YOUR EYES

Novi Assyadiyah
Chapter #14

BIRENDRA: SEBUAH KEJUTAN PART 1

Pada zaman dahulu kala tersebarlah sebuah kisah di antara rakyat jelata dari para pendongeng. Konon, seorang Dewa dijatuhi hukuman oleh Sang Pencipta. Ia diturunkan ke bumi, bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai manusia biasa. Hukuman itu sederhana, tetapi berat. Ia harus membantu manusia, tak peduli betapa sulitnya, hingga jumlah yang telah ditetapkan terpenuhi.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi, Dewa itu hampir saja kehilangan nyawanya—ditinggalkan di tengah hutan yang gelap dan dengan tubuh fana. Namun, ia diselamatkan oleh rakyat biasa, seorang pemuda dengan mata yang memancarkan keberanian meski pakaiannya compang-camping. Sebagai tanda terima kasih, Dewa itu memberi sebuah keris, yang terbentuk dari kekuatannya ketika kekuatannya sudah kembali kepada tubuh fananya. Kilauan logamnya memancar tajam seperti bara api, dan ketika ia menyerahkannya kepada pemuda itu, keris tersebut terasa hangat seperti bola cahaya.

“Gunakan ini untuk melindungi dirimu,” ujar Sang Dewa, suaranya berat, tetapi lembut. 

Keris itu mengubah nasib pemuda itu. Setiap ancaman yang datang—perampok, prajurit kerajaan, bahkan binatang buas—selalu dapat ia kalahkan. Desas-desus tentang pemuda yang tak terkalahkan itu segera menyebar ke seluruh penjuru negeri. Hingga akhirnya, Raja mendengar cerita mengenai pemuda itu dan memanggilnya ke istana.

“Bergabunglah dengan pasukanku,” kata Raja sambil tersenyum. “Kerajaan ini membutuhkan prajurit seperti dirimu.”

Awalnya, pemuda itu hanya ingin melindungi diri. Namun, pujian Raja dan rasa hormat dari para prajurit lainnya membuat ambisinya tumbuh. Keris itu membawanya dari rakyat biasa menjadi pemimpin perang yang kejam. Setiap musuh yang menghadang tak hanya kalah, tetapi dibantai tanpa ampun.

Singkat cerita, pemuda itu jatuh hati kepada putri Raja. Sang Raja, yang mengetahui hal itu, menyambutnya dengan senang hati karena merasa bahwa putri satu-satunya akan menikah dengan sosok hebat yang telah membantu kemenangan kerajaannya. Pernikahan mereka menjadi perayaan megah yang dihadiri oleh seluruh rakyat kerajaan. Namun, di balik senyumannya, pemuda itu menyimpan rencana jahat. Ia tidak puas hanya menjadi menantu Raja—ia menginginkan takhta. Suatu malam, sang Raja ditemukan tewas dengan luka menganga di dadanya.

Berita kematian Raja mengguncang seluruh negeri. Seluruh rakyat menangis, tak rela kehilangan satu-satunya Raja yang mereka percaya selalu memberikan rasa aman. Namun, tidak demikian bagi pemuda itu; takhta kini menjadi miliknya. Saat ia mencapai semua ambisinya dengan mengenakan mahkota Raja, Sang Dewa pun muncul dengan murka.

“Kalau kamu masih mau hidup, perbaiki dirimu. Aku memberikan keris ini bukan untuk disalahgunakan. Aku sangat kecewa karena manusia begitu cepat berubah,” kata Sang Dewa dengan suara yang tenang, tetapi tajam seperti bilah keris itu sendiri.

Pemuda itu menggertakan gigi. “Kembalikan keris itu!” teriaknya dengan sorot mata tajam. “Keris itu milikku!”

“Mulai sekarang, keris ini bukan milik siapapun. Keris ini akan mencari orang yang pantas memilikinya dan bukan kamu.”

“Aku akan mencarimu dan membunuhmu!” ancamnya.

“Hanya pemilik asli yang bisa membunuhku,” ucap Sang Dewa dengan lantang dan tenang.

Akibat perkataannya, pemuda itu semakin murka dan berlari mendekat dengan cepat. Ia menyerang Dewa—yang telah menjadi manusia—dengan kemampuan bela dirinya. Setelah berhasil merebut kembali keris itu dari tangan Sang Dewa, ia menusukkannya. Menyadari bahwa ia berhasil melukai, pemuda itu tertawa bahagia. Namun, ia tidak mengetahui siapa yang sedang dihadapinya. Walau tubuh Dewa itu telah menjadi tubuh manusia, ia masih memiliki kemampuan untuk memulihkan luka dengan cepat. Dewa itu pun merebut kembali keris dari tangan pemuda tersebut dan menghilang secepat kilat, menggunakan sisa kekuatannya untuk menghindari para prajurit kerajaan.

Pemuda itu pun merasa kehilangan separuh hidupnya karena keris tersebut, lalu melampiaskan kekejamannya kepada rakyat dan istrinya. Kerajaan yang telah ia kuasai pun berubah menjadi kerajaan paling kejam, hingga tak ada satu pun musuh yang berani mendekat. Pemuda biasa yang telah menjadi raja itu tak segan-segan memerintahkan bawahannya untuk mencari seluruh pengrajin besi atau empu yang dianggap telah merebut kerisnya. Jika bawahannya gagal membawa hasil, maka ia akan membunuhnya. Pemuda itu menelantarkan rakyat demi mengejar sesuatu yang sebenarnya bukan lagi miliknya di masa pemerintahannya.

Bersambung… 


Aku menggebrak meja sambil mengerutkan dahi, hampir mengenai laptop milik Paman yang ada di hadapanku.

“Bersambung? Damn! Aku sudah serius membacanya. Kupikir file yang kubuka ini adalah draft cerita baru Paman yang sudah selesai,” kataku, yang duduk di meja makan dekat ruang tengah, tempat kami biasa menghabiskan waktu menonton hiburan di televisi.

Aku melirik ke arah nama file, tetapi sesaat kemudian menyipitkan mata karena nama file yang terbuka di aplikasi Microsoft Word hanya terlihat sebagian, yaitu kalimat ‘Draft Final Fix Banget….’. Sontak, aku langsung membuka File Explorer dan mencari nama file itu. Ternyata, nama lengkap file itu adalah: ‘Draft Final Fix Banget Tapi Masih Rencana’. Aku mendengus kesal dan menoleh ke arah Paman, yang sedang duduk santai sambil asyik menonton tayangan komedi di televisi, ditemani beberapa camilan.

“Paman…, bisa nggak kalau ngasih nama tuh yang singkat-singkat aja? Nggak usah panjang gini! Kayak misalnya, ‘Draft on going’ atau ‘Draft 1,2,3’,” gerutuku.

Paman menjawab dengan senyuman singkat. “Sengaja dikasih nama gitu. Biar jadi penyemangat kalau rencana cerita yang Paman buat akan menuju ke Draft Final,” jelas Paman, yang masih serius menatap layar televisi. 

Aku menggelengkan kepala pelan. “Terserah Paman, deh!” jawabku melihat Paman dengan masam. “Oh, iya, ngomong-ngomong, cerita ini terinspirasi dari cerita yang sering aku ceritain ke Paman lagi, ya? Kok rakyat biasanya atau pemuda di sini kejam?” Aku bertanya dengan nada tak terima.

Kali ini, Paman menoleh ke arahku sambil menaikkan salah satu alisnya. “Memangnya harus sama ya ceritanya sama kisah kamu? Kan nggak semua kisah tragis itu milik kamu. Semua orang merasakan, begitu pun dengan karakter yang Paman buat.” Paman menyunggingkan senyumnya sambil memakan kacang yang ada di toples.

“Iya sih, tapi kenapa Empunya diceritain Dewa dan dibuat jadi manusia?”

“Ya emang gitu kenyataannya.”

“Jawaban apa yang aku harapkan sebenarnya dari Paman. Selalu terkesan asal dan nggak serius,” kataku dengan nada sedikit kesal.

Padahal, aku adalah penggemar nomor satu cerita Paman. Karya-karya yang dibuatnya selalu menemaniku ketika aku merasa bosan dengan kehidupan dunia nyata yang sedang aku jalani. Sebetulnya, cerita-cerita yang ditulis Paman kebanyakan terinspirasi dari apa yang aku ceritakan kepadanya. Selalu ada satu atau dua kisahku yang bisa Paman kembangkan menjadi satu kesatuan cerita yang utuh, dengan format atau dunia baru yang menarik. Termasuk karya Paman yang berjudul ‘Wanita yang Bereinkarnasi’. Meskipun pada karya yang satu ini, aku sangat tidak menyukai akhir kisahnya.

Lihat selengkapnya