Your Answer is Me

William Oktavius
Chapter #10

Thank You, Tristan

“Jadi kamu selama ini gak pernah pergi keluar dari kampus? Kenapa?”

Tristan sedikit terkejut saat mendengarkan cerita Windy bahwa dirinya tidak pernah keluar dari kampusnya sejak Windy meninggal. Tristan tidak bisa membayangkan jika dirinya harus terkurung selama puluhan tahun di dalam kampusnya tanpa bisa pergi keluar dari sana. Tristan menjadi merinding jika harus mengalami kejadian itu.

”Aku juga tidak mengerti. Seingat aku, setelah aku kembali ke dunia ini, aku sudah berada di kampus ini. Yang aku ingat, aku dulu sangat senang berada di kampus. Kampus terasa seperti rumah kedua aku. Mungkin karena alasan itu yang membuat aku ditempatkan di kampus. Agar aku bisa merasa nyaman walaupun harus kembali lagi ke dunia dengan wujud tidak nampak seperti ini,” balas Windy menjelaskan kondisi yang ia alami setelah ia kembali ke dunia dalam wujud hantu.

“Apakah kamu selama ini terpikirkan ingin pergi melihat bagaimana dunia luar selain kampus ini?”

“Bagaimana caranya? Aku jika tidak ada yang menuntun, aku tidak berani pergi sendirian. Jika aku tidak bisa kembali lagi ke sini, aku mungkin tidak akan menemukan tempat yang aku anggap rumah lagi. Selain itu, aku takut jika aku keluar dari kampus, aku akan hilang dan tidak bisa menemukan jawaban yang aku cari.”

“Jika aku bersedia menjadi penuntun kamu, apakah kamu mau?”

Windy terkejut mendengar jawaban dari Tristan. Tidak disangka bahwa anak laki-laki ini sedemikian seriusnya ingin menemani Windy, bahkan rela untuk menjadi penuntun bagi dirinya untuk menatap kembali dunia luar. Dunia yang sudah ia tinggalkan selama sekian puluh tahun.

“Aku ingin menjadi penuntun bagi kamu, agar kamu bisa melihat kembali bagiamana dunia luar sudah berganti sedemikian rupa. Dan juga aku ingin sekaligus menjadi teman yang bisa membantu kamu mencari jawaban mengenai kematian kamu. Aku tidak mau kamu terus terkurung di dunia ini tanpa bisa berbuat apapun.”

“Tristan, terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan kamu,” ucap Windy sambil mengucapkan syukur. Ia tidak menyangka bahwa Tristan mau sampai menyusahkan dirinya sendiri hanya demi menemani seorang hantu yang sebenarnya sudah tidak berdampak pada dunia. Windy kemudian setuju dengan ajakan Tristan untuk mencoba kembali menjelajahi dunia yang sebenarnya Windy sudah tinggalkan.

*****

Tristan kemudian mengajak Windy untuk berjalan-jalan. Dengan tuntunan Tristan, Windy memulai kembali perjalanannya menjelajah kota Jakarta. Tristan tidak lupa menggunakan earphone bluetooth-nya iut agar orang-orang yang melihat Tristan menganggap Tristan sedang berbicara melalui sambungan telepon.

Tristan membawa Windy ke beberapa tempat yang menurut Tristan cukup menarik. Windy sendiri hanya bisa melongo kagum karena Jakarta sudah terlihat berbeda jika dibandingkan saat Windy hidup. Misalkan saja, di daerah Sarinah, Jakarta. Jika dulu Windy masih melihat ada patung McDonald’s besar di samping gedung Sarinah, kini sudah tidak ada. Lalu, kemewahan-kemewahan yang ada di kota Jakarta terlihat jauh lebih keren jika dibandingkan masa ketika Windy masih hidup dahulu.

Meskipun Tristan berhasil membawa Windy berjalan-jalan, tapi Tristan masih merasa ada hal yang kurang. Tristan merasa ada yang tetap aneh jika ia pergi berjalan-jalan dengan Windy, sekalipun dirinya sudah menggunakan earphone untuk menipu orang-orang yang melihatnya.

“Hmm, tetap aneh rasanya kalo gua sendirian ngejelasin tentang suatu tempat sekalipun pake earphone. Feel-nya mengerikan,” gumam Tristan saat mengingat kembali bagaimana tadi mengenai acara jalan-jalannya dengan Windy. Ia merasa aneh karena menurut Tristan, tidak akan ada orang yang mau menjelaskan suatu objek wisata hanya melalui telepon. Lebih terlihat seperti sedang berbicara sendiri. Sesaat, Tristan menjentikkan jarinya. Ia mendapatkan ide baru untuk mengatasi masalah ini.

*****

“Jadi lo ke sini cuma mau ngerepotin gua lagi?”

Kevin masih tidak percaya setelah mendengarkan penjelasan Tristan mengenai ide barunya ini. Sepertinya temannya yang satu ini doyan sekali mengeluarkan ide-ide briliannya.

“Kan sesekali doang. Kevin sayang, mau ya. Kan gua udah ngajarin lo nih di beberapa matkul. Kemaren kimia kuantum lo bisa dapet A kan karena gua juga. Belom lagi kimia organik 1 sama 2, berkat siapa dulu dong lo bisa double A di sana,” kekeh Tristan mencoba mengingatkan kembali kebaikannya di masa lampau.

“Tuhan tidak akan senang melihat hamba-Nya begitu perhitungan setelah membantu hamba-Nya yang lain,” sindir Kevin menggunakan ilmu agama yang ia ketahui. Sedikit tidak yakin juga karena Kevin merasa belum menemukan ayat yang menjelaskan mengenai kasusnya yang ini.

“Tapi Tuhan senang melihat hamba-Nya yang akur dan mau saling menolong. Ingat, kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri,” balas Tristan kembali tidak mau kalah.

Skak mat.

Kevin ingat betul mengenai ayat alkitab yang baru saja Tristan kutip. Sebagai sesama manusia, alangkah baiknya jika saling mengasihi, seperti kalau engkau sedang mengasihi dirimu sendiri. Jangan sampai membeda-bedakan setiap manusia yang ingin ditolong, karena pada dasarnya, semua manusia itu sama. Karena itu, jika engkau ingin mengasihi orang lain, kasihilah dia seperti engkau sedang ingin mengasihi dirimu sendiri.

“Tapi kalo gua gamau mengasihani lo?”

Lihat selengkapnya