Adren tiba di rumah dengan mengendarai motor Kawasaki Ninja Hitamnya. Ia parkir di garasi. Jam dua siang saat itu, ketika Adren tiba. Ada mobil Kijang Inova milik ayahnya yang juga terparkir di garasi, yang mana malah membuat Adren terlihat tidak senang.
Adren masuk rumah, melangkah perlahan, dengan leher yang lentur celingukan, dan wajah yang sudah ia atur se-sinis mungkin. Ia mengendap-endap dari mulai pintu masuk, ke ruang tamu, koridor, sampai akhirnya ia menemukan Hikmat(48 th), ayahnya duduk di sofa ruang tengah bersama Merry(40 th) yang Adren duga adalah kekasih dari ayahnya. Kamar Adren berada di lantai 2, dimana tangga naik terletak di ruang tengah, yang mau tidak mau membuat Adren harus melewati mereka. Ketika Adren masuk ruang tengah, ayahnya dan Merry menyambutnya dengan tatapan canggung. Adren menatap ayahnya balik sinis, lalu buang muka. Ia langsung naik ke kamarnya di lantai 2.
Kini Merry menatap Hikmat, seolah berkata dalam hati “Aku kira enggak ada siapa-siapa di rumahmu?” dan Hikmat balik menatap Merry seolah menjawab “Aku kira juga begitu! Jam segini dia jarang di rumah!”
"Aku belum siap." kata Merry tiba-tiba.
Tak lama Andren kembali turun, dengan sudah menanggalkan tas dan jaketnya. Ia berdiri di anak tangga terakhir, menatap mereka dengan tatapan misterius. Merry pun memecah keheningan, mencoba menyapa Adren.
“Hai! Adre..” begitu kata Merry sambil tersenyum kaku. Bibir Hikmat ikut melebar perlahan.
Adren langsung menjawab. Bukan karena ia ingin menyambut ramah kedatangan Merry, melainkan ia berusaha mengkonfrontasi.
“Calonnya Bapak ya? Selamat ya! Oh iya, saya pengennya Tante anggap ini rumah tante sendiri, mumpung masih sempat, karena sebentar lagi mau dijual. Bapak punya hutang banyak banget!”
“Hey Adre!” sentak ayahnya. Raut wajahnya berubah, tidak mengira apa yang baru saja keluar dari mulut Adren.
“Kenapa? Oh dia enggak tau? Wah.. kasihan sekali Tante ini!” Adren menatap ayahnya, lalu pindah menatap Merry.
“Kenapa sih kamu ini?!” sentak Hikmat lagi, mencoba menghentikan ocehan Adren.
“Pak kalo punya utang pas duda, lunasin pas duda, jangan nikah! Nanti utangnya jadi utang rumah tangga, Tante ini ikut repot!” kata Adren lagi.
Hikmat berdiri, Merry memegangi tangannya, cemas.
“Kurang ajar kamu ya!” Hikmat murka, sekaligus malu.
“Udah Mas!” kata Merry.
Adren pasang badan, saling bertatapan dengan ayahnya.
“Mau main tangan di depan calon istri?” tantang Adren.
“Kadang begitu, Tante! Selain punya masalah hutang, ada masalah kejujuran dan emosi juga!” kata Adren pada Merry.
“Saya enggak bisa bantu kalo soal kejujuran dan emosi, karena semestinya dia yang ngajarin itu semua. Tapi soal hutang, saya bisa bantu sedikit!
Ayo! Jual motor saya, mobil Bapak, bahkan rumah ini, lalu bayar utang ke orang-orang yang Bapak rugikan! Supaya hidup tenang! Baru Bapak dapet restu saya dan Almaruhmah Ibu, buat nikah lagi!”
“Restu!? Kurang ajar kamu! Bapak mau mati kek! Bapak mau nikah kek! itu keputusan Bapak! Baik kamu setuju atau enggak! Durhaka kamu!” sahut Hikmat.
“Kalo gitu saya ancurin acara pernikahannya! Kayak Bapak ngancurin hidup orang! Sadar dong Pak! Orang yang uangnya Bapak pinjam dengan cara yang enggak baik-baik itu sampe akhirnya meninggal belum nerima uangnya balik!”
“Apa sih kamu!? Sok tau! Kurang ajar! Kalo pun Bapak punya masalah sama orang lain, itu urusan Bapak! Urusan orangtua! Anak-anak kayak kamu mana ngerti!” sahut Hikmat yang tidak ingin kalah jantan di depan Merry.
“Saya ngerti! Karena orang yang hidupnya Bapak bikin susah itu, anaknya satu jurusan sama saya di kampus!” bantah Adren.
Adren mulai berbalik, hendak berjalan menuju kamar.
“Adre!”
Tiba-tiba Adren berhenti.
“Saya nahan malu setiap hari!” Adren berkata tiba-tiba, lalu lanjut berjalan lagi.
“Udah Mas! Sabar..” Merry menarik tangan Hikmat agar duduk di sebelahnya. Ia mengusap lengan Hikmat, mencoba menenangkannya.
------------------------------------------------Kamar Adren----------------------------------------------
"BRAKKK!"
Adren menutup pintu kamarnya agak keras. Ia kini di dalam kamarnya, sarang kecil tempat persembunyiannya yang ia hias sesuai selera, benteng yang tidak akan orang lain mengerti. Di dalamnya ada beberapa lukisan buatannya sendiri, beberapa lukisan realis, beberapa lukisan abstrak. Ia menyalakan lampu smart bulb-nya dengan remote, dimana cahaya kamar jadi redup berwarna hijau tosca. Adren menghempaskan diri di kursi depan meja belajarnya. Ia mengeluarkan hpnya, menyambungkannya ke speaker, lalu menyetel musik agak keras. Ia pun bersandar sambil memejamkan mata. Hari yang keras, dimana iya dikeroyok rasa penat dan jenuh di tempat siaran, lalu perseteruan dengan teman satu program studi, dan juga masalah dengan ayahnya. Rasanya ia ingin melarikan diri, pergi dari sana dan menemukan suasana baru. Tembok-tembok itu, hari demi hari dirasa olehnya semakin memberi kesan yang mengintimidasi. Lukisan-lukisan serba biasa, yang lahir dari tangannya sendiri seakan mengejeknya, mewakili rasa jenuh yang semakin menggeliat.
Dibukanya laptop di meja, berniat mengintip sedikit dunia luar, mencari gairah baru, seketemunya. Tiba-tiba terdapat email masuk dari situs loker, yang setiap hari dengan bawelnya membanjiri dan mengotori kotak masuk dengan email-email lowongan kerja. Biasanya Adren mengabaikan mereka, namun kali ini ada yang mencuri perhatiannya. Lowongan Kerja “Audisi Penyiar Magang Note FM, Jakarta.” Tanpa pikir panjang, ia membuka lowongan tersebut.
“Resume, Foto, Akun Social Media, dan sample suara.” gumam Adren, membaca persyaratan yang harus dia kumpulkan.
“Itu doang?” Adren bertanya. Kebetulan ia punya semua, bahkan sample suara, ia tinggal hanya mengirim salah satu podcast yang ia pernah buat. Dengan teliti Adren pun mengumpulkan semua persyaratan saat itu juga.
“Semoga! semoga!”
Ia mengirim email berisi berkas lamarannya dan tidak lama Adren menerima pesan balasan template yang sepertinya diterima semua orang yang mengirim lamaran. Adren membacanya pelan.
“Terimakasih untuk aplikasinya, Noters! Admin Note FM akan mengirim kamu email kalau kamu lolos proses kurasi awal. Sambil menunggu, persiapkan diri kalian ya, Noters!”
“Hmm.. Okay!” jawab Adren.
Adren pun membuka youtube dan melihat video blog proses siaran Note FM untuk ia pelajari kalau-kalau ia lolos. Ia membuka salah satu video, lalu muncul sebuah iklan applikasi radio online streaming bernama “Radiocraft” yang tidak terlalu Adren hiraukan.
“Halah.. Radio online! Semua aja online! Tugas akhir online! Pameran online!” Adren menggerutu. Adren pun melewati iklan begitu saja, lalu muncul video siaran Note FM. Adren mencatat poin-poin siaran di handphone-nya, untuk latihan.
Adren pun berniat untuk mencoba melatih gaya siarannya, bermodal contekan script dari apa yang sudah ia catat di handphone-nya.
“Halo Noters! Selamat pagi!!!! Ada Adren disini di acara..”
Tiba-tiba Pak Jaja menelfon via Whats App. Contekannya di HP berubah jadi foto Pak Jaja se-layar. Adren berhenti, terlihat sebal. Ia mengecilkan suara musik.
“Halo Pak! Saya di kampus Pak!.." Adren terdiam, seolah sesuatu yang penting sedang disampaikan oleh Pak Jaja. Raut Adren terlihat berubah jadi agak tegang.
"Oh.. Oke!”
Adren menutup telfon, lalu dengan tergesa memakai jaketnya. Ia dipanggil ke radio untuk menggantikan salah satu penyiar yang tidak masuk.
“Ah sial!” Adren kesal.
Tiba-tiba lagi muncul bapaknya membuka pintu, memasang ekspresi muram.