MANTAN POLISI KORUP
Saya mohon kepada Pak Ren untuk tidak membesarkan masalah ini ke publik. Saya janji akan mengaku di depan Elena bahwa…
Pesan teks itu tidak bisa terbaca olehku sampai habis. Aku pun tidak bisa membuka layar ponsel Kak Ren karena tidak mengetahui kata sandinya. Ketika aku mencoba mengangkat jempol Kak Ren untuk menggunakan sidik jarinya agar kunci layar ponselnya terbuka, seseorang masuk mengagetkanku.
“Elena?”
Aku menoleh, mendapati Kak Irene berdiri di ambang pintu. Suaranya membuatku kaku, seperti tertangkap basah melakukan sesuatu yang salah. Napasku tercekat, takut kalau-kalau dia akan marah karena aku mengganggu Kak Ren, yang tiada lain kekasih barunya sekarang.
“Kak Irene,” jawabku cepat, suaraku sedikit bergetar.
Kak Irene tersenyum kecil, lalu terkekeh. “Oh, kayaknya aku datang diwaktu yang nggak tepat,” ucapnya ringan, tetapi ada nada menggoda di balik kata-katanya.
Aku memiringkan kepala, bingung dengan maksudnya. “Enggak, Kak. Maaf. Silahkan kalau mau ketemu sama Kak Ren,” ujarku yang langsung menjauh.
Namun, saat berdiri, aku kehilangan keseimbangan hingga tubuhku terjatuh ke dada bidang Kak Ren, dan jariku secara tidak sengaja mengklik sebuah video di laptop milik Kak Ren yang masih menyala.
“Aw!” seru Kak Ren, terbangun dengan mata yang langsung terbelalak saat suara video tiba-tiba mengisi ruangan.
Mataku tertuju ke layar laptop yang kini memutar sebuah rekaman CCTV. Video itu memperlihatkan sebuah kecelakaan mobil. Kendaraan yang terlihat tampak begitu familiar, dan hatiku berdegup kencang saat aku menyadari apa yang kulihat.
“Ini ….” suaraku nyaris tak keluar. “Bukannya ini rekaman CCTV kecelakaan waktu aku ....” Kata-kataku terhenti, dan aku mendekat ke layar, memastikan apa yang kulihat. Mobil itu—mobil yang aku kendarai dua tahun lalu.
Tanganku gemetar saat memeriksa tanggal yang tertera di sudut layar. Tanggal itu cocok dengan hari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Aku bertanya tanpa menoleh ke arah Kak Ren. “Kenapa Kak Ren punya rekaman ini? Dari mana Kak Ren dapetinnya?” tanyaku, nada suaraku dipenuhi kebingungan dan kecurigaan.
Aku bisa mendengar tarikan napas panjang Kak Ren, seolah mencari kata-kata yang tepat. “Elena ….” panggilnya pelan.
Aku belum menoleh ke arahnya karena masih fokus melihat rekaman CCTV itu. Sebelumnya, aku tidak bisa menyaksikan rekaman ini karena polisi mengatakan bahwa CCTV di jalan tempat aku mengalami kecelakaan mobil rusak dan tidak bisa diperbaiki. Saat itu, aku sangat sedih karena penyelidikan mengalami kebuntuan. Rekaman dasbor mobilku pun tidak berfungsi, sehingga pelaku yang menyebabkan aku mengalami kebutaan tidak bisa diketahui. Namun, melihat rekaman ini membuat seluruh tubuhku kaku. Napasku serasa berhenti.
“Ini bohong, kan?” tanyaku lirih. Tanganku semakin gemetar tanpa bisa kucegah.
Pada layar laptop, terlihat mobilku yang sedang melintas di jalanan ditabrak oleh sebuah mobil sport berwarna hitam. Aku dapat melihat dengan jelas saat mobil yang kukendarai berputar dan terbalik. Seorang laki-laki yang kukenal sempat keluar dengan wajah panik, lalu masuk kembali. Ketika aku berusaha keluar, mobil itu melaju meninggalkanku. Rekaman pun terlihat seperti rusak—tiba-tiba menjadi buram, dan hanya tampak kaki seseorang yang kuduga sebagai orang yang menolongku. Adegan kemudian berlanjut ke mobil ambulans yang mendekat, disusul oleh beberapa paramedis yang datang.