Sehabis perkuliahan, seperti biasa, Tristan berpamitan kepada Kevin karena ingin bertemu dengan Windy. Namun, Tristan tidak memberitahu alasan yang sebenarnya kepada Kevin. Hanya mengatakan bahwa Tristan ingin berjalan-jalan sore sejenak sebelum pulang kembali ke kos. Awalnya, Kevin merasa biasa saja. Namun, saat Kevin mengingat kejadian kemarin saat dirinya tidak sengaja melihat Tristan berbicara sendiri, Kevin menjadi sedikit ragu mengenai kewarasan temannya itu. Tetapi, Kevin merasa dirinya juga bisa saja salah lihat karena dirinya hanya melihat sekilas Tristan di sana. Bisa saja sebenarnya Tristan sedang berbicara dengan orang lain, namun orang itu sudah keburu pergi.
Kevin menjadi merasa bahwa Tristan seperti ada menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Karena itu, untuk hari ini, Kevin berniat untuk membuntuti Tristan. Secara diam-diam tentu saja, karena Kevin ingin sekali memergoki apa yang Tristan lakukan.
Jangan-jangan Tristan udah punya pacar tapi diem-diem dari gua lagi, pikir Kevin saat melihat Tristan yang sedikit lebih sumringah dibandingkan biasanya. Setelah itu, Tristan pergi meninggalkan Kevin. Tidak lama setelah itu, Kevin berjalan membuntuti temannya itu.
*****
Tristan tersenyum saat melihat Windy sudah duduk di kursi taman belakang rektorat. Tempat ini memang sepi, jadinya Windy meminta Tristan agar mereka bisa bertemu lebih sering di sini saja saat sore hari. Selain tidak mau menimbulkan keributan, Windy lebih merasa nyaman jika hanya berdua dengan Tristan saja. Tristan menyetujui permintaan Windy. Toh, ia juga belum ingin mengenalkan kepada siapapun, sekalipun sebenarnya Tristan sudah ingin memperlihatkan kepada Kevin teman barunya ini. Sayangnya, mereka sering kali tidak menemukan waktu yang tepat untuk saling mengenalkan.
Tidak lama kemudian, Kevin juga tiba di tempat yang sudah Tristan datangi. Kevin melihat ke sekeliling, lalu berusaha mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Setelah itu, ia mulai mengamati apa yang dilakukan oleh Tristan.
“Tristan mulai lagi ngomong sendiri lagi. Berarti, gua kemaren itu gak salah lihat. Dia sebenarnya kenapa sih,” gumam Kevin dari balik persembunyiannya. Pikirannya sudah mulai mengarah ke hal-hal yang aneh. Berpikir bahwa sahabatnya itu sudah stres dan mulai sering berbicara sendiri.
Tidak tahan dengan apa yang ia lihat, Kevin memutuskan untuk langsung memergoki Tristan saja. Ini agar Tristan tidak dapat mengelak lagi saat ia bertanya, sekaligus menjawab rasa penasarannya selama beberapa hari ini.
“Tristan, lo sebenernya lagi ngomong sama siapa sih?” pergok Kevin langsung. Kevin sudah sangat penasaran setelah melihat perilaku Tristan yang menurutnya sangat aneh belakangan ini. Ia sering melihat Tristan menyendiri, sering senyum-senyum sendiri, bahkan terkadang Tristan terlihat sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Awalnya Kevin mengira bahwa Tristan sudah mulai terganggu kejiwaannya karena rindu dengan sang ibu. Untuk itu, sebagai teman yang baik, Kevin ingin memastikan bahwa Tristan tetap baik-baik saja.
“Kevin? Ngapain lo di sini?” seru Tristan terkejut saat temannya itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Kevin hanya menyilangkan kedua tangan di dadanya, menuntut penjelasan dari Tristan, bukan malah mendapat ekspresi kaget dari Tristan.
“Udah, lo ngaku aja. Sebenernya lo itu lagi kenapa dan lagi ngapain?” lanjut Kevin kembali, masih dengan gaya bossy-nya. Kebetulan Kevin juga sudah memergoki Tristan yang sedang berbicara sendiri, untuk itu, Kevin langsung meminta Tristan untuk jujur saja di hadapannya. “Tenang aja, sahabat lo yang baik ini akan menerima segala kekurangan yang terdapat pada diri lo. Jadi, lo gak usah ragu-ragu gitu kalo mau jujur. Gua bakal menerima Tristan, apapun keadaan dan kondisi yang terjadi sama lo kok,” lanjut Kevin lagi mencoba menenangkan Tristan agar mau jujur kepadanya.
Tristan hanya menatap heran Kevin yang menurutnya sedikit aneh. “Hah? Emangnya gua terlihat aneh ya? Gua lagi ngobrol sama orang kok,” jawab Tristan bingung. Seingat dirinya, ia sedang berbicara dengan Windy, lalu mengapa Kevin tidak bisa melihat keberadaan Windy?
“Lo ngobat yak?” tembak Kevin dan membuat Tristan sedikit gelagapan. Menurut Kevin, kondisi Tristan saat ini sudah seperti orang yang sedang mengonsumsi obat terlarang. Siapa tahu sahabatnya itu menggunakan salah satunya, jadinya Kevin langsung menebak apa yang Tristan alami.
“Heh, mulut lo ya bener-bener. Minta digampar,” cerocos Tristan saat mendengar hipotesis yang tidak berdasar dari Kevin.
“Terus kalo gak ngobat, apa dong? Keracunan benzene? Mabok eter? Perasaan di MSDS gak disebut deh kalo keracunan zat kimia bisa ngebuat lo ngomong sendiri. Apa gua kurang baca ya kalo ternyata bahan kimia bisa ngebuat orang ngehalu?” celoteh Kevin yang membuat Tristan semakin gemas ingin memukul kepala Kevin.
“Kayaknya lo deh yang kebanyakan ngehirup etanol. Ini lo gak bisa liat apa ada orang di sebelah gua? Gua lagi ngobrol sama dia,” omel Tristan balik. Sementara itu, Kevin yang mendengar ucapan Tristan hanya melongo heran. Sambil menatap heran Tristan, Kevin mengucek matanya. “Sebelah lo? Sebelah lo kan kosong, Tristan. Lo gak salah?” tanya Kevin heran. Ia merasa matanya masih normal sehingga Kevin yakin dirinya tidak melihat adanya orang lain di sebelah Tristan.
Kevin lalu mengusap matanya, ingin memastikan kembali tatapannya itu tidak ada yang salah. Sesaat, Kevin sedikit terperanjat. “My Tristan udah mulai gak normal kejiwaannya. Tristan, sadar! Walaupun hidup di dunia ini kejam, tapi lo masih punya gua buat nemenin lo,” isak Kevin sedikit dramatis, membuat Tristan sedikit panik. Takut malah orang-orang menganggapnya benar sudah gila, padahal jika dilihat saat ini, malah Kevin yang lebih terlihat seperti orang stres.
“Kevin! Tenang dulu kek. Lo gak bisa lihat ini di sebelah gua ada perempuan? Namanya Windy,” balas Tristan mengenalkan Windy kepada Kevin. Namun karena Kevin tidak bisa melihat keberadaan Windy, dan juga Tristan yang masih belum menyadari bahwa dirinya bisa melihat hantu, mereka berdua masih merasa bingung karena ketidakcocokan pandangan mereka.
Kevin perlahan mendekati Tristan lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Tristan. “Hmm, panasnya normal kok. Berarti lo gak sakit,” katanya sedikit bingung.
“Lo kali yang sakit,” sahut Tristan sambil gantian menempelkan punggung tangannya ke dahi Kevin. Tidak terasa panas, yang artinya Kevin juga sedang tidak dalam kondisi sakit.
“Lo masih waras kan?” tanya Kevin mencoba memastikan sahabatnya itu belum berhalusinasi. Takutnya Tristan mulai berpikir yang tidak-tidak, lalu membangun dunianya sendiri dan akhirnya menolak untuk berada di dunia nyata yang kejam.
Saat melihat kedua laki-laki di hadapannya berdebat mengenai keberadaannya, Windy mulai melebarkan senyumannya. Windy merasa ini sudah saat yang tepat untuk memberitahukan siapa dia yang sebenarnya kepada Tristan. Windy merasa hubungan antara dirinya dengan Tristan sudah cukup dekat karena sudah saling berinteraksi selama beberapa hari belakangan. Lagipula, Windy juga cukup bahagia karena sudah ada yang menemaninya selama beberapa hari ini, jadi Windy juga sudah siap jika Tristan tidak bisa menerima keadaannya dan pergi meninggalkan dirinya.
“Loh kamu mau ke mana?” tanya Tristan saat melihat Windy yang tiba-tiba berdiri dari kursinya. Sedangkan Kevin hanya menatap horor saat melihat reaksi Tristan.
“Teman kamu benar, Tristan. Dia memang tidak bisa melihat aku, karena aku bukanlah manusia,” ungkap Windy dengan jujur. Bagai disambar petir di sore hari, Tristan membeku. Pikirannya mencoba menangkap ucapan Windy barusan. Akalnya mencoba membantah, tetapi gadis di depannya mengatakan bahwa ia bukanlah manusia.
“Bu…bukan manusia? Gimana ceritanya? Tapi aku bisa lihat kamu kok.” Tristan memijat dahinya. Merasa sakit kepala akibat mendengar hal aneh pada hari ini.
“Mau coba membuktikan?” tawar Windy kepada Tristan untuk mencoba membuktikan kebenaran dirinya.
“Caranya?” balas Tristan. Windy menjulurkan tangannya, hendak mengajak Tristan bersalaman. “Coba kita berjabat tangan. Kamu belum pernah bersentuhan denganku kan?”
“Tapi kan itu atas permintaan kamu sendiri, dulu aku pernah mau bersalaman sama kamu, tapi kamunya gak mau,” jawab Tristan. Windy tersenyum. “Nah, sekarang ayo kita lakukan, biar kamunya juga gak penasaran.”
Tristan kemudian mencoba berjabat tangan dengan Windy. Alangkah terkejutnya Tristan saat ia tidak bisa memegang tangan Windy. Tangan Windy seakan menembus tangan Tristan sehingga mereka berdua tidak bisa bersalaman secara langsung. “Aih, jadi beneran kalo kamu bukan manusia? Pantas saja selama ini kamu tidak mau bersentuhan sama aku. Ternyata aku berbicara sama hantu selama ini,” kata Tristan pelan. Ia masih tidak menyangka bahwa dirinya berinteraksi dengan hantu selama beberapa hari ini. Pantas saja Kevin merasa dirinya sudah menjadi pribadi yang aneh.
“Kan, gua bilang juga apa,” omel Kevin saat ia membuktikan bahwa dirinya benar.
“Kenapa kamu selama ini gak pernah kasih tau ke aku secara langsung, Windy?” tanya Tristan sendu. Masih tidak yakin bahwa ia sudah bisa melihat hantu sekarang dan kini ia sudah berteman dengan salah satu hantu.
“Tristan, apa kamu masih mau berteman sama aku kalo di awal pertemuan saja aku langsung mengaku kalau aku itu bukan manusia? Sekarang saja kamu masih shock kan setelah mengetahui kebenarannya?” balas Windy sambil menatap Tristan. “Tapi setelah beberapa hari ini, aku tau kamu anak yang baik. Aku tidak tega jika terus membohongi kamu. Kebetulan teman kamu juga sudah menemukan kamu yang berbicara dengan aku, aku rasa ini sudah saat yang tepat untuk aku berkata jujur. Tristan, aku tidak apa-apa kok seandainya kamu memilih untuk pergi dan tidak mau melihat aku lagi. Setidaknya, aku mau berterimakasih kepada kamu karena kamu sudah mau berbicara dengan aku selama beberapa hari ini,” tambah Windy menatap dalam Tristan.
“Aku masih butuh waktu buat memahami semua ini, Windy. Meskipun begitu, aku tidak akan meninggalkan kamu kok. Kamu udah termasuk salah satu teman aku,” ujar Tristan tersenyum kepada Windy. Hendak menenangkan Windy bahwa ia tidak akan meninggalkan dirinya. Tristan merasa bahwa Windy akan kesepian jika ia pergi meninggalkan Windy. Hanya dia yang bisa melihat keberadaan Windy, karena itu Tristan ingin terus menemani Windy, meskipun ia masih butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi.
Sementara itu, Kevin hanya bisa menatap Tristan dengan bingung. Pasalnya, ia hanya bisa mendengar suara Tristan, namun tidak dengan Windy. Karena itu, Kevin masih mencoba menerka apa yang sesungguhnya Tristan bicarakan.
“Tristan, sejak kapan lo bisa ngeliat hantu? Kok lo gak pernah cerita ke gua sih kalo lo bisa ngeliat hantu?” tanya Kevin sesaat setelah tersadar bahwa temannya ini mempunyai indra keenam.
“Kalo lo gak nyadar gua ngobrol sama makhluk lain dan kalo Windy gak jujur, gua juga gak bakalan tau kalo gua selama ini bisa ngelihat hantu,” jelas Tristan menjawab pertanyaan Kevin.