You Sound Awesome!

Jonem
Chapter #2

Adren dan Gelora Radio Dangdut

15 Desember, 2020

---------------Ruang Sekre--------------

Suasana ruangan panas, canggung. Hampir semua anggota HIMA(Himpunan mahasiswa) di ruangan itu menekuk wajah, terlihat kecewa, mengetahui Pameran TA (Tugas Akhir) akan diadakan secara online. Padahal, pameran untuk mereka adalah budaya turun-temurun sejak angkatan sebelum mereka. Pameran itu adalah ajang unjuk gigi, ajang silaturahmi, pesta kecil-kecilan yang selalu rutin diadakan setiap mahasiswa DKV semester akhir dan selalu mendapat perhatian media lokal.

Ditengah keheningan itu, diantara raut anyep semua anggota, Adren bersiap pulang, mengenakan jaket dan tasnya. Ia menghadap loker, membelakangi semua orang. Tiba-tiba Nuril menggerutu, memecah sunyi.

“Kok bisa lo punya ide begitu? Gue enggak mau karya anak-anak DKV dieksploitasi sama anak penyiaran!” katanya, menyindir Adren.

“Kalo emang enggak mau ya enggak usah. Gue kan cuma ngasih saran.” jawab Adren.

“Ya tapi lo enggak bisa ambil jalan cepet gitu atuh! Semua juga bisa nyaranin begitu!” kata Nuril lagi. Beberapa orang disana mengangguk-angguk, setuju dengannya.

"Ya kalo lo bilang semua orang bisa nyaranin begitu, itu karena idenya masuk akal kan?" jawab Adren lagi, tanpa menoleh.

"Ide gampang kayak gitu emang masuk akal, tapi enggak proporsional!"

"Enggak proporsional gimana sih Ril?"

"Enggak proporsional karena lo bikin anak penyiaran keenakan!" jawab Nuril.

“Lo kayaknya enggak paham ya?!” Adren akhirnya berbalik, menghadap Nuril dan yang lainnya.

“Kalo pameran dan sidang TA kita diadain online, berarti kita mau kerjasama sama anak penyiaran atau enggak, karya kita tetep harus direkam dan di upload di internet! Nah.. Daripada nyari orang buat ngerekam, ya mending kerjasama sama anak penyiaran! Mereka kan ahli!” jelas Adren.

“Ya kurang enak gimana buat mereka?! Ngeliput karya kita doang, enggak modal apa-apa! Yang cape bikin karya siapa? Kita pan!? Tiba-tiba mereka numpang nilai, cuma dengan cara ngerekam karya kita! Enggak adil lah buat kita!” bantah Nuril.

“Lho ya mereka juga akan mikirin kemasan karya kita bakal kayak gimana kan? Mereka juga memastikan eksposure versi terbaik buat karya kita! Karena dengan begitu mereka dapet nilai juga! Kan saling menguntungkan. Bener teu?” tanya Adren pada yang lain.

Nuril menggelengkan kepala dengan ekspresi muram.

“Gini ya! Misalnya lo mau bikin lukisan! Tapi ketika lo mau bikin lo harus nunggu anak penyiaran nyiapin kamera dulu, harus nyamain jadwal dulu, jadi ribet! Enggak bebas! Gue, kalo mau bikin lukisan mesti malem-malem! Hening! Terus sekarang gue harus ngundang anak penyiaran ke rumah gua, lalu ngelukis sambil diliatin orang gitu?! Emang nyaman gitu?!” Nuril berkelit.

"Terus ditambah lagi, kita mesti ngebantuin mereka juga kan untuk karya TA mereka?" sahut Ucup, salah satu anggota yang berpihak pada Nuril.

"Nah! Cape kan!?" sambut Nuril.

"Ya namanya juga kerjasama.. Kalo enggak mau ya yaudah. Gue cuma ngasih kampus saran, supaya kita ada pilihan. Yang mau kerjasama, sok! Yang enggak, yaudah sewa videografer." jelas Adren.

“Yaudahlah gengs! Belum keputusan final ini kan! Gimana entar lah!” Mona yang duduk di pojok ruangan dekat loker mencoba menetralkan suasana.

“Bukan gimana entar! Tapi entar gimana!? Gimana kalo jadi? Gara-gara ide dia kita jadi repot!” Nuril memprovokasi orang-orang disekitarnya untuk menyalahkan Adren.

"Kan pilihan, enggak wajib! Lo enggak harus kerjasama sama anak penyiaran kalo lo enggak mau, Ril!" Mona ikut menjelaskan.

“Oke! Sorry! Nanti gue bilang ke Kaprodi supaya ide itu jangan dipake! Gue cuman mikir lebih baik keluar ruangan dengan ide, daripada bawa muka sepet doang! Lagian lebih hemat kalo kita kerjasama sama anak penyiaran, dari pada harus sewa videografer.” Adren mengalah, mengakhiri perdebatan. Ia pun menggendong tasnya, berniat keluar ruangan.

“Mau kemana ente?! Udah bikin masalah, terus balik gitu!? Harusnya bukan lo yang masuk barusan!

Oh iya! Dunia lo emang enggak disini doang pan? Sana siaran di radio dangdut!” Nuril menyindir Adren.

Adren menoleh, tersinggung.

“Terus kunaon Ril?!” Adren berjalan mendekat kepada Nuril. Nuril bangun dari kursinya. 5 orang lain yang ada disana sigap ikut berdiri, melerai, berjaga-jaga memegangi Adren dan Nuril.

“Apa!? Lo enggak denger!?” tantang Nuril.

“Engga Ril! Dari tadi yang gue denger dari lo cuman ego! Lo mewakili keinginan siapa sih? Anak-anak atau diri lo sendiri?” jawab Adren, menyindir.

“Eh, mikir dong! Lo harusnya enggak terima kalo orang lain dapet nilai dari karya yang lo modalin sendiri!” ujar Nuril. Adren terdiam, merasa omongan Nuril tadi menjadi pembelaan yang cukup masuk akal atas ego yang Nuril tunjukan.

“Lo berpihak kemana si Dre?! Kayaknya bukan ke DKV? Bilang aja masih nyesel masuk DKV! Hati lo ada di penyiaran kan!? Sana siaran radio dangdut! Terus pindah ke penyiaran!” ejek Nuril lagi.

“Ril! Bisa enggak sih jangan mancing-mancing!” teriak Mona.

"Begitu kalo jarang nongkrong! Kuper! Jadi enggak singkron sama organisasi sendiri! Kayak gitu kok sok-sokan jadi HIMA!" Nuril meracau terus.

"Berisik Ril!" Teriak Mona. “Dre! Udah! Udah pergi aja!” Mona mendorong Adren agar keluar ruangan.

Adren dan Nuril bertatapan sejenak. Lalu Adren pergi meninggalkan ruangan sekre, dikawal Mona.

“Udah enggak usah diladenin! Lo kan tau si eta mah arogan!” kata Mona di koridor, di depan pintu ruangan sekre. Adren masih mengatur nafasnya.

"Lo enggak mau balik Mon? Lo tuh dijadiin hiasan doang tau disini! Mereka cuman seneng lo ada di ruangan, tapi ide lo enggak akan di denger juga! Ujung-ujungnya semua keputusan ada di si Nuril! Enggak demokratis nih organisasi!" sahut Adren.

"Gue cuman pengen sidang dan lulus dengan lancar. Gue setuju kok sama ide lo, gue di pihak lo, tapi gue mesti meredam suasana panas di dalem!" kata Mona, bijaksana.

"Lagian yang lain gimana sih? Masa semuanya setuju begitu aja ama si Nuril?" Adren masih protes.

"Biasalah! Mereka enggak berani nentang si Nuril karena enggak mau ribet dan enggak mau dimusuhin di tongkrongan."

"Justru itu, ini saatnya kalo mau berontak! Mumpung mau lulus! Bosen gue dari dulu manggut-manggut aja."

“Udah.. Pasti ada yang setuju sama lo kok! Kalo semua setuju sama si Nuril berarti emang organisasi ini udah enggak sehat! Gue akan pantau deh.. Gih kalo mau siaran, nanti gue kabarin kelanjutannya!” ujar Mona.

Adren pun pergi dari kampus menuju tempat siarannya.

.

.

.

.

-------------- Kantor Radio Sirih FM-----------------

Lihat selengkapnya