You Sound Awesome!

Jonem
Chapter #30

Para Penggiat Badai

Berry: Hadiah dari Gue dan Reza.

Berry: Nama asli Liza ternyata Sinta Andini Putri. Umur 24. Nomor HP: 081563194765. Alamat: Perumahan Mekar Baru Asri, Blok C 3, Nomor 14, Desa Jenggot, Kec. Mekar Baru. Kab. Tanggerang, Banten.

"Hah?" Adren terkejut membaca chat itu. Mona menoleh.

"Ada apa?"

Adren hanya tertegun sambil menyodorkan smartphonenya.

"Serius ini identitas aslinya? Sinta Andini Putri?" tanya Mona.

"Ya. Mereka mereka ahli IT."

"Terus lo mau nyamperin tempat ini? Di Tanggerang, Kabupaten."

"Hmm... Belum tau." jawab Adren, ragu.

Mona memberikan HP Adren dengan layar terkunci, gelap.

"Gue yakin lo enggak butuh ini! Gue yakin semua akan baik-baik aja." Mona mencoba meyakinkan Adren untuk tidak pergi.

"Iya gitu Mon?"

"Ya! Jangan khawatir! Lo coba sambil hubungi cewek itu dulu, ada nomernya tuh! Kalo diangkat, lo langsung minta maaf."

"Tapi kalo misal gue.."

"Udah jangan mikir terlalu jauh dulu sekarang. Gue enggak mau lo stress." potong Mona.

"Tapi Mon.."

"Lo cari tau dulu kebenaran alamatnya! Konyol kalo lo langsung pergi!" potong Mona lagi.

"Iya tapi Mon, maksud gue tuh.. Barusan tuh kita mau cipokan, atau hanya perasaan gue aja ya?" goda Adren.

"Dreeee! Harus banget dibahas sih?!" Mona sebal.

"Serius gue nanya.." Adren tersenyum.

"Momennya udah ilang! Udah enggak usah dibahas." Mona buang muka, menyembunyikan malu.

"Emmh.." Adren memegang lengan Mona, sambil menatapnya.

"Thanks.." kata Adren, sambil tersenyum.

"Hmm?"

"Buat semuanya. Buat ada di samping gue. Gue sayang sama lo, apapun bentuknya." ungkap Adren.

Mona tersipu, wajahnya merona.

.

.

.

.

Jam 21.30 Malam

Adren dan Mona bercanda di ruang TV. Ada martabak dan minuman es kopi di meja, sebagai kudapan selagi mereka mengobrol.

"Jadi lo dikasih dua paraf sekaligus sapa Pak Muntas?"

"Hehe iya. Keren ya?"

"Enak banget ih! Sebel!"

"Idenya bagus dia bilang. Alesannya sih kocak."

"Apaan emang?"

"Katanya bosen liat lukisan abstrak."

"Lah kok gitu?"

"Dia bilang vertigonya kambuh. Puyeng."

"Dih, hahah! Padahal biasanya killer, katanya."

"Makanya.. Duh gue seneng banget, berasa sohib dia waktu itu."

"Gue sih enggak pernah digalakin. Aneh deh."

"Soalnya lo cakep, Mon! Yang cakep-cakep emang dibaikin tau!"

"Iya kali ya? Soalnya si Cyntia juga dibaikin, tapi si Sari enggak!"

"Oh mungkin Sari bukan tipenya."

"Jih! Najong, sok ganteng banget Muntas!"

"Hehe.. Tau ah, Muntas.. Muntas..!"

"Hadeh. Jadi enek, pengen Muntas." canda Mona.

"Mun..tah? maksudnya?" Adren menebak pelesetan Mona.

"Heheh iyaa betul!"

"Jir, jahat lo Jeckpot! Gitu-gitu dia pemain bola tau!"

"Hahaapa'an?" Mona menahan tawa, mengantisipasi candaan Adren.

"Bambang PaMuntas!" gurau Adren.

"Hahhaa.. Pak Muntas nyanyi To The Bone, dong?" sambung Mona lagi.

"Mas Pam..untas? Hehe.." Adren tertawa.

"Iya! Hahaadeuhh.. Fyuhh.. Mudah-mudahan kita lulus sidang ya!"

"Aamiin. Emang, tanggal berapa sih?"

"Belum tau, kan kita belum daftar sidang. Enggak tau kebagian tanggal berapa, yang jelas sih Februari. Makanya kalo lulus bakal jadi hadiah ultah terbaik nih buat gue." ujar Mona.

"Oh iya, ulang tahun lo empat belas Februari ya?"

"Hah lupaan mulu lo Mah! Padahal bertepatan valentine juga!"

"Ya sorry.. Gue kan muslim, enggak boleh valentine-an."

"Hmmh.. Yaudah, ngantuk! Tidur.. tidur!" ajak Mona. Ia menginap di rumah Adren, malam itu. Seperti biasa memakai kamar Dova.

"Duluan aja Mon." Adren menyandarkan diri di sofa, masih sambil senyum-senyum.

"Enggak mau! Gue tidur, lo tidur!" Mona tidak ingin Adren sendirian lalu bengong dan memikirkan hal-hal yang membuatnya tertekan lagi.

"Udah gih! Gue baik-baik aja kok. Berkat lo nemenin gue." jawab Adren, berkedip pada Mona.

Mona memandang Adren dengan tatapan aneh.

"Lo ngerayu gue ya!? Ada maunya ya!?" Mona bercanda.

"Dih! Udah sana! Masuk kamar Dova, terus kunci pintunya! Daripada lo mikir macem-macem."

"Haha.." Mona pergi berjalan ke kamar. Adren masih duduk di sofa. Ditengah-tengah tangga, Mona menoleh lagi, menatap Adren sekali lagi dari belakang. Mona masih merasa cemas dan prihatin akan Adren. Ia berharap Adren tidak harus merasa bersalah dan khawatir berkepanjangan. Mona pun naik, lalu masuk kamar Dova.

Adren di sofa, menyalakan TV agar tidak terlalu sepi. Ia memindahkan kanal TV ke kanal favoritnya, untuk menonton talkshow kesukaannya. Sambil duduk bersantai ia menonton acara tersebut, namun tak bisa ia dustakan, ada perasaan belum sepenuhnya merdeka. Smartphone Adren telentang menggoda di atas meja. Setiap kali meliriknya, selalu muncul pertanyaan dalam benak Adren.

"Pasti para pendengar gue di RC pada nungguin..?

Masih berani main RC, Dre?

Gimana ya keadaan perempuan itu? Liza?

Enggak akan pergi ke alamat itu Dre?

Itu alamat asli enggak ya?"

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja, ketika Adren sedang sendirian. Mereka bergantian hinggap di pikiran Adren dan membuat Adren goyah.

Tangannya merayap ke meja, lalu mengambil HP-nya itu. Ia ingin menelfon Berry, untuk sekedar bertanya keaslian alamat itu, pikirnya.

"Dre, halo?"

"Ya, Mas Berry."

"Gimana Dre? Ketemu?" tanyanya.

"Belum, gue belum berangkat." jawab Adren.

"Ohh belum.. Kenapa?"

"Hmm.. Entahlah, ragu aja." kata Adren.

"Kirain langsung berangkat nyamperin alamatnya, soalnya kan kemaren pas nelfon lo ribut banget tuh, panik. Gue juga ikut panik. Bahkan Reza ikut panik, makanya dia agak emosi kemarin. Sorry dia bilang."

"Iy..iya sih.. It's okay, Mas."

"Dre, TV lo bisa kecilin? Suara lo kurang jelas."

"Oke.." Adren menggapai remotnya, mengecilkan volume suara.

"Nah, sip! Terus kapan rencana lo mau berangkat?"

"Belum tau, Mas. Sahabat gue bilang tenang aja."

"Hmm.. Gitu ya.."

"Tapi.. Apa bener itu bener alamatnya, Mas?"

"Yaa yang kami dapet sih itu."

"Dapet darimana? Kalo boleh tau? And how?"

"Ya sejak clue yang kita punya cuma data Radiocraft dan emailnya, ya kami mulai dari situ. Gue punya kawan-kawan hacker, Bro. Lo tau kenapa si Dendy Corbanzer bisa menemukan netizen-netizen kurang ajar yang cari gara-gara sama dia di Internet? Itu karena bantuan dan skill dewa kawan-kawan gue ini!"

"Ohhh.." Adren mengangguk-angguk pelan. "Nomor HP-nya, gue telfon jangan ya?" tanya Adren.

"Hmm.. Silakan aja, But i dont think it's a good idea. Even kalo dia enggak suicide dan hanya menggertak lo, ketika lo nelfon dia, dia akan memainkan permainan seolah dia bakal tetap melakukannya. Or worse.. Dia memanfaatkan kekhawatiran lo untuk hal-hal yang dia inginkan! Orang-orang bersikap aneh di dunia maya, Bro!

Jadi cara terbaik untuk membebaskan pikiran lo dari jeratan ini adalah dengan nemuin dia dan minta maaf dengan sungguh-sungguh. Lo liat dengan mata kepala lo sendiri bahwa dia baik-baik aja, kelak lo juga akan tenang."

"Iya juga sih Mas.." timpal Adren, pelan.

Lihat selengkapnya