YOUNG HUSBAND

Ratsel
Chapter #5

Bagian Lima

Sudah hampir sepuluh menit Al berdiri di luar pagar sebuah rumah besar. Dengan cat putih dan jendela-jendela kaca besar, membuat rumah itu terlihat mencolok dari yang lain.

Air mata pemuda itu terus mengalir, mengingat kondisi buah hati yang tengah berjuang seorang diri. Butuh keberanian lebih untuknya memutuskan berada di tempat itu. Demi sang buah hati.

"Jika saja nyawaku cukup untuk menyembuhkan putriku, ambillah, Tuhan. Aku tidak akan bernegosiasi dengan-Mu."

Kalimat yang sama. Berulang kali terucap di dalam hatinya. Al mencintai Maleeqa, lebih dari apa pun. Segalanya akan ia lakukan, apa pun akan ia berikan, demi untuk kembali melihat tawa riang di wajah polos sang putri.

Menjadi seorang suami adalah kebahagiaan tak terhingga bagi Al. Namun, bahagia yang tiada akan pernah bisa ditukar bahkan dengan dunia, adalah ketika Maleeqa lahir dan melukis warna baru dalam hidupnya.

"Ayah akan lakukan apa pun untukmu, Nak. Mengemis dan menjilat telapak kakinya sekali pun. Untukmu, bahkan memenggal kepala ini di hadapannya pun Ayah akan lakukan."

Kali ini, dengan penuh keyakinan kakinya melangkah melewati gerbang yang terbuka. Tiada jeda barang satu detik pun, kakinya baru berhenti ketika tiba-tiba saja seseorang keluar dari pintu rumah itu.

"Faiz." Al menyapa dengan berani.

"Alric?" Kening Faiz berkerut heran. "Apa yang membawamu ke rumahku?" tanyanya seraya mendekati pemuda yang telah mengambil Jean darinya.

"Maleeqa sakit," ucap Al datar.

"Maleeqa?"

"Ya, putri kami. Putriku."

"Lalu?" Faiz tampak semakin bingung.

"Leukimia. Dia membutuhkan donor sumsum tulang belakang, dan hanya ...."

"Wow. Hold on." Faiz memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, dan menatap Al tak mengerti. "Untuk apa kamu ceritakan itu kepadaku? Aku bukan psikiater."

"Aku harus mengatakan ini kepadamu. Karena hanya kamu yang bisa memberi donor dan menyelamatkan hidupnya."

Kedua mata Faiz membulat sempurna. "Kamu mabuk?" tanyanya dengan tawa mengejek.

"Maleeqa adalah putrimu, Faiz!" teriak Al geram. Hatinya menjerit lebih kencang. Ia tidak rela jika Maleeqa memiliki ayah yang lain. Ia benci mengatakan kebenaran itu kepada Faiz.

"Are you kidding me?"

"Malam ketika aku dan Jean ...." Al menghentikan ucapannya, fakta bahwa Jean berbohong kepadanya sangatlah menyakitkan. "Malam itu, dia sedang mengandung anakmu," ucapnya lemah.

Lidah Faiz terasa kaku. Tubuhnya seperti terbang menjauh dari bumi. Apa yang diucapkan pemuda itu benar-benar membuat otaknya memanas.

"Aku mohon, Faiz, dia membutuhkanmu." Al menjatuhkan dirinya di atas rerumputan. Melipat kaki dan berlutut di hadapan Faiz. "Apa pun akan aku lakukan. Aku mohon selamatkan dia." Kepala Al menunduk dalam. Ia tidak peduli lagi pada harga diri, kehormatannya tidak lebih penting dari kesembuhan Maleeqa.

"Apa kalian sengaja menutupinya dariku?" Dengan wajah merah padam, Faiz meraih leher Al yang dengan pasrah menerima cengkeramannya. "Jawab aku. Apa kalian sengaja menjauhkannya dariku?" teriaknya tepat di wajah Al.

Al hanya memejamkan mata, mencoba bertahan untuk tidak melawan. "Aku juga baru tahu kemarin. Jean ingin mengatakan kepadamu malam itu, tapi dia melihatmu bersama Amira."

Sekuat tenaga Faiz melempar tubuh Al hingga tersungkur di antara tanaman anggrek yang sudah tidak terurus sejak lama.

"Lakukan apa pun yang membuatmu senang. Bunuh aku jika perlu. Tapi aku mohon, Faiz, selamatkan anak itu." Lagi-lagi Al memohon. Sakit dan luka yang mengeluarkan darah tiada ia rasa. "Aku akan melakukan apa pun," sambungnya lemah.

Faiz mendengkus kuat. "Apa kamu yakin akan melakukan apa pun?" tanyanya penuh penekanan.

"Ya. Apa pun."

"Ceraikan Jean."

Al mengangkat wajah, seolah merasakan pukulan yang jauh lebih kuat. "Tapi, kamu sudah menikah."

"Aku dan Amira bercerai satu tahun yang lalu."

Al berusaha berdiri. Bukan hanya goresan, siku kirinya pun tergeliat karena menahan beban tubuh saat dilempar Faiz tadi. "Haruskah ...."

"Ya. Hanya itu yang aku inginkan. Ceraikan Jean dan menghilang dari hidupnya."

Berulang kali Al menelan getir. Ia sangat mencintai Jean, tapi kondisi Maleeqa tidak bisa dianggap mainan. Gadis kecil itu membutuhkan pertolongan.

"Bagaimana?" tanya Faiz lagi.

"Ya. Aku terima syaratmu. Tapi aku mohon, pergilah sekarang ke rumah sakit, Maleeqa sangat membutuhkanmu."

"Jangan pernah temui mereka lagi!" seru Faiz seraya mengarahkan telunjuk ke wajah Al.

Tubuh Al kembali jatuh lemas setelah Faiz menghilang dari pandangan. Hatinya sakit mengingat janji yang tadi diucapkan.

"Maafkan Ayah, Leeqa," bisiknya.

Jika usaha dirasa menyakiti, maka ingat-ingatlah kembali setiap mimpi yang ingin dimiliki.

Tidak perlu terlalu keras kepada diri sendiri. Karena hasil dari setiap usaha telah ditetapkan oleh-Nya. Jangan pernah berhenti belajar dari setiap takdir yang ditiupkan, sebab sesekali manusia perlu mencari meskipun Dia selalu memberi.

Al harus belajar pasrah terhadap keadaan. Meski ia tidak menginginkan, tapi pemilik takdir memiliki kuasa lebih tinggi dan tentu saja tidak terjangkau olehnya. Ia harus menuruti keinginan Faiz demi Maleeqa.

Lihat selengkapnya