Your Answer is Me

William Oktavius
Chapter #4

Tristan's Sad Feeling


“Tristan, nanti sore lo ke gereja kan?”

Ucapan dari Kevin membuyarkan lamunan Tristan yang sedang duduk di danau kampus. “Gereja kok. Gua ada tugas lektor soalnya nanti,” jawabnya. Sambil terus menatap lurus ke langit, Tristan mengingat kembali masa lalunya.

“Kira-kira, mama gua di sana apa kabarnya ya?” ucap Tristan pelan, masih menatap langit yang ada di depan pandangannya.

“Lo kalo udah masuk tanggal 2 November, pasti mellow kayak begini,” sahut Kevin sambil mengingat kembali kebiasaan sahabatnya itu.

“Iya. Hari ini kan hari peringatan arwah semua orang beriman. Gua mau mengenang kembali mama gua yang udah meninggal. Tapi, gua gak tau keadaan mama gimana. Apakah dia baik-baik saja di sana, atau gimana,” jawab Tristan sedikit tercekat. Tristan berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh saat kembali mengingat kenangan antara dirinya dengan sang ibu. Ibu Tristan sudah meninggal kurang lebih delapan tahun yang lalu, saat Tristan masih mengenakan seragam putih biru. Termasuk umur yang sangat muda untuk kehilangan seorang ibu. Karena itu, terkadang Tristan akan menjadi sedih saat mengingat bahwa dirinya menginginkan kasih sayang seorang ibu.

“Tante Natalie pasti baik-baik aja kok di sana. Kan anaknya di sini selalu mendoakan yang terbaik buat mama-nya. Doa lo pasti didengar Tante Natalie dan membantu Tante Natalie untuk lebih cepat selesai dari api penyucian,” balas Kevin mencoba menghibur sahabatnya. Ia tahu rasa sedih yang dialami Tristan saat kehilangan ibunya. Ayah Tristan termasuk orang yang cukup sibuk, karena itu, Tristan lebih sering merasa sendiri. Beruntung, Tristan masih memiliki Kevin yang siap menemani hari-hari Tristan di kala sepi.

“Udah, kalo mau nangis, nangis aja. Gak usah ditahan gitu,” sahut Kevin merasa sedikit kasihan karena melihat Tristan seperti menahan tangisnya. Bukannya menangis, Tristan malah menghapus air matanya sambil sedikit tertawa.

“Lo kan tau, gua paling susah kalo disuruh nangis di tempat umum kayak gini. Ada orang yang lewat pula, kan susah,” jawab Tristan sambil menyeka kembali air matanya. Ucapan Kevin barusan seperti bisa menguatkan Tristan kembali. Jadinya, Tristan kini bisa sedikit tersenyum lagi.

*****

Sore harinya, Tristan bersama dengan Kevin pergi bersama menuju gereja. Tristan datang sedikit lebih awal karena ingin menaruh foto ibunya di meja dekat altar gereja. Untuk misa peringatan arwah orang beriman, gereja memang ada yang menyediakan satu tempat khusus untuk umat yang ingin menaruh foto anggota keluarga atau kerabat yang telah meninggal. Tujuannya yaitu untuk mengenangkan kerabat umat itu dan juga mendoakan arwahnya agar dapat segera pergi menuju surga setelah dibersihkan di api penyucian.

“Tristan, papa lo gak ikutan misa?” tanya Kevin saat melihat Tristan menatap gereja. Kevin tidak melihat tanda-tanda ayah Tristan akan ikut ibadah pada hari ini.

“Ah, lo kayak gak ingat aja papa gua kalo lagi sibuk tuh kayak gimana. Apalagi ini kan masih hari kerja, pasti gak keburu kalo mau ke gereja,” jawab Tristan sedikit bercanda. Walaupun begitu, nada getir masih sedikit terdengar dari ucapan Tristan. Papa terlalu sibuk sampai jarang mendoakan mama. Tapi gak apa, masih ada Tristan yang memberikan doa untuk mama. Daripada tidak sama sekali, batin Tristan sambil tersenyum menatap foto ibunya yang ia pegang.

Kasihan Tristan. Papanya begitu sibuk, padahal ini hari yang diadakan khusus untuk mendoakan mereka yang telah meninggal, pikir Kevin sambil melihat Tristan yang masih menatap foto ibunya. Kevin sedikit terkejut saat Tristan sudah tersenyum kembali ke arahnya. Tristan lalu mengajak Kevin untuk pergi ke depan altar dan menaruh foto ibu Tristan di sana.

Lihat selengkapnya