu. Namun Yoonji sama sekali tak mendapati presensi Junki disana.
“Kemana pria itu?” ucap Yoonji dengan pelan. Sudahlah, ia ingin mengaku saja jika ia merindukan kehadiran Junki di setiap hari-harinya. Tak perduli apa yang akan pria itu katakan jika nanti tahu kalau Yoonji mencarinya. Yoonji hanya ingin tahu keadaan Junki. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan menelepon Junki.
“Kau dimana?” tanya Yoonji tanpa mengucapkan kata halo saat telepon tersebut tersambung.
“Di rumah.” Jawab Junki dengan suara lemahnya.
Yoonji yang mendengar nada suara Junki mendadak khawatir.
“Kau sakit?” tanya Yoonji lagi.
“Hanya tak enak badan.” Jawab Junki.
“Kirimkan aku alamat rumahmu. Aku kesana sekarang.” Ujar Yoonji sambil mengambil langkah cepat menuju area luar kampus. Ia lalu memesan taksi online saat Junki telah mengirim alamat rumahnya pada Yoonji. Tak lupa, Yoonji membelikan bahan makanan untuk memasakkan sesuatu untuk pria itu.
~
Hanya butuh waktu 30 menit dengan menggunakan taksi online, Yoonji telah sampai di depan rumah yang terlihat minimalis itu. Ia memanggil si empunya rumah, namun tak ada jawaban. Bahkan Yoonji juga telah memencet bel rumah itu.
“Benar tidak ya ini rumahnya? Apa jangan-jangan ia membohongiku?” ujar Yoonji pada dirinya sendiri. Yoonji di sibukkan dengan pikiran-pikiran negatif tentang Junki. Jangan salahkan Yoonji jika ia berpikir seperti ini. Memang Junki itu sangat usil sekali padanya. Tangan Yoonji merogoh kantung jaketnya saat ia mendengar ada notifikasi yang masuk ke ponselnya.