YOUR EYES

Novi Assyadiyah
Chapter #10

BIRENDRA: PELAKU

Hari yang ditunggu pun tiba. Suasana di kampus Elena, khususnya di jurusan film dan televisi nampak ramai. Semuanya dengan kompak memakai baju jurusan berwarna navy untuk menunjukan kebanggan mereka akan jurusan yang mereka cintai. Tulisan acara ‘Workshop Pitching Film’ bersama pengusaha muda sukses terpampang di beberapa standing banner. 

Aku sebagai tamu undangan ditemani Tomi yang tentunya tidak akan ikut menjadi pembicara disambut hangat oleh para panitia. Elena yang berada di dekatku pun mengatakan bahwa jumlah orang yang akan hadir berkisar 200 orang lebih. Mendengar itu membuat Tomi meminta Elena untuk mengatur tempat duduk bagi panitia di area depan. 

Tomi meminta Elena melakukan hal itu untuk mempersempit tersangka agar mempermudah aku untuk mencari pelaku. Tomi yakin bahwa pelaku tidak lain dan tidak bukan adalah sesama panitia juga yang mengetahui baik dan buruknya acara yang akan diadakan.

Tiga puluh menit kemudian, acara pun dimulai. Suara tepuk tangan yang meriah mulai terdengar saat pembawa acara memasuki aula gedung. Pembawa acara itu kemudian membacakan jenjang karir ku yang aku pikir membutuhkan waktu selama dua menit. Selama dua menit itu pula lah aku yang berada di luar pintu memanfaatkan waktu untuk memulai membaca ingatan orang-orang yang bisa aku lihat di baris depan yang memakai tanda pengenal dari divisi mana mereka berada. 

Aku berhasil membaca lima ingatan orang sebelum aku dipanggil dari total dua puluh lima panitia yang ada dan ketika jeda saat aku selesai menjelaskan mengenai apa itu pitching film, aku berhasil membaca ingatan tujuh orang saat menunggu pembawa acara mengumpulkan beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepadaku atas rasa penasarannya dengan dunia pitching film.

Namun dari dua belas orang yang sudah aku baca, aku belum menemukan ingatan yang ingin aku cari dan pada saat sesi tanya jawab kedua di mulai, entah kenapa aku menjadi terburu-buru hingga dengan cepat membaca tiga belas orang sisanya. Pada saat aku berhasil membaca di orang kedua belas, aku mendadak merasakan pusing dan mual. Mungkin ini adalah efek dari membaca banyak kilasan ingatan orang secara bersamaan dan bagaimana otakku yang tak sanggup menerima berbagai informasi mereka semua. 

“Gimana? Sudah dapat, Kak?” kata Elena yang menghampiriku ketika acara selesai. 

“Belum, El. Aku belum nemu ingatan yang pengen aku cari,” kataku sambil memijat keningku yang masih terasa pusing. 

“Dari semua panitia? Gak ada satu pun? Bukannya Elena bilang semua panitia sudah duduk di area depan? Benar kan, Elena?” tanya Tomi kepada Elena yang kini mulai gelisah.

“Be-benar. Aku sudah menuruti permintaan Kak Tomi. Tunggu, Kak Ren baik-baik saja?” ucap Elena dengan nada khawatir saat melihat wajahku yang sudah pucat sambil menempelkan salah satu lengannya ke keningku.

“A-aku baik-baik saja. Jangan khawatir!” jawabku bohong sambil mencoba mempertahankan tubuhku agar tidak ambruk.

“Beneran?” tanya Tomi yang kini ikut khawatir karena baru sadar kondisiku.

“Ini Kak Ren keringat dingin. Aku takut Kak Ren sakit lagi. Mending sekarang kita pulang, acara juga sudah selesai, biar nanti aku dan Kak Tomi saja yang cari pelakunya.” 

“Aku gak apa-apa. Biar aku selesaikan ini! Ada satu yang belum sempat aku baca,” kataku sambil tak kuat menahan rasa mual dan langsung memuntahkannya di hadapan Tomi hingga mengenai sepatunya.

Oh damn! Beneran kata Elena mending pulang aja,” ucap Tomi yang melihat sepatunya dengan jijik dan ikut mual. Elena yang melihat itu langsung berlari mengambil teh hangat untuk aku minum.

So-sorry, Tom!” kataku kepada Tomi dengan lemas.

Kini penglihatanku memang agak kabur, tetapi aku ingin mencoba bertahan. Satu orang lagi. Jika aku berhasil membaca dan menemukan apa yang ingin aku temukan, maka aku akan mendengarkan permintaan Elena dan Tomi untuk pulang.

“Elena, bisa kamu tahan satu orang yang belum aku baca itu? Aku gak tahu namanya siapa, tapi yang jelas tadi rambut dia pendek,” lanjutku yang kini melihat ke arah Elena.

Elena langsung mengambil handphone di saku celananya kemudian membuka galeri, lalu menunjukan sebuah foto semua panitia yang terlibat dan memintaku memilih mana orang tersebut karena dari ciri-ciri yang aku jelaskan tidak cukup. Ketika aku menunjuk orang tersebut setelah memperbesar gambar di galeri Elena, tiba-tiba orang itu lewat dari kejauhan. Aku pun menunjuk orang itu dan dengan cepat membaca ingatannya ketika kami bertatapan dengan sisa tenagaku.

“Dapat!” kataku dengan tersenyum lemas.

Pada saat bertatapan dengan orang yang diketahui bernama Dodi, aku bisa melihat ketika Dodi memanipulasi bukti transaksi akibat perbuatannya yang diam-diam mengambil uang tanpa sepengetahuan Elena dan Ines. Lalu, ketika laporan keuangan yang telah dibuat Elena berada di tangan Ines, Dodi diam-diam menukarkan dengan miliknya yang sudah disesuaikan. Aku juga melihat Dodi berada di studio film saat Elena dituduh sebagai pelaku, tetapi ia hanya diam memantau dari kejauhan.

Lihat selengkapnya