-----------------------------Lobby Biro Psikologi dan Konsultasi--------------------------
Adren, Mona dan Ernest baru saja selesai mewawancarai seorang psikolog perihal fenomena online dating, untuk mengenali mindset orang-orang yang melakukannya. Hari itu diantara ketiganya, hanya Adren yang tidak benar-benar mencurahkan pikirannya untuk proyek TA. Seharian ia lebih sering memegang handphone, membuka aplikasi radiocraftnya dan menyisir setiap ruangan untuk mencari keberadaan Liz-a, perempuan yang sudah mencuri hatinya dalam beberapa hari silam. Sudah dua hari Liz-a tidak ada kabar. Adren galau, khawatir, kepikiran setiap saat. Perasaan-perasaan itu muncul begitu saja, tidak dapat dihindari.
Beberapa kali Ernest meminta Adren untuk lebih fokus mengerjakan proyek TA mereka, namun lagi, Adren merasa persoalan tentang Liz-a lebih urgen dari pada masalah lainnya. Hati dan pikirannya sedang tidak untuk tugas akhir. Ernest menahan diri sedari tadi ketika shooting, melihat bagaimana Adren sangat tidak antusias untuk mengerjakan proyek TA mereka. Mau bagaimana lagi, semua karena Adren jatuh cinta. Ya, perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan dan sengaja ia hindari, yang kini tumbuh dengan sendirinya dan menggebu-gebu, yang berawal dari rasa simpati. Kendati demikian, Adren jatuh cinta di saat-saat yang kurang tepat.
"Yah.. Dren, di beberapa bagian fokusnya kurang nih!" kata Ernest sambil memeriksa stock shot hasil shooting wawancara tadi.
"Gue bilang juga apa! Fokus Dre! Pikiran lo enggak fokus, kamera juga jadi enggak fokus!"
"Sorry, Nest. Gue udah nyoba semampu gue."
"Bisa di back up dari stock shot yang lain kan Nest?" tanya Mona.
"Bisa sih, masalahnya bukan di hasil, tapi di prosesnya, Mon. Si Adren pikirannya lagi enggak disini."
Adren menunduk, masih sambil scrolling di Radiocraft. Wajahnya ia pasang murung.
"Dre!" tegur Ernest, melihat Adren yang tidak terlalu menggubrisnya.
"Apa Nest!?" Adren agak kesal. Mona dan Ernest menatap Adren dengan heran.
"Dre, kalo lo lagi ada masalah, bilang." kata Mona.
"Ya, gue ada masalah. Semua orang punya masalah kan? Jadi sorry, gue udah mencoba sebaik mungkin untuk handle masalah gue dan bantu proyek kalian, dan itu tadi usaha terbaik yang bisa gue kasih!" jawab Adren, terlihat gelisah.
"Lho proyek kalian? Dre, ini proyek kita bertiga." sahut Ernest.
"Ya tapi sekarang aja gue belum punya ide, Nest! Gue lagi bingung, pikiran gue enggak menentu."
"Lo bisa cerita kok sama kita, Dre." Mona menatap Adren dengan nanar.
"No! Im fine, guys! Bisa kita pulang sekarang???"
--------------------------------------Kamar Kost Adren---------------------------------------
"Dimana kamu Liz.."
Adren bergumam sendiri, masih sambil scrolling di Radiocraft, melihat setiap room yang online, mencoba menemukan Liz-a disana. Ia berkali-kali mengirim pesan langsung ke akun Radiocraft Liz-a, seperti biasanya mereka chatingan. Ia terus menanyakan kabar Liz-a, namun sudah dua hari ini tidak ada balasan, padahal Liza terakhir online beberapa jam yang lalu. Sudah sore saat itu.
Semua room sudah Adren jelajahi, entah room yang di subscribe oleh Liz-a, baik room-room lain yang sedang online, namun tetap tidak menemukan Liz-a. Adren putus asa. Ia terdiam beberapa saat sambil bersandar di kursinya, mencoba membuat pikirannya jadi lebih jernih. Lalu Adren terpikirkan sesuatu.
Adren langsung menyiapkan laptop, mixer dan mikrofonnya. Ia bersiap siaran, sebab biasanya Liz-a masuk ke siarannya. Dan ia berpikir, mungkin dengan melakukan siaran bisa meredam rasa gelisahnya.
Adren mulai siaran. Tidak ada lagu pembuka, tidak mengambil paket sponsor, dan tidak ada Adren yang bersemangat seperti biasa. Ia diam, sementara belasan orang mulai masuk. Ia melihat daftar orang yang ada di room siarannya, dan Liz-a masih tidak disana. Para pendengar merasa heran sebab Adren tidak bicara. Mereka berkomentar.
Halo? Mana nih suara yang siaran?
Sinyal gue kali ya?
Nerd???
Melihat banyaknya komentar, Adren pun buka suara. Ia mencoba terdengar seperti biasa.
"Hh..hai.. Hai guys, balik lagi sama gue Ad.." Adren hampir menyebut nama aslinya karena tidak fokus.
"Ad..a kabar apa hari ini guys? Balik lagi sama gue, Nerd yang bakal nemenin kalian sore ini. Udah ada dua puluh sembilan orang di room, selamat datang semua!" Adren berkelit.
Adren kembali mengecek 29 orang yang ada di room-nya, dan nama Liz-a masih tidak ada.
"Oke.. Oke..
Oke guys, gue siaran kali ini karena gue lagi mumet.. Pengen refreshing, dan salah satu sarana refreshing gue kebetulan adalah siaran di aplikasi ini. So.. Karena gue lagi mumet, yok kita ngobrol santai sore ini. Topiknya..
Gimana kalo..
Online dating! Ya! Fail Online Dating!" refleks dengan begitu saja Adren memilih topik itu sebagai topik siarannya kali ini, mungkin sinergi dari perasaan yang muncul karena Liz-a yang ia anggap sebagai kekasih dunia mayanya, dan juga proyek TA.
"So guys, mungkin kita buka dengan cerita gue kali ya.."
Adren mencoba fokus, untuk menghargai para pendengarnya. Adren tidak ingin mereka kecewa. Ia mengingat-ngingat cerita.
"Oke! Gue inget!" kata Adren.
"Jadi, tahun 2015, waktu gue masih SMA, gue nganter temen gue yang mau ketemuan sama pacar dunia mayanya. Temen gue, sebut saja Roni, pake sweeter merah, dan gue pake jaket parka item. Lalu mereka ketemuan, tapi enggak berani nyamperin satu sama lain, dan akhirnya cuman liat-liatan dari jauh. Roni temen gue, ngerasa pas liat cewek ini, alsinya enggak secantik di fotonya. Gue juga merasa demikian. Lalu Roni pengen mundur tapi enggak enak. Tiba-tiba si Roni di chat sama ceweknya ini, kata ceweknya..
Wah kamu lucu juga.