“Kamu ingat? Bagaimana ceritanya?”
Tristan sedikit terkejut saat Windy mengatakan bahwa ia sudah bisa mengingat kembali apa yang terjadi pada dirinya. Padahal sebelum-sebelumnya, Windy hampir tidak bisa mengingat apa yang terjadi pada Windy hingga ia meninggal. Hanya beberapa potongan ingatan saja yang Windy bisa ingat, sisanya menghilang dan telah terlupakan.
“Aku sedang berjalan melintas di rumah ini. Semua terasa seperti kembali ke masa lalu. Sampai ketika aku sampai di sini, aku merasakan aura yang begitu kuat hadir dalam kepala aku. Lalu, tidak lama setelah itu, hadir kilatan-kilatan ingatan yang muncul. Kepala aku begitu sakit saat melihat peristiwa itu hadir,” ucap Windy sambil menunjuk salah satu sisi dinding ketika dirinya memperoleh gelombang ingatan yang kuat.
Tristan menoleh ke arah dinding yang ditunjuk oleh Windy dengan sedikit bingung. “Tapi, ini kan cuma lemari doang?” gumam Tristan saat menatap tempat di mana Windy menangis kembali saat menatap dinding yang sedang dilihat Tristan.
“Aku rasa ada sesuatu di balik lemari ini dan membuat aku menjadi flashback.”
“Kalo gitu, aku coba geser dulu deh,” ucap Tristan sambil berusaha menggeser lemari yang berada di dinding itu. Sayangnya, lemari itu cukup berat sehingga Tristan kesulitan untuk menggesernya sendirian.
Kevin yang mendengar suara ribut dari arah dalam rumah Tristan kemudian langsung pergi menghampiri mereka. Kevin melihat Tristan sedang sibuk menggeser lemari. Tidak tahu apa yang sedang terjadi, Kevin akhirnya memutuskan untuk bertanya. “Ada apaan sih? Kok lo jadi ribet-ribet geser lemari?” tanyanya.
“Windy udah mulai ingat apa yang terjadi di masa lalunya itu. Dan Windy bilang kalo ingatan dia begitu kuat saat berada di sini,” jawab Tristan sambil memandang lemari yang berusaha ia geser. Masih penasaran dengan apa yang ada di balik lemari itu.
Kevin yang kebetulan sudah ada di lemari dekat Tristan kemudian membantu Tristan untuk menggeser lemari itu. Lemari itu cukup berat, sehingga dua laki-laki ini cukup kesulitan untuk memindahkan lemari itu. Setelah berusaha dengan cukup kuat, lemari itu akhirnya bisa bergeser.
“Ada pintunya!” seru Tristan kaget saat melihat ada sebuah pintu rahasia yang tersembunyi di belakang lemari rumahnya.
“Ruang apaan nih? Kok gua baru tau?” tanya Kevin saat ia melihat ada ruangan yang tersembunyi. Kevin juga ikut terkejut saat mengetahui rumah sahabatnya yang sudah beberapa kali ia datangi ternyata masih ada ruangan rahasia lainnya.
“Gua juga gak tahu. Gua udah tinggal lama di sini, tapi baru tau ada ruangan lagi dibelakang tembok ini,” jawab Tristan saat mengamati kembali ruangan yang baru saja mereka temukan. Ruangan rahasia ini biasanya tertutup oleh lemari besar, sehingga setiap orang yang melewati lemari ini tentunya tidak akan menyadari akan ada ruangan lainnya.
Windy kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu itu. Tangannya meraba kembali pintu tersebut. Ingatannya terasa semakin kuat saat ia memegang pintu itu. Hasilnya, Windy kembali jatuh terduduk kembali karena tidak kuat menahan arus ingatannya itu. Tidak lama setelah itu, Windy duduk meringkuk di pinggir pintu itu sambil menundukkan wajahnya.
“Apa yang kamu rasakan, Windy? Kamu mau bercerita?” tanya Tristan sedikit panik saat melihat reaksi Windy yang menurutnya cukup mengerikan. Kevin melihat Tristan yang panik juga menjadi tidak karuan karena Kevin tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Windy.
Air mata Windy perlahan mengalir saat mengingat bagaimana ia mengingat satu persatu peristiwa yang sudah terjadi. Semua terasa begitu nyata di kepalanya. Windy teringat bagaimana ia sibuk dalam mengikuti kegiatan perkuliahan, bagaimana aktivitas kampusnya saat sedang tidak ada kelas, hingga saat ketika Windy mengerjakan skripsi dan terjadi kecelakaan di laboratorium.
Tristan kemudian bertanya kembali kepada Windy. “Apakah dari beberapa ingatan kamu yang muncul ini, kamu bisa ingat bagaimana ceritanya kamu dari awal kecelakaan di laboratorium sampai bisa meninggal?”
Windy menganggukkan kepalanya. “Tapi, aku hanya bisa mengingat sebagian kejadiannya saja. Aku tidak bisa mengingat bagaimana persisnya, karena kepala dan dadaku begitu sakit setiap ingatan itu hadir. Jadi aku berusaha untuk tidak mau mengingatnya,” isak Windy sambil menutup wajahnya.
Tristan menjadi sedikit iba dengan Windy. Tristan merasa bahwa Windy pasti sudah menghadapi masa-masa berat dalam hidupnya hingga akhirnya meninggal. Karena itu, Windy jadi ingin menolak mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya itu. “Kamu bisa cerita ke aku, Windy. Apa yang kamu ingat saja. Tidak perlu memaksakan diri kamu, aku bisa memahami kondisi kamu kok,” ujar Tristan berusaha untuk menenangkan Windy. Takut gadis di depannya ini menjadi kalap jika terus memaksa untuk mengingat kenangan yang buruk.
Tapi, Windy seperti hendak menembus batas dari dirinya. Meskipun kepalanya sudha terasa sangat sakit, Windy masih terus berusaha mengingat apa yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Beberapa kilatan ingatan mulai muncul di kepalanya.
“Aku baru teringat kalo aku begitu jarang untuk bisa mengikuti beberapa aktivitas seperti anak-anak lainnya. Aku tidak begitu merasakan sukacita natal, melewati tahun baru begitu saja, jarang bepergian. Dan semua itu kini bisa aku rasakan berkat kamu, Tristan. Karena kamu mau membawa aku, akhirnya aku bisa merasakan hal-hal yang selama ini tidak pernah aku rasakan,”
Tristan hanya bisa ternganga kaget. Tidak menyangka bahwa apa yang ia lakukan selama ini, yang niatnya hanya ingin menghibur Windy, ternyata bisa membuat Windy merasakan betapa indahnya kegiatan yang pernah ia alami. Hal rutinitas yang menurut Tristan biasa saja namun menjadi istimewa bagi orang lain.
Kini, Windy mulai mengingat apa yang terjadi setelah dirinya kecelakaan di laboratorium. “Aku ingat. Saat itu, kakak aku mengantarkan aku pulang. Aku belum bisa mengingat namanya untuk saat ini. Setelah itu, aku beristirahat di kamar. Kemudian, kakak aku membawa makanan. Setelah membawa makanan itu, tidak lama kemudian, aku mulai collapse, terus akhirnya…meninggal.”
Rangkaian peristiwa yang dijelaskan Windy membuat Tristan menjadi berpikir ulang. Terasa sedikit aneh karena tidak natural, pikirnya. Tristan merasa seperti ada yang terjadi di makanan Windy. Reaksi dari setelah Windy memakan makanannya dengan waktu kematiannya menurut Tristan cukup singkat. Namun, Tristan belum berani memastikan apa yang sebenarnya terjadi karena Windy yang mengalaminya pun tidak begitu ingat.
“Yah, pintunya kekunci,” seru Kevin sedikit kecewa. Niatnya ingin mencoba masuk duluan ke ruangan itu, tapi ternyata ruangan yang diharapkan malah terkunci.
“Nanti gua coba tanya ke papa deh kalo dia udah pulang dari luar negeri. Kan gak mungkin di-dobrak juga,” sahut Tristan juga penasaran terhadap ruangan itu.
“Terima kasih, Tristan.”