Young Marriage

Mizan Publishing
Chapter #2

Perfectionist Prefect

“Gue bakal terus jadi iblis menyebalkan sebelum

lo berhenti jadi setan pelanggar peraturan.”

Sudah menjadi rutinitas paginya sebelum bel masuk berbunyi, cowok berperawakan tinggi itu berjalan penuh kewibawaan melewati koridor sekolahnya untuk mengecek seluruh kelas. Setiap pagi selalu diadakan kerja bakti selama 15 menit sebelum bel masuk berbunyi. Dia serta seluruh anggota OSIS lain wajib berpatroli di seluruh penjuru sekolah. Satu sampah saja tergeletak akan berakibat fatal bagi para murid yang berada tak jauh dari sampah itu.

Mahardika High School merupakan salah satu sekolah swasta yang sangat elite di kotanya. Hanya murid berprestasi yang dapat masuk ke sekolah tersebut. Para calon muridnya harus melewati serangkaian tes panjang sebelum akhirnya bisa diterima di sekolah ini.

Bunyi sepatu pantofel yang bergesekan dengan lantai terdengar mengerikan bagi para murid yang tengah sibuk dengan alat kebersihan. Terutama, bagi murid kelas X yang baru saja mendapat penggodokan mental dari para geng OSIS yang terkenal kejam. Terutama, sang ketua.

Ketua OSIS itu bernama Briyan Alvaro Mahardika. Cowok yang memiliki sifat perfeksionis dan tidak suka dibantah oleh siapa pun. Meskipun memiliki sifat seperti itu, Briyan memiliki banyak penggemar di kalangan cewek. Parasnya tampan, hidung mancung, kulit putih-bersih, sorot mata tajam, dan penampilan yang selalu sangat rapi. Dan, jangan pernah lupakan prestasinya yang di atas rata-rata itu. Sudah berkalikali dirinya menjuarai lomba ataupun olimpiade. Piala yang selalu dia peroleh terjejer manis di etalase, di lobi Mahardika High School.

Kenapa nama sekolah dan marga Briyan bisa sama? Sekolah yang saat ini dia tempati memang berada di bawah naungan Mahardika Group. Nama perusahaan keluarga Briyan.

Meskipun, Briyan anak pemilik yayasan, dia tidak pernah memanfaatkan itu semua. Dia tetap memiliki kedudukan yang sama seperti para murid lainnya. Semua pencapaian yang dia dapatkan merupakan hasil dari prestasinya sendiri. Bukan dari kekuasaan orangtuanya.

Kakinya berhenti melangkah saat melihat bungkus permen yang bisa dibilang sangat kecil. Tapi, mata Briyan tetap jeli saat patroli berlangsung.

“Ambil dan silakan buang ke tempat sampah yang sudah tersedia!” Instruksinya tegas kepada siswi kelas X yang sedang duduk sendiri di depan kelasnya sambil bermain ponsel.

Siswi tersebut dengan cepat mengambil dan membuang bungkus permen itu ke tempat sampah. Cewek itu membuang sampah ke tempat yang benar, sedangkan Briyan melanjutkan menuju ruangan yang lain. Masih ada waktu 5 menit lagi baginya untuk patroli.

Dari kejauhan, dia melihat salah seorang anggota OSIS berlari menghampirinya. Cowok berkacamata besar itu berhenti di hadapan Briyan dengan napas ngos-ngosan.

“Nabilla ... Nabilla nongkrong di kantin. Udah gue bilangin, dia malah ngelawan. Enggak sanggup gue,” lapornya.

Briyan menggeram kesal. Mau sampe kapan anak itu terus melanggar peraturan di sekolah ini?

“Ya, udah, lo periksa kelas X IPS, habis itu langsung balik ke kelas masing-masing. Biar gue yang urus Nabilla,” ucapnya sebelum beranjak menuju kantin.

***

Briyan menghampiri Nabilla dengan langkah lebar. Cewek itu tengah asyik meminum jus sambil memainkan ponselnya.

Briyan datang dengan emosi yang sudah di ubunubun langsung menggebrak meja kantin. Si tersangka terperanjat kaget.

“Lo enggak amnesia, kan? Kalo tiap Jumat pagi siswa wajib beresin kelas masing-masing, tak terkecuali LO?!” ucap Briyan keras.

Bukan Nabilla namanya kalau tidak membalas tatapan Briyan dengan senyum meremehkan.

“Ngaca dulu, Mas! Emang tiap pagi lo ikut bersihbersih? Enggak, kan?! Lo cuma jalan-jalan sambil marah-marah doang. Jadi, jangan salahin gue kalo sekarang gue ada di sini!” Jawaban yang semakin membuat Briyan panas.

Lihat selengkapnya