Flashback, Universitas Harapan - April 1999
“Halo, Windy!”
Windy Yunita hanya tersenyum saat teman dekatnya, Marina, menyapanya saat ia sudah sampai di laboratorium penelitian. Sebagai mahasiswa tingkat akhir jurusan kimia di Universitas Harapan, tentunya Windy harus menghabiskan hari-harinya di laboratorium untuk mengerjakan tugas akhir. Mengambil data penelitian serta menulis skripsi.
“Selalu ceria kayak biasanya ya, Marina. Skripsi kamu udah sampai mana?” tanya balik Windy kepada Marina. Sekadar basa-basi karena ia sudah tahu temannya yang satu itu pasti sudah melengkapi data-data yang dibutuhkan untuk skripsinya.
“Ya, lancar-lancar aja sih ini. Harusnya Juli udah bisa ngajuin sidang skripsi sih,” jawab Marina sambil tersenyum. Ia kemudian menatap kembali meja penelitiannya, lalu merapikan beberapa macam barang yang masih berserakan di sana. Windy lalu pergi ke mejanya sendiri. Letaknya berhadapan dengan meja Marina. Mereka berdua sudah sangat akrab sejak awal perkuliahan. Karena itu, dengan letak meja penelitian mereka berdua yang juga berdekatan, Marina dan Windy selalu saling menyemangati.
“Eh, Windy udah datang. Kirain gak mau datang hari ini karena udah mau beres penelitiannya.” Salah satu teman seperbimbingan Windy, Antonius, datang untuk menggoda Windy. Anton merasa Windy terlalu rajin, tidak seperti dirinya yang cukup malas untuk mengerjakan skripsi.
“Itu mah lo. Habis bolos seminggu setelah bimbingan baru masuk lagi ke lab. Untung gak jadi buronan pak dosen,” ledek Windy saat mengingat kebiasaan Anton yang lebih sering bolosnya daripada hadir ke lab. Herannya, Anton merasa tenang-tenang saja sekalipun sedikit tertinggal progress-nya dibandingkan teman-teman lainnya.
“Gak apa. Daripada gua stres terus gak bisa nikmatin hidup kan? Life is short, so we must enjoy that. Biarkan semuanya mengalir seperti tenangnya air sungai yang optimis akan berjalan menuju laut, seperti itu jugalah kita yang sebaiknya membiarkan kuasa Tuhan berjalan terhadap diri kita,” jawab Anton dengan gayanya yang selalu santai.
“Terlalu puitis. Jadi aneh dengerinnya, Anton,” tawa Windy mendengarkan kalimat dari Anton yang menurutnya sedikit tidak cocok jika dibandingkan dengan gelagat Anton yang terlalu sans.
“Jadi kamu target lulus kapan, Anton? Belom ada rencana nambah semester kan?” goda Marina saat melihat Anton yang masih saja bersantai, padahal deadline mereka untuk mengerjakan skripsi dan berada di laboratorium penelitian hanya tersisa tiga bulan.
“Nggak dong. Delapan semester udah cukup buat kita semua berkuliah. Lagipula, sesuatu yang berlebihan kan tidak baik, termasuk semester dalam perkuliahan. Tapi tenang, ini baru bulan April. Kalo udah bulan Juni dan saya belom dapat hasil apa-apa, nah, baru di situ saya mulai panik,” balas Anton yang sudah bisa memperkirakan kapan dirinya harus mulai panik dan kapan harus tetap santai dalam menjalani hidup.
“Kita lihat dua bulan lagi berarti,” simpul Windy terhadap omongan Anton. Namun sambil tetap tertawa juga. Dirinya saja sudah stres sejak Februari karena tidak yakin dapat selesai tepat waktu, temannya yang satu ini malah masih bisa hidup layaknya tidak ada beban berat.
“Udah ah, gua gak mau ganggu kalian dulu kalo gitu. gua mau balik ke meja dulu dan mencoba melakukan sesuatu agar sidang Juli dapat sesuai dengan rencana,” ucap Anton sambil kembali ke mejanya. Sementara itu, anak-anak lain hanya menggelengkan kepalanya saja. Andaikan Anton bisa sadar kayak gini dari bulan Februari, lab pasti gak bakalan heboh, pikir mereka semua.
Suasana laboratorium menjadi sedikit hening setelah Anton mulai menyibukkan dirinya di meja kerjanya. Semua anak juga sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan mereka di laboratorium secepat mungkin agar bisa cepat-cepat angkat kaki dari gedung perkuliahan mereka. Seperti mahasiswa tingkat akhir pada umumnya yang ingin cepat-cepat lulus, begitu juga dengan mereka semua yang berada di jurusan kimia Universitas Pelita Hati. Jika saja mereka bisa pakai toga saat itu juga, mereka semua akan berusaha mencapai hal itu. Sayangnya, mereka masih harus menjalani penelitian di laboratorium, mengerjakan skripsi, mengikuti berbagai macam sidang, baru setelah itu mereka bisa mencapai impian mereka, yaitu berfoto dengan toga di depan gedung rektorat, tanda mereka akhirnya bisa menyelesaikan salah satu urusan hidup mereka dalam hal menimba ilmu.
*****
“Hmm, bau apaan ya ini? Kok bikin gua agak pusing ya?” tanya Windy. Kepalanya terasa sedikit sakit saat beberapa saat berada di laboratorium. Keheningan di laboratorium menjadi hilang sesaat setelah Windy menyadari ada bau aneh di dekatnya.