(A.)
Sudah berpuluh-puluh menit aku diam di tempat. Duduk di depan meja belajarku dan menjalani kegiatan belajar, seorang diri. Perlu diketahui, sebenarnya kejadian seperti bisa dibilang jarang.
Bukan berarti aku tidak pernah belajar. Aku tentu melakukannya, hanya saja pasti ada kendala. Entah notifikasi atau beberapa hal yang lebih terlihat menggiurkan. Sehingga menggoyahkan niatku untuk tetap fokus belajar.
Biasanya aku belajar dengan guru privat atau ayahku. Tapi sekarang tidak lagi. Maka dari itu aku sedikit kesusahan pada awalnya.
Namun setelah hari itu, di perpustakaan. Kak Kevan menyarankanku untuk belajar sambil mendengarkan musik instrumental. Karena akhirnya dia sadar akan earphone yang menyambung di handphone ku. Sedang tidak kugunakan karena saat itu Kak Kevan sedang menjelaskan beberapa materi. Juga karena tidak begitu membantuku untuk fokus. Ternyata aku salah jika mendengarkan lagu berlirik meskipun genrenya adalah lagu ballad, karena selain mengundang kantuk, lirik dalam lagu itu juga menjadi dominan yang mengisi otakku.
Besok adalah kedua kalinya ulangan harian dalam minggu ini. Seperti sebuah kutukan bagi pelajar sepertiku, namun sepertinya kali ini bisa dibilang aku sedang beruntung.
▪▪▪
Aku selesai lebih cepat dari yang lain—lagi—, ya setidaknya untuk area belakang. Suatu kemajuan untukku di lingkungan baru.
Dan seperti biasa, setelah waktu mengerjakan berakhir, terdengar keluh kesah para murid lain dan ada beberapa yang merasa lega. Bahagia karena harus terbebas dari belenggu ulangan. Sekali lagi, ini hanya ulangan harian.
Aku berniat untuk ke kantin segera setelah semuanya selesai, termasuk Vira. Berharap lagi akan bertemu Kak Kevan dan berterimakasih atas kejadian di perpustakaan.
Namun seperti biasa, keadaan kantin saat jam istirahat baru berlangsung selalu ramai. Tinggiku tidak memadai untuk melihat dari wilayah atas. Lagipula kantin disini tidak tingkat, apalagi memiliki mezanin yang memungkinkan untuk melihat kebawah dari area yang lebih tinggi.
Aku hanya bisa mengikuti arus para siswa-siswi agar setidaknya bisa selamat dari sana. Lalu membeli makanan yang kuinginkan.
“ Hah akhirnya.. ” keluhku saat berhasil keluar dari kerumunan.
“ Udah dapet? Mau langsung balik atau mau duduk dimana? ” tanya Vira yang sedari tadi sudah menungguku diluar kerumunan.
“ Em.. Balik aja deh. ”
“ Oke. ”
Sempat kuedarkan pandanganku ke sekitar. Mulai dari area luar kantin, kios-kios, dan area deretan kursi serta meja di depan kios-kios makanan yang ramai. Tidak kutemui sosoknya barang sedikit saja. Akupun pasrah, mungkin di lain waktu.
“ Vir, Kak Kevan itu orangnya emang susah ditemuin ya? ” tanyaku dengan tangan penuh jajanan dan langkah menuju kelas.
“ Lumayan sih. ”
“ Bukannya dia famous ya? Kok malah jarang kelihatan? ”
“ Katanya, Kak Kevan nggak suka keramaian. Jadi dia sama Kak Eja pasti lebih milih di kelas. ”
“ Kak Eja? ”
“ Temennya Kak Kevan. ” jelas Vira.
Aku hanya bisa mengernyit mendengar pernyataan itu. Tak mengerti siapa yang Vira maksud karena melihat sekalipun sosok yang disebutkannya saja tak pernah.