“Kalo aku mau membantu kamu, apa kamu siap untuk menggali masa lalu kamu dan mencari alasan mengapa kamu bisa seperti ini?”
Windy terdiam sejenak Ia masih sedikit ragu dengan ajakan Tristan. Dirinya sendiri saja sudah sekian lama mencoba mencari tahu mengenai alasan mengapa dirinya tidak bisa pergi menuju keabadian, bagaimana dengan Tristan yang baru mengenalnya selama beberapa hari saja.
“Aku sudah sekian tahun mencari jawaban mengenai alasan aku bisa seperti ini, sampai aku takut untuk mencari tahu lebih detail lagi karena takut kecewa, Tristan. Bagaimana bisa kamu membantu aku?” tanya Windy sambil mencoba meyakinkan Tristan kembali mengenai usulnya barusan.
Tristan hanya tertawa. “Ada tambahan bantuan dari satu orang kan bisa meringankan kamu. Lagipula, aku ini masih manusia normal loh, berarti nanti aku bisa berinteraksi dengan orang lainnya di dunia ini. Jadinya, aku bisa menjadi perpanjangan tangan kamu deh dalam mencari informasi itu.”
Windy memikirkan ucapan Tristan. Ada benarnya juga menurut Windy. Jika selama ini Windy tidak ada manusia yang bisa menolongnya, bisa jadi untuk saat ini, Tristan bisa membantu dirinya lebih cepat untuk mengetahui apa yang telah terjadi padanya.
“Aku akan membantu kamu kok, tenang saja. Aku juga akan meminta sahabat aku, Kevin, untuk membantu kamu juga. Jadi, kamu sudah punya dua orang yang bisa kamu percayai,” lanjut Tristan kembali, mencoba meyakinkan Windy bahwa dirinya siap untuk membantu Windy. Bahkan Tristan sudah berani untuk membawa nama Kevin, sekalipun anak satu itu belum tahu mengenai rencana Tristan untuk saat ini.
Windy tersenyum. Sekali lagi, Windy mengucapkan terima kasih kepada Tristan. Senang karena anak laki-laki yang baru ia kenal mau membantunya, bahkan hingga sampai sejauh ini.
*****
“Bantuin Windy? Dan lo baru kasih tau gua sekarang pas orangnya ada di sebelah lo?”
Kevin sedikit terkejut saat Tristan menceritakan mengenai niatnya untuk menolong Windy. Sebenarnya, Kevin mau-mau saja untuk membantu Tristan. Namun, karena terlalu mendadak, Kevin juga sedikit kaget karena tau-tau Tristan sudah datang bersama dengan Windy untuk meminta bantuan Kevin.
"Loh, emangnya kenapa? Masa gak boleh ngasih tau ke lo pas orangnya udah hadir di sini?"
"Kalo gua mau nolak kan jadi gak enak karena orangnya udah ada di sini. Gimana sih lo?"
“Bagus dong. Kan jadinya lo bisa ngebantuin kita. Lagipula, dengan cara kayak gini kan bisa lebih instan gitu. Jadinya nanti gak perlu bolak-balik menjelaskannya. Makanya, mendingan langsung aja gua ajak kita bertiga ngobrol,” kekeh Tristan. Kevin hanya menggelengkan kepalanya saja mendengarkan pemikiran Tristan yang terkadang memang ajaib menurutnya.
“Hidup itu tidak ada yang instan, Tristan. Bahkan lo kalo mau nangis aja, lo harus ada trigger-nya dulu kan? Mana bisa lo tau-tau nangis instan gitu. Begitu juga dengan hidup,” nasihat Kevin, ingin terlihat sedikit bijak di depan Windy.
“Tapi, kalo ada pilihan instan, kenapa gak dimanfaatkan? Itu namanya memanfaatkan keadaan, Kevin,” balas Tristan tidak mau kalah dari Kevin. Sementara itu, Kevin akhirnya memilih untuk mengalah dan akhirnya setuju untuk membantu Windy mengingat kembali masa lalunya.
*****
“A…aku tidak dapat mengingat apa yang dulu pernah terjadi saat aku hidup di dunia,” sahut Windy sedikit tergagap. Sepertinya, karena Windy sudah terlalu lama meninggal, jadinya Windy sudah mulai kehilangan beberapa ingatannya. Oleh karena itu, Windy tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh Tristan maupun Kevin.
“Tapi kamu kan bisa mengingat bagaimana kamu meninggal dan menghadap ke pengadilan Tuhan?”
“Kalo yang sekarang kan aku harus mengingat lebih jauh, Tristan. Dan sepertinya aku masih belum bisa untuk mengingat itu,” jelas Windy. Kepalanya terasa seperti ada ingatan yang kosong saat Windy mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dirinya collapse dan akhirnya meninggal. “Beberapa potongan ingatan memang aku masih ada di kepala. Namun, semua seperti lewat begitu saja dan aku tidak bisa menggali lebih jauh lagi,” lanjut Windy menjelaskan apa yang terjadi dalam ingatannya itu.
Tristan hanya bisa menghela napasnya. Tristan pikir, karena Windy bisa mengingat saat di mana dirinya dipanggil Tuhan, itu artinya, Windy bisa mengingat kembali masa lalunya. Sayangnya, ternyata ingatan Windy juga terbatas jika sudah meninggal. Windy tidak bisa mengingat lebih jauh lagi, seperti apa yang terjadi pada diri Windy di kehidupan sehari-harinya sebelum meninggal.
Beberapa pertanyaan sudah dilontarkan oleh Tristan dan juga Kevin. Banyak hal yang sudah tidak bisa diingat oleh Windy. Misalnya saja mengenai siapa keluarga Windy, teman dekat Windy semasa hidup, hobi dan kesenangan Windy, hingga alamat rumah Windy sebelum meninggal. Satu hal yang bisa Windy ingat sebelum Windy meninggal, ia sangat mencintai kimia dan juga kampus, meskipun Windy sendiri belum lulus dari sana. Itu sebabnya, ketika Windy kembali ditempatkan ke dunia, Windy bisa berada di lingkungan kampusnya lagi, bukan tempat lainnya yang asing bagi hidup Windy.
*****
“Windy, kamu kan katanya dulu sempat kuliah di kimia juga. Kira-kira masih ingat gak, siapa gitu dosen yang pernah ngajar kamu sebelum kamu meninggal gitu? Atau kaprodinya gitu sebelum kamu meninggal?”
Saat mereka bertiga berada di taman kimia, Tristan tiba-tiba teringat mengenai pembicaraannya dahulu dengan Windy. Tristan masih ingat bahwa Windy adalah mahasiswa kimia juga, yang artinya Windy adalah kakak tingkatnya di jurusan ini.