“Selamat atas pernikahannya, putriku!”
Ayah sekaligus Raja Wijaya Dharma mendekati kamar anaknya dan memeluk sang putri yang akan diserahkannya kepada seorang pengawal yang telah dipercayainya karena berhasil memimpin pasukannya memenangkan perang wilayah melawan para musuh. Terlihat sorot mata bahagia yang terpancar pada Raja Wijaya saat mengetahui anaknya akan memiliki kehidupan baru.
“Terima kasih, Ayah!” ucap sang putri sambil membalas pelukan Raja Wijaya, lalu melepaskannya dan menatapnya dengan wajah penuh pertanyaan.
“Ada yang mau kamu tanyakan, putriku?” tanya Raja Wijaya yang menyadari gelagat anaknya itu. Raja Wijaya selalu tahu kapan putrinya memendam sebuah pertanyaan.
“Maaf kalau Adhira lancang, tapi kenapa tiba-tiba Ayah meminta Adhira menikahi orang yang baru masuk ke kerajaan? Kenapa harus dia? Bukankah Ayah dan Ibu selalu mementingkan latar belakang seseorang. Mengingat calon suamiku ini berasal dari kalangan rakyat biasa ….” ucap Adhira terpotong, tak mampu melanjutkan karena takut ayahnya marah atas ucapannya.
“Adhira, putriku tersayang. Saat ini dia bukanlah orang biasa dan Ayah yakin dia bisa melindungimu dimanapun kamu berada. Tolong redakan kekhawatiranmu itu. Ayah paham dan ibumu juga begitu. Semua pilihan kami untuk kebaikanmu dan Ayah harap kamu bisa berbakti kepadanya, Adhira.”
Mendengar penjelasan ayahnya itu, Adhira mengangguk pasrah dan menguatkan hatinya untuk memberikan seluruh hidupnya kepada pilihan yang dibuat oleh ayahnya. Adhira tidak bisa menolak karena permintaan ayahnya adalah perintah Raja yang tidak bisa diganggu gugat. Namun, setelah Adhira menikahi laki-laki pilihan Ayah yang bernama Wira, sebuah tragedi terjadi. Kehangatan yang dirasakan Adhira perlahan hancur ketika Wira membunuh ayahnya menggunakan sebuah keris di depan kedua matanya tanpa ada seorang pun yang tahu.
Adhira yang mencoba mengatakan kebenarannya dibungkam dan diancam akan kehilangan nyawa ibunya. Untuk melindungi itu semua, Adhira akhirnya mengikuti kemauan Wira dan membuatnya menjadi Raja baru pengganti Raja Wijaya.
Sejak saat itu, hidup Adhira tidak lagi sama. Ketika apa yang diinginkan oleh suaminya tidak tercapai, Adhira menjadi pelampiasan amarahnya. Hari-hari yang dilalui Adhira terasa berat dan hatinya terasa seperti medan perang yang terluka, dipenuhi dengan keinginan membalas dendam atas kekejaman suaminya. Suaminya itu telah membunuh ibunya ketika keris miliknya diambil oleh seseorang yang tidak dikenal oleh Adhira.
Pada saat itu, Adhira yang sedang bersama ibunya tidak sengaja melihat pertengkaran antara Wira dan seorang laki-laki yang merebut keris tersebut. Adhira dan ibunya terkejut ketika orang yang sebelumnya ditikam oleh Wira berhasil pulih dengan cepat, lalu kabur bersama keris yang menurut Adhira sakti. Hal ini membuat Adhira berpikir bahwa orang itu bisa membantunya membalaskan dendam.
Namun, keinginan balas dendam Adhira perlahan teralihkan dan segalanya berubah ketika ia bertemu Sagara di Desa Bintang. Saat itu, Adhira menuruti saran dari seorang Empu yang tidak ingin memberikan keris sakti miliknya dan memintanya untuk menolong sesama agar hatinya menjadi tenang. Semakin mengenal Sagara, Adhira menemukan kebaikan yang murni di hatinya. Melihat Sagara menolong tanpa pamrih dan tidak mengharapkan imbalan, Adhira mulai merasakan kedamaian yang sempat hilang.
Perlahan namun pasti, hari-hari yang dihabiskan Adhira bersama Sagara membuat Adhira menaruh hati kepada Sagara. Adhira pun sering mengunjungi Sagara untuk sekadar mengobrol atau membantu teman-temannya yang sedang kesulitan. Namun, kesenangan Adhira tak berlangsung lama karena Raja mengetahui apa yang dilakukan Adhira di belakangnya. Raja kemudian memerintahkan prajurit khusus untuk membunuh keluarga Sagara, sehingga Sagara kehilangan seluruh keluarganya.
Sagara yang tidak mengetahui bahwa Adhira adalah istri dari Raja sangat sedih dan tak terima atas apa yang terjadi kepadanya. Sagara ingin membalas dendam karena mengira Raja melakukan itu karena aksinya yang selalu menentang kebijakan Raja di depan kerajaan.
“Aku pikir, Raja yang selalu membiarkanku lolos karena sering menentang kebijakannya di depan gerbang kerajaan secara langsung, tidak menghukumku karena bentuk kebaikannya. Namun, sebenarnya Raja saat ini benar-benar tidak punya hati nurani! Aku harus balas dendam atas kematian keluargaku yang tidak bersalah dan membuat Raja merasakan apa yang aku rasakan!” ucap Sagara di hadapan Adhira, yang saat itu sedang merasa gelisah sekaligus marah atas apa yang dilakukan Raja kepada orang yang Adhira sayangi.
“Sagara, lebih baik kita pergi ke kota lain. Kita buka lembaran baru bersama-sama. Kamu sudah janji kan akan menemaniku dan akan menyelamatkanku dari suamiku yang kejam itu?” Adhira berusaha membuat Sagara mau menuruti permintaannya karena ia tidak ingin sesuatu terjadi kepada Sagara.
"Tidak perlu khawatir, Adhira! Aku pasti akan bersamamu. Namun, aku ingin membuat Raja menderita agar ia merasakan penderitaan yang aku dan rakyat rasakan dengan membunuh orang yang dicintainya juga. Aku akan membunuh Ratu!" ucap Sagara sambil menatap Adhira dan menggenggam tangannya. Adhira tampak terkejut mendengar hal itu.
“Kamu gila? Nyawamu akan dalam keadaan bahaya jika melakukan hal seperti itu! Kamu benar-benar lebih memilih Raja yang kejam itu daripada lari bersamaku?”
“Tidak seperti itu, Adhira. Aku mohon, mengertilah kepadaku!” ucap Sagara setengah memohon kepada Sagara.
“Yang ada dipikiran kamu selalu keluarga dan teman-temanmu itu. Apa untungnya jika kamu mewakilkan balas dendam untuk mereka? Ternyata tidak ada satu pun ruang untukku. Kamu dengan kata-katamu yang ingin bersamaku itu hanya kepalsuan!”
“Kamu tahu kan keluargaku dibunuh? Teman-temanku selalu menderita karena Raja yang selalu menelantarkan. Bahkan bukan di desaku saja, tapi di desa-desa lainnya. Jadi, kenapa kamu bisa berkata seperti itu?” Sagara menatap Adhira dengan sorot mata penuh kekecewaan karena Adhira tidak mau mendukung apa yang dilakukannya kali ini.
"Tidak, aku sama sekali tidak ingin mengerti masalah ini!" Air mata Adhira turun. Matanya memerah karena marah. Ia tidak bisa menghentikan niat Sagara untuk melawan Raja. Adhira tahu, jika Sagara bertindak tanpa persiapan atau gegabah, ia akan terbunuh dengan cepat.
“Sagara! Aku mohon. Aku hanya tidak ingin membuatmu terluka atau sampai kehilanganmu. Sekarang aku ingin kamu memutuskan, aku atau Raja!” lanjut Adhira dengan nada yang begitu tegas. Namun, terselip harapan Sagara akan memilihnya.
“Adhira, maaf ….”
“Baiklah kalau kamu lebih memilih untuk membalas dendam kepada Raja. Maka dari itu, kita tidak bisa bertemu lagi!” Adhira menyeka air matanya. Dadanya serasa sesak atas perdebatannya dengan Sagara kali ini.
“Aku minta maaf … .”
“Aku pergi!” kata Adhira yang akan melangkah menjauh dengan tatapan pasrah.
Adhira menyadari bahwa tidak ada satupun orang yang benar-benar ada di sisinya. Sagara yang ia cintai, mematahkan harapan Adhira yang sempat berharap bahwa ia akan membawanya pergi keluar dari rasa derita yang selama ini ia alami sebagai istri Raja. Berbagai rencana untuk kabur sudah Adhira susun, seperti kematian pura-puranya agar Raja percaya bahwa istrinya telah tiada. Langkah yang belum jauh dari posisi Sagara berdiri terhenti, Adhira berbalik lagi dan menghampiri Sagara dengan menyerahkan sebuah peta sebagai satu persen peluang untuk mengakhiri semuanya.
“Aku benar-benar tidak ingin kamu terbunuh. Mungkin orang yang dimaksud Empu adalah kamu. Kalau ingin membunuh orang yang dicintai Raja, aku sarankan kamu pergi ke desa Wiralandang. Ada seorang pembuat keris handal yang akan membantumu di sana. Setidaknya, aku harap keris itu adalah milikmu,” ucap Adhira yang kemudian mengambil sebuah peta di tas selendangnya yang selalu ia bawa dan memberikan kepada Sagara.
“Desa ini jarang dilirik sehingga keberadaannya hampir tidak diketahui. Aku tidak ingin kamu membalas dendam dengan gegabah. Pergi dan mintalah keris kepadanya. Dia tidak akan memberikan keris buatannya dengan mudah, tetapi satu yang pasti, semua benda yang ia buat adalah keajaiban untuk pemiliknya dan setelah kamu berhasil mendapatkan keris itu, pergilah ke sebelah gerbang kerajaan secara diam-diam dan temui pengawal yang aku kenal. Ia akan membantumu menyusup ke kerajaan sebagai pengawal menggantikan dirinya. Pengawal itu adalah teman ayahku dan akan aku beritahu ia untuk menunggumu setiap hari sampai kamu datang pada malam hari setelah semua orang tertidur,” lanjut Adhira yang kemudian melangkah menjauh lagi ke arah Sagara.