Prolog
Kebahagiaan dia lebih penting untuk aku. Aku yang selalu ada untuknya tapi tidak pernah membuat matanya menyala dan berbinar saat menatapku. Aku yang siap lari mendatanginya setiap dia butuh bantuan tapi aku bukan orang pertama yang dia hubungi saat dia bahagia. Dia yang selalu ada di kepalaku setiap pagi aku membuka mata dan malam sebelum menutup mata. Mereka bilang aku bodoh. Mereka bilang aku tidak punya harga diri. Mungkin mereka benar.
Sudah terlalu lama duniaku bergerak mengelilingi dia. Aku tidak tahu seperti apa seharusnya hidupku berjalan tanpanya. Aku tidak tahu caranya bernafas tanpa dia. Aku tidak tahu caranya melangkahkan kaki kanan dan kiri untuk berjalan lurus tanpa dia. Seharusnya tidak begini.
Seharusnya aku juga adalah dunianya. Seharusnya aku nama yang pertama dia panggil setiap dia membawa kabar bahagia. Seharusnya aku adalah wajah yang pertama dia bayangkan saat pagi dia membuka mata dan malam sebelum dia menutup mata. Seharusnya dia selalu siap hadir saat aku membutuhkannya. Seharusnya kisah aku dan dia seperti kisah romantis film-film romantic comedy yang kami suka tonton bersama. Kenapa bukan aku? Kenapa tidak pernah aku?