Beberapa menit aku dan Tomi terdiam, tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan Elena, dan saling menatap seakan memberi kode untuk memberi jawaban kepadanya. Namun, pada akhirnya Tomi bersuara memberanikan diri. Meski jawabannya membuatku kaget hingga membelakan mata kepadanya. Mempertanyakan peringatannya kepadaku untuk tidak memakai bukti gaib.
“Ren punya buktinya,” kata Tomi dengan nada ragu memberitahunya.
“Buktinya? Di mana? Tadi, Ines bilang sama aku kalau bukan dia pelakunya. Dia minta maaf karena ngasih laporan keuangannya kepada Jodi, tapi Ines gak tahu kalau laporan keuangannya itu dimanipulasi dan minta aku buat bujuk Jodi cabut laporannya. Jadi, di mana buktinya? Kalau dia gak bersalah, kita juga harus bantu Ines kan?” tanya Elena yang menatapku dengan khawatir.
“Sayangnya buktinya belum ada,” ucap Tomi lagi membuat Elena mengerutkan keningnya dan membuatku menambah list pertanyaan akan apa yang dilakukan oleh sahabatku ini.
“Hah? Terus gimana Kak Ren bisa tahu kalau Ines gak bersalah?” tanya Elena yang kini menatapku.
Pertanyaan Elena yang sekian kali tetap tidak bisa membuatku mengeluarkan sepatah kata pun. Rasanya, aku ingin membedah otak Tomi agar tahu apa yang akan ia lakukan karena membuatku terpojok tidak bisa menjelaskan.
“Emmm, Elena. Mungkin ini sedikit terdengar tidak logis bagi kamu, tapi ketahuilah kalau Ren ini bisa—” ucap Tomi yang segera kupotong karena akhirnya aku paham apa yang akan dilakukannya.
“Tom!” aku memberi kode kepada Tomi untuk tidak melanjutkan ucapannya untuk membongkar rahasiaku.
“Menurutku Elena perlu tahu, Ren. Biar setidaknya kamu gak dianggap gila dan serahkan sisanya ke Elena mau percaya atau tidak tentang kemampuanmu itu,” lanjut Tomi yang sama sekali tidak berusaha berbisik atau mengecilkan volumenya saat berkata seperti itu kepadaku.
“Kemampuan? Kemampuan apa? Kalau kemampuan ini kayak di film-film superhero atau novel fantasi yang sering kubaca, aku bakal merahasiakannya, tapi ini gak mungkin kan? Kecuali kalau yang mau dikatakan Kak Tomi tadi memang bersifat rahasia dan aku perlu tahu karena masalah ini, aku tetap akan menjaga rahasia Kak Ren,” jelas Elena seperti meyakinkanku untuk berkata jujur kepadanya. Aku yang seperti tersudutkan melihat ke arah Tomi dan Elena silih bergantian, lalu menghembuskan napas keras setelah memutuskan.
“Okay! Tapi, biar aku aja yang jelasinnya Tom,” pintaku kepada Tomi yang dibalas anggukan kepala.
“Jadi, Kak Ren punya mata-mata? Atau Kak Ren sebenarnya punya pekerjaan ganda jadi mata-mata?” tanya Elena yang menebak asal dan membuatku menggelengkan kepala.
“Aku bisa baca masa lalu orang lain,” kataku kepada Elena dengan ucapan yang sangat lambat. Setelah mendengar ucapan yang berusaha aku katakan itu, Elena terdiam. Suasana menjadi hening beberapa detik hingga pada akhirnya Elena menatapku lalu tertawa tak percaya.
“Kalian bercanda ya?” Elena menggelengkan kepalanya dan meminta aku untuk tidak bercanda.
Elena bilang bahwa ia benar-benar butuh bukti untuk mengeluarkan Ines karena ia tahu rasanya dituduh dengan bukti yang salah. Elena juga percaya perkataan Ines karena ia sudah mengenal Ines lama dan tahu Ines tidak mungkin mengkhianatinya.
“Sayangnya aku gak bercanda,” lanjutku sambil melihat ke arah Elena dengan menatapnya serius.
“Ren ini salah satu orang yang bilang kamu gak bersalah di antara semua orang yang kemarin gak percaya sama kamu,” jelas Tomi yang membantuku untuk membuat Elena percaya.
“Kamu ingat waktu aku bilang Gio suka sama ….” ucapku terpotong ketika Elena menyuruhku berhenti.
“O-okay. Aku gak mau bahas itu. Aku anggap hal itu sebuah kebohongan, tolong jangan diingetin lagi, okay?” jelas Elena yang memang terlihat enggan menerima kenyataan bahwa Gio menyukainya dan di sebelahku, Tomi yang sedikit frustasi akan sikapku mengatakan dengan pelan bukan saatnya aku membahas Gio dalam situasi seperti ini.
“Untuk saat ini aku akan coba percaya. Soalnya aku juga punya teman dengan kelakuan aneh dan sikapnya di luar akal manusia, tapi kalau Kak Ren dan Kak Tomi bohong, aku gak akan maafin kalian,” ucap Elena dengan serius.
“Makasih, El!” kataku kepadanya dengan tulus dan terharu karena Elena tidak mengataiku gila.
“Terus kita mau cari buktinya gimana? Waktu baca ingatan Ines, apa Kakak nemu sesuatu?” tanya Elena.
Sebelum menjelaskan, aku meminta pindah tempat membahas kasus ini karena takut ada yang mendengar dan disalahpahami. Tomi pun setuju dan menyarankan untuk pindah ke taman yang berada di dekat kantor polisi yang sepi. Setelah sampai di sana, baru aku jelaskan kepada Elena apa yang aku lihat ketika melihat Ines dari kejauhan tadi. Aku melihat seseorang menukar bukti transaksi itu dengan dokumen yang asli tanpa disadari Ines dalam pantulan cermin ketika Ines sedang bercermin.