"Haaiiii Kokommm!" Mona menyambut Kokom lewat kaca, sesaat setelah Adren keluar dari petshop sambil menenteng kandang Kokom yang sudah dilapisi handuk dan selimut empuk. Di dalamnya, Kokom dan bayi-bayinya terlihat tentram.
Mona membuka pintu mobil, lalu Adren meletakkan kandang di pangkuan Mona.
"Lucunyaaa..." Mona memandangi keluarga Kokom.
"Pegangin ya Mon!"
"Oghee!" jawab Mona, dengan senang hati. Adren masuk mobil dan kembali duduk di bangku supir. Adren menyalakan mobil, lalu mereka mulai jalan lagi menuju rumah Adren.
Keadaan hening sesaat, selagi Adren mengembalikan fokusnya ke jalan dan Mona asyik mengelus-ngelus Kokom.
"Dre, nanti yang putih kalo udah mandiri buat gue ya!?" pinta Mona.
"Hmm, Ya. Asal dirawat."
"Ya iya lah! Terus gimana tadi? Kita sampe mana sih ngobrolnya?"
"Sampe mana, lupa." jawab Adren.
"Oh iya.. Lanjut ya?
Soal Eren dan kedekatan kita." Mona ingat.
"Ya, itu." sahut Adren.
"Nah iya, soal Eren cemburu.. Kayaknya sih enggak! Soalnya waktu itu dia liat gue tiduran di paha lo, dia biasa aja. Enggak bahas apa-apa. Orang bilangnya cuma kecemburuan sosial."
"Tunggu!" Adren merasa ada yang aneh. "Lo menggunakan gue untuk ngetes kecemburuan dia? Kenapa lo selalu mengorbankan gue? Dan kenapa mau tau banget dia cemburu apa enggak?" tanya Adren.
"Sorry, kan benteng penjagaan pertama gue, elo Dre. Terus gue pengen membuktikan aja. Abis tingkahnya aneh. Ngajak gue nonton horror Korea lah! Eh ternyata enggak naksir. Padahal dia mungkin berpeluang.." Mona membuat pengakuan aneh yang membuat Adren mematung karena terkejut, sampai mulutnya terbuka.
Menyadari gelagat Adren, Mona langsung menatap tajam Adren sambil mengacungkan telunjuk.
"Eh bukan berarti gue naksir Eren yah!Gue cuma bilang dia berpeluang! Jangan bilang yang enggak-enggak!" kata Mona, mengancam.
Ya ampun.. DIA NAKSIR ELO MOOONNN!!! Dia cemburu bangettt!!! Adren menggerutu dalam hati, lalu mulai memilah-milih kata untuk memperjelas situasi.
"Jadi maksudnya, kalo Eren naksir sama lo, dia berpeluang besar jadi pacar lo?" tanya Adren, berbisik.
"Enggak gitu juga lah! Ya liat dulu, cocok apa enggaknya! Kalo ganteng sih ya buat gue dia lumayan."
"Kalo lo ngomong gitu namanya ngarep, Neneng! Itu namanya lo naksir!" omel Adren.
"Ih gue enggak bilang gitu! Salah menyimpulkan siamah! Woles dong!"
"Yailah Mon! Kalo naksir juga enggak apa-apa kali! Katanya sahabat?! Emang aing orangnya ember Mon? Kirain percaya sama aing.. Masa naksir cowok masih ngumpet-ngumpet!? Gue cuman butuh konfirmasi, lo naksir Eren apa enggak!?"
"Yaa... Si Eren ganteng buat gue mah, terus baik, orangnya rajin, tau tanggung jawab, ya..."
"Jadi naksir apa enggak?!" Adren memotong, berharap Mona to the point.
"Yaa.. Gue suka kok satu kelompok sama dia. Enak kerja bareng dia." Mona agak salah tingkah.
"Hadehh! You know that was not my question!" Adren menekan Mona.
"Gue jawab jujur tapi lo kasih tau cewek lo siapa! Oke?!"
"Lho kok??" Adren keberatan.
"Yailah Dreee! Katanya sahabat?! Emang aing orangnya ember Dree? Kirain percaya sama aing.. Masa sahabat ngumpet-ngumpetin pacar!" Mona membalikkan kata-kata Adren. Adren terlihat sebal.
"Kenapa lo pengen tau? Karena lo pikir gue belum move on, lagi?"
"Haa! Berarti bener lo udah punya cewek baru kan?! Duh.. Syukurlah!!!" Mona mengelus dada, lalu menatap ke jalan.
Adren terdiam sebentar. Bingung mau menjawab apa. Ia menyetir agak cepat di lurusan.
"Se-bersyukur itu apa Mon?" tanya Adren.
"Lega aja." jawab Mona, singkat.
"Lega karena enggak ada yang nempelin lo mulu?"
"Ya enggak lah Dre. Lo kan.. Temen baik gue. Intinya sih.. Gue ikut seneng Dree.."
"Hmm.. Thanks kalo gitu." Adren menanggapi, tanpa senyuman di wajahnya, karena ia tau hubungannya ada di ujung tanduk. Keadaan hening sebentar. Tiba-tiba, Mona bicara lagi.
"Setelah Maryam, gue enggak pernah liat lo deket sama seseorang, padahal ada aja temen-temen gue yang mau sama lo! Selama ini gue overthinking dan parno! Hehe.."
"Overthinking? Parno?"
"Iya. Hehe.. Jangan-jangan Adren enggak nganggap gue sahabatnya, makanya enggak terbuka lagi soal dia deket sama siapa?
Jangan-jangan Adren beneran gay?
Atau jangan-jangan Adren selama ini naksir sama gue?
Entahlah.. Kayak, ada sedikit ruang canggung diantara kita berdua!"
Adren sontak menatap Mona dengan tatapan Yang bener aja kali!?
"Semua salah, Mon!" jawab Adren. "Gue straight dan ya iya lah gue nganggap lo sahabat gue! Cuma lo sahabat gue. Tapi.. Enggak semua bisa gue ceritain." jelas Adren.
"Tapi lo enggak naksir gue kan Dre?" pertanyaan Mona membuat canggung.
"Kok nanya gitu? Lo juga nyangka gue bersahabat sama lo buat modus ya?" tanya Adren, curiga.
"Juga? Emang siapa lagi yang nyangka lo sama gue sahabatan karena ada maksud lain?" Mona balik curiga. Adren salah ngomong.
"Emm.. It..tu, Dova!" jawab Adren, alasan.
"Nah! Lo tau enggak sih, kalo Dova waktu malam tahun baru ngomong sesuatu!?" Mona tersenyum menatap Adren.
"Hah!? Bilang apaan dia?! Tentang gue?" Adren cemas.
"Ya, tentang lo."
"Apaan?"
"Katanya.." Mona agak ragu. "Katanya, lo mau pacaran sama gue, tapi takut kehilangan temen. Itu bener?" tanya Mona.
"Ya ampun!!! See? Bahkan Adek gue mikir kita deket karena ada sesuatu! Enggak gitu kok Mon! Dova pasti salah ngomong!" Adren mencoba melepaskan diri dari suasana canggung.