Siang hari ini, Kak Ren tidak memulai percakapan denganku dan hanya berbicara jika memerlukan sesuatu. Saat pertemuan selanjutnya dengan Kak Irene untuk membicarakan perekrutannya sebagai pemeran utama di film terbaru yang akan diproduksi oleh studio film milik Kak Ren, aku merasakan ketidaknyamanan saat harus menyaksikan keduanya bercanda dan berbicara dengan asik.
“Waduh gak nyangka ya ini CEO nya sendiri yang datangi aku langsung hahaha. Aku beneran gak bohong waktu bilang jadwalku lagi padat-padatnya waktu kamu nawarin film itu,” ucap Kak Irene sambil menatap Kak Ren dengan tersenyum hingga terlihat lesung pipinya.
Kenapa harus tersenyum manis seperti itu Kak Irene? Apa Kak Irene menyukai Kak Ren juga? Kenapa Kak Ren harus berpenampilan rapi dan terlihat berbeda hingga membuatku tidak ingin melepas pandanganku terhadap Kak Ren? Ada apa denganku hari ini? Apa karena aku lelah karena belum istirahat yang benar setelah mengurus Ayah sehingga sensitifitasku sangat tinggi atau karena aku tidak ingin melihat Kak Ren terlihat menarik di hadapan orang lain? Kak Ren, kenapa kemarin membalas pelukanku?
"Itu karena aku butuh kamu, Irene. Terus kalau jadwal kamu padat, tapi kok masih mau ketemu sama aku?" balas Kak Ren dengan santai. Aku hampir terkecoh dengan balasan Kak Ren, mengira bahwa ia benar-benar butuh aku.
“Yaudah, aku pergi aja nih?” ucap Kak Irene yang menurutku terlihat seperti menggoda Kak Ren.
“Jangan dong! Tolong pertimbangin sekali lagi, ya? Please? Karena menurut aku kamu tuh cocok banget sama karakter utama di film ini,” ucap Kak Ren yang terlihat seperti memohon.
“Dari mana kamu tahu aku cocok? Video casting aja gak pernah aku kirimin,” kata Kak Irene yang sekarang melahap cheesecake pesanannya yang baru datang.
“Waktu aku nonton film kamu dan aku nangis waktu kamu meranin adegan di salah satu scene tragis dalam kehidupan tokoh yang kamu mainkan, di situ aku ngerasa yakin kalau kamu memang aktris yang berbakat!” puji Kak Ren yang entah mengapa membuatku tidak suka mendengarnya. Aku yang ada di antara keduanya seperti nyamuk dan terasa seperti pajangan yang dilihat sekilas karena tidak menarik.
“Wow, gak nyangka juga kamu bakal nonton filmku hahaha. Kirain bakal ngomong karena followers-ku banyak dan jadi pertimbangan marketing pemasaran. Aku kira akting bukan nomor satu untuk kamu,” jawab Kak Irene dengan santai.
“Enggaklah, akting nomor satu untukku dan followers medsos tuh bisa dibeli, jadi gak menjamin juga. Lagian, kamu kan memang sudah banyak main film dan terbukti dari berbagai macam film yang kamu mainkan itu selalu disukai oleh masyarakat,” ucap Kak Ren sambil menatap Kak Irene dengan sorot mata yang tidak bisa aku artikan.
“Kamu percaya gak El sama ucapan bosmu ini?” tanya Kak Irene tiba-tiba kepadaku yang akhirnya menyadari keberadaanku.
“Percaya, Kak,” jawabku singkat karena sebenarnya aku belum pernah menonton film yang dimainkan Kak Irene.
“Okey deh karena Elena bilang dia percaya sama omongan kamu, aku bakal lihat naskahnya dulu, tapi sebelum itu ada satu syarat,” kata Kak Irene yang membuatku ikut melihat ke arahnya.
“Apa itu?” tanya Kak Ren.
“Aku minta satu tiket VIP pemutaran film perdana ibumu besok dong! Gak kebagian. Padahal aku sudah minta ke manajerku untuk cepat dapetin, tapi dia kecolongan dengan alasan mengatur jadwalku,” ucap Kak Irene yang terlihat sedikit memelas kepada Kak Ren.
Bisa aku lihat bahwa Kak Ren menghela napas nya, lalu ia melihat ke arahku yang langsung membuatku melihat ke segala arah karena aku tidak ingin merelakan tiket VIP yang sudah diberikan Kak Ren kepadaku sebagai hadiah. Maafkan aku, Kak Ren. Tadi aku bisa membantumu dengan berbohong bahwa kualitas Kak Irene keren padahal aku belum menonton filmnya, tetapi untuk tiket VIP ini, aku tidak rela untuk memberikannya.
“Akan aku usahakan!” ucap Kak Ren dengan tersenyum ke Kak Irene yang membuat perasaanku kembali lega.
Setelah pertemuan itu selesai, Kak Ren terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Sesekali aku yang berada di meja asisten tak jauh dari meja Kak Ren, curi-curi pandang untuk menatapnya. Akibatnya, aku tak sengaja mendengar Kak Ren yang berbicara dengan Bu Rika melalui ponselnya. Kak Ren yang bertanya mengenai tiket VIP pemutaran film perdana sepertinya tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan karena tiket VIP itu sudah terjual habis. Kak Ren sedikit memohon dan sepertinya Bu Rika tetap tidak memberikan jawaban yang diinginkan Kak Ren karena ia terlihat frustasi.
Terdengar helaan napas saat Kak Ren mematikan ponselnya. Ia pun terlihat sibuk setelahnya, menelepon orang-orang yang tidak aku ketahui siapa. Terkadang, dalam panggilan itu, Kak Ren terlihat semakin frustasi, kesal, dan bahagia atas informasi yang ia dapatkan. Hanya terdengar percakapan dari sisi Kak Ren yang bisa aku dengar, mengatakan bahwa ia memohon kepada orang yang ditelepon untuk segera mendapatkan apa yang ia mau.
“Aku perlu itu untuk membuktikan ucapan yang aku katakan memang serius,” jelas Kak Ren kepada orang yang di teleponnya, kemudian menatapku dan membuatku langsung mengalihkan pandangan karena takut tertangkap bahwa sedari tadi aku memperhatikannya. Setelah itu, setelah seharian mengabaikanku dengan kesibukannya, Kak Ren mendekat kepadaku.