Matanya menatap ponsel dan membaca pesan dari pria yang pasti mencarinya sejak kemarin. Ingin membalas pesan tersebut, tangannya terlalu kaku seakan tak bisa di gerakkan. Hatinya sakit setelah mengingat kenyataan yang terjadi pada dirinya. Haruskah ia menceritakan pada pria itu apa yang terjadi pada dirinya? Namun ia bisa menjamin jika ia akan di tinggalkan begitu saja. Ia tak mau hal itu terjadi, karena perasaannya sudah begitu dalam pada kekasihnya ini.
“Maafkan aku Junki.” Lirihnya dengan menatap ponsel miliknya itu.
Pintu terbuka dan muncul sosok yang ingin sekali Yoonji bunuh, bahkan mungkin menghabisi kepemilikan laki-laki itu agar tahu bagaimana caranya menghormati wanita. “Kau sudah selesai? Kita pergi sekarang.” Ucapnya seperti nada memerintah.
Yoonji menatap pria itu dengan tatapan ingin membunuh. Dia pikir siapa dirinya, seenaknya saja memerintah seakan Yoonji itu wanita yang mudah ia suruh-suruh.
Karena tak mendapat jawaban dari Yoonji, Taejun berjalan dan berdiri di hadapan Yoonji. Sedikit menunduk untuk menyamakan posisinya karena Yoonji masih belum bangun dari duduknya. “Kau tidak tuli kan? Aku bertanya padamu.” Ucap Taejun.
“Kau pikir siapa dirimu? Kau tak punya hak untuk memerintahku. Aku akan lakukan apa yang ingin aku lakukan. Urus saja urusanmu sendiri.” balas Yoonji yang memberanikan dirinya. Ia tak ingin di anggap penakut dan dengan enaknya Taejun memperlakukannya.
“Aku? Aku calon suamimu. Kita sudah berhubungan dan sebentar lagi, mungkin kau akan hamil. Kau tak mungkin merawat anak itu sendiri.” ujar Taejun.
“Tak perlu repot-repot. Aku tak akan membiarkan diriku mengandung anakmu. Apalagi anak dari pria brengsek sepertimu. Taejun dengar, sampai kapanpun, aku akan terus membencimu.” Ucap Yoonji dengan penuh penekanan.
Ia merasakan pipinya memanas karena sebuah tamparan ia terima dari tangan kekar milik Taejun. Tamparan kedua yang Yoonji terima dari pria yang berstatus sebagai mantan sahabatnya ini. Yoonji sudah tak sudi menganggap Taejun sahabatnya lagi.
“Lakukan apa yang mau kau lakukan. Aku juga akan melakukan yang mau aku lakukan, terus menghamilimu agar kita bisa menikah.” Balas Taejun yang wajahnya ikut memerah karena marah dengan pernyataan Yoonji barusan.
“Apa maumu hah?! Kurang puas atas apa yang kau lakukan semalam? Dan sekarang kau ingin menjadikanku milikmu?! Kau brengsek Taejun!” bentak Yoonji sambil menangis. Taejun sudah bukan yang ia kenal dulu lagi. Anak pemalu yang hanya bermain sendiri di rumah kini berubah menjadi pria paling brengsek di hidupnya.
Taejun yang melihat Yoonji menangis langsung memeluk wanita itu. Lagi-lagi ia hilang kendali dengan menyakiti wanita yang paling ia sayangi. Bukan ini maksudnya, ia tak ingin berlaku kasar pada Yoonji. Ia hanya tak suka jika Yoonji menolaknya. Yoonji miliknya, dan akan terus seperti itu.
~
Baiklah, tingkat khawatir Junki mungkin sekarang sudah di ujungnya. Ia masih belum mendapatkan balasan apa-apa dari Yoonji. Sejak kemarin wanita itu hilang bak di telan bumi. Ia sudah seperti orang gila yang menatap ponselnya yang tak kunjung muncul suara denting notifikasi dari Yoonji. Memang paling bisa wanita itu membuat Junki uring-uringan. Tidak tahu saja dia jika Junki rindu setengah mati. Junki pun meninggalkan tugasnya sebentar dan bertekad mengunjungi rumah kekasihnya itu. Biar saja nanti akan Junki cium banyak-banyak di depan orangtua wanita itu kalau perlu.
Junki sampai di depan Yoonji dan menekan bel pintu rumahnya. Namun tak ada jawaban dari dalam. Rumah itu juga terlihat sangat sepi seperti tak ada manusia di dalamnya.