YOUR EYES

Novi Assyadiyah
Chapter #19

BIRENDRA: KEMAMPUAN BARU

Selama perjalanan menuju rumahnya, Elena menangis terus menerus hingga akhirnya tertidur pulas di dalam mobilku. Rasa terkejutnya atas berita yang baru ia ketahui mengenai Gio sebagai pelaku sebenarnya dari kecelakaan mobil dua tahun lalu yang menimpanya membuat Elena kelelahan. Aku pun tidak tega membangunkannya saat mobil yang kukemudikan sudah sampai di kediamannya.

Aku memutuskan untuk menunggu Elena bangun dan mengganti posisiku dengan melihat ke arahnya hingga kami saling berhadapan. Kuseka air mata pada pipi Elena yang masih mengalir dalam tidurnya itu, lalu kuperhatikan Elena dengan seksama. Meskipun habis menangis, keindahan wajahnya masih bersinar, memancarkan pesona yang tak terbantahkan. Aku pun tak bisa menahan senyum kecil lalu terus menatap kecantikan wajahnya.

“Maaf, Elena. Aku gak maksud buat kamu nangis, padahal aku sudah janji bakal buat kamu bahagia,” ucapku yang terus menatap wajah Elena.

“Meskipun begitu, aku lega akhirnya bisa membuktikan siapa pelaku kecelakaan mobil dua tahun lalu dan kenapa aku memintamu untuk menjauhi Gio selama ini,” jelasku kepada Elena yang masih tertidur.

“Aku janji akan menebus kesalahanku karena tidak datang menemanimu nonton di bioskop waktu kamu ulang tahun,” kataku sambil mengusap pipi Elena dengan tersenyum.

Perjuanganku selama beberapa hari untuk mencari bukti agar Elena bisa tahu siapa Gio sebenarnya membuatku senang karena usahaku tidak sia-sia. Meskipun aku telah membuat Elena marah kepadaku karena aku tidak hadir menemani Elena menonton di pemutaran perdana film Ibu, waktu itu aku harus segera bergegas pergi ke kediaman mantan polisi yang alamatnya aku dapatkan dari detektif swasta yang aku sewa. 

Aku bergegas ke sana karena mendapat informasi bahwa mantan polisi itu akan berlibur bersama keluarganya selama beberapa minggu ke luar negeri. Aku tidak boleh kehilangan kesempatan ini agar bisa segera menjauhkan Elena dan Gio, terutama setelah mengetahui bahwa Gio adalah reinkarnasi dari Raja yang membunuh keluarga Sagara, Sagara, dan Adhira.

Mantan polisi yang sudah pensiun itu bernama Pak Yoyo. Pak Yoyo kini menghabiskan waktu bersama keluarganya di kediamannya di Kota Bekasi. Ia berhasil bersembunyi dan meminta rekan-rekannya untuk tidak memberikan alamat rumahnya jika ada orang asing atau seseorang yang mengaku mengenalnya, dengan alasan bahwa orang tersebut adalah keluarga dari para pelaku yang berhasil Pak Yoyo tangkap dan ingin membalaskan dendam atas penangkapan yang dilakukan Pak Yoyo sewaktu menjadi polisi. Namun, mau bagaimana pun ia bersembunyi dan meminta rekan-rekannya untuk tidak mengungkapkannya, pasti suatu saat akan terungkap juga. Seperti saat detektif swasta yang aku sewa menyamar menjadi konglomerat dan menyogok salah satu rekannya dengan uang milikku.

“Saya tidak menerima suap seperti yang kamu tuduhkan!” ucap Pak Yoyo di kediamannya, yang ternyata tidak jadi ikut pemberangkatan hari ini ke luar negeri dengan keluarganya. 

Aku menduga ia membatalkan dan membuat jadwal ulang penerbangannya ketika dihubungi oleh Gio, yang aku lihat datang ke kediaman Pak Yoyo sebelum aku dan memberinya sejumlah uang. Aku bisa tahu karena tepat saat aku sampai di kediaman Pak Yoyo, Gio sedang berdiri di depan rumah Pak Yoyo untuk pamit dan memberikan segepok uang tanpa berusaha menyembunyikannya karena suasana saat itu memang sedang sepi. Melihat usahanya itu, sepertinya Gio sudah tahu apa yang aku lakukan dan berusaha menutup kesalahannya sebelum aku menemui orang-orang yang dulu di suapnya.

“Kalau Bapak terus tidak mau mengakuinya, saya akan mengungkapkan beberapa bukti kasus suap yang pernah Bapak terima. Bapak tahu kan seberapa berpengaruhnya keluarga saya dalam menarik perhatian publik?” kataku sambil menatap ponselku dan pura-pura men-scroll layar.

“Bukti transaksi saat Bapak menerima suap dari salah satu bandar narkoba yang meminta Bapak untuk tidak melakukan razia, bukti transaksi saat Bapak menerima suap dari orang yang ketahuan mencuri, bukti suap dari politikus yang terjerat narkoba, dan masih banyak bukti transaksi lainnya yang saya ketahui ketika Bapak memanipulasi bukti. Bapak kira, saya tidak punya itu?” lanjutku dengan menyunggingkan senyum kepada Pak Yoyo.

“Pak Ren sedang menceritakan sebuah cerita fiktif? Kalau Pak Ren terus menuduh saya seperti ini, saya akan laporkan Pak Ren atas tuduhan palsu dan pencemaran nama baik. Saya tidak takut kalau Pak Ren menyebarkannya ke publik karena saya tidak bersalah,” jelas Pak Yoyo yang masih teguh dengan pendiriannya.

“Terus saja mengelak, kalau koruptor mengaku dengan mudah maka penjara kelas satu akan penuh di negeri ini. Jadi, Bapak tidak masalah kalau saya menyebarkan berita ini ke publik dan membuat keluarga Bapak yang menghormati Bapak tahu tentang kelakuan Bapak?” kataku dengan percaya diri yang mengetahui ini semua dari detektif swasta yang menyelidiki bahwa Pak Yoyo pernah mendapat suap dari kasus-kasus tersebut.

Namun, para detektif swasta itu tidak bisa membuktikannya karena Pak Yoyo menyimpan bukti-bukti itu dengan sangat aman. Ketika aku bertemu dengan Pak Yoyo pada saat kedatangan tadi, aku langsung mengeceknya dengan membaca kilasan ingatannya dan apa yang dikatakan detektif swasta mengenai Pak Yoyo menerima banyak suap adalah benar. 

“Saya juga memiliki bukti foto pelaku yang baru saja datang ke rumah Bapak untuk memastikan Bapak tetap bungkam,” kataku lagi untuk membuat Pak Yoyo percaya bahwa aku tidak berbohong dan memiliki bukti tersebut.

Aku menunjukan foto yang baru saja aku ambil saat Gio menemui Pak Yoyo yang tertawa bahagia saat mendapatkan uang itu. Pak Yoyo yang melihat itu berusaha mengambil ponselku, tetapi aku bergerak cepat dan berhasil mengamankan ponsel milikku sehingga Pak Yoyo gagal mengambilnya.

“Sampai kapan Bapak mau bertindak seperti ini dan berbohong terus?” kataku dengan berteriak kepada Pak Yoyo.

Pak Yoyo menghela napas dan duduk kembali. Selanjutnya, ia terlihat termenung beberapa saat dan melihat ke arahku. “B-baiklah, saya mengakui kalau saya pernah memalsukan bukti. Lalu, apa yang harus saya lakukan? Meminta maaf kepada para korban, tapi bagaimana saya meminta maaf kepada korban yang lainnya karena saya gak tau dia di—,” ucapnya yang langsung terkejut karena ia mengungkapkan fakta lain yang tidak aku ketahui dan belum pernah aku lihat dalam kilasan ingatan Gio sama sekali karena yang aku ketahui Gio hanya menabrak Elena.

“Ada korban lainnya? Siapa?” kataku yang sama terkejutnya sambil menyelidiki.

“E-eee, saya tidak tahu karena tidak ada rekaman CCTV di jalanan dari korban lain ketika saya kembali ke lokasi untuk mengambil bukti. Kali ini saya berkata jujur!” kata Pak Yoyo dengan gugup yang membuatku menatap Pak Yoyo lagi untuk menelusuri ingatannya.

Namun, apa yang dikatakan Pak Yoyo kali ini benar. Saat aku mencoba membaca ingatannya, sebuah kilasan yang terlihat seperti kaset rusak menghalangiku ketika menelusuri ingatan Pak Yoyo yang mencoba mencari kamera CCTV di jalanan yang terjadi di lokasi tabrakan kedua. Aku mencoba fokus melihat ke arah langit dan terus mempertajam penglihatanku ke satu titik yang aku duga sebagai letak kamera CCTV dipasang dan ketika penglihatanku itu sedikit demi sedikit tergambar dengan jelas, aku tidak melihat kamera CCTV itu. Aku juga berusaha mencari korban selanjutnya, tetapi Pak Yoyo belum menemuinya karena korban kedua seperti hilang saat Pak Yoyo menghampiri lokasi kecelakaan.

“Bapak gak berusaha cari korban kedua?” kataku dengan memelototinya karena geram.

“W-waktu itu saya sudah mencoba menelusurinya, tapi hasilnya nihil dan memutuskan untuk menghapus kasus kedua agar tidak menjadi catatan hitam karir saya. M-meskipun begitu, saya berani bersumpah kalau saya benar-benar mencarinya,” ucapnya merasa bersalah.

“Walaupun Bapak menemukannya, pasti Bapak akan menutupinya juga pada akhirnya. Tidak usah berdalih menjadi polisi yang baik dan benar,” kataku dengan ketus dan berharap korban kedua dari kecelakaan mobil dua tahun yang lalu bisa selamat dan hidup dengan tenang dengan mencoba menjalankan hidupnya kembali tanpa melaporkan apa yang terjadi kepada pihak kepolisian.

“Dan rasanya meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan itu harus. Oh, saya juga ingin rekaman CCTV di jalanan yang merekam kejadian tabrakan yang terjadi kepada Elena. Bapak memilikinya kan kalau yang ini?” lanjutku dengan mengintimidasi.

“B-bukti itu sudah saya hapus.”

“Saya tidak percaya!” kataku yang mengetahui dari kilasan ingatan Pak Yoyo bahwa ia masih menyimpan bukti rekaman jalanan di kecelakaan Elena terjadi.

“Saya akan memberikan Bapak waktu untuk mencarinya karena takut Bapak lupa. Selama empat hari ke depan Bapak masih belum mengirimi saya bukti itu, saya akan menyebarkan berita ini ke publik!” Ancamku sambil berdiri dari kursi dan pamit pergi keluar karena saat itu aku harus segera bertemu dengan Elena yang aku biarkan menonton dengan Irene. Namun, saat aku menemuinya, hal yang tidak aku duga terjadi dan aku tidak bertemu dengan Elena sejak saat itu.

Lima hari kemudian, pada siang hari menuju sore, Pak Yoyo yang khawatir citra sebagai mantan polisi baiknya hancur, mengirimkan rekaman CCTV itu dan meminta maaf lewat pesan teks karena telat mengirim rekaman CCTV kecelakaan mobil dua tahun yang lalu. Aku yang mencoba mengeceknya masih terkejut ketika memutar video rekaman itu dan karena lelah belum tertidur sama sekali karena pekerjaan yang menumpuk, membuat mataku perlahan menutup hingga tak sadar akan kedatangan Elena dan membuatnya melihat sendiri rekaman video CCTV kecelakaan mobil yang dialaminya saat aku tertidur.

“Kak?” Elena menatapku ketika aku masih menatapnya dan masih belum sadar akan dering teleponku yang terus berbunyi.

“Kak?” tanyanya lagi yang membuatku seketika sadar, lalu aku segera mengganti posisi dudukku mengarah ke depan salah tingkah.

“Telepon Kak Ren terus bunyi,” lanjut Elena.

Lihat selengkapnya