YOUR EYES

Novi Assyadiyah
Chapter #21

BIRENDRA: MENELUSURI MEMORI

Aku merasa beruntung karena jadi membawa Paman. Kehadiran Paman ternyata benar-benar membuat amarah Pak Gani luluh dan menyambutku dengan baik. Paman juga memberikan undangan untuk Elena dan ayahnya datang ke pameran barang antiknya bulan depan. Paman dengan mudahnya berbincang dengan Pak Gani dengan santai dan terlihat asik di halaman rumah saat aku melihatnya dari ruang tamu. Bahkan Paman tak segan memijat pundak dan kepala Pak Gani yang terlihat menikmati pijatan Paman.

“Baru kali ini aku lihat Ayah ngobrol se-asik dan sesantai ini setelah sekian lama,” ucap Elena dengan mata berkaca-kaca sambil membawa album foto.

“Aku juga senang bawa Paman ternyata ada manfaatnya. Lihat deh gaya Paman, mijit ayah kamu pake merem segala. Aneh banget Paman aku tuh,” kataku sambil tertawa kecil, lalu menerima album foto yang diberikan oleh Elena.

“Mungkin lagi menghayati itu, Kak. Menghayati jadi tukang pijit hahaha,” kata Elena yang ikut tertawa.

Setelah itu, kami pun mulai fokus kepada album foto yang di bawa Elena, yang ternyata didominasi oleh foto ibu Elena seorang diri. Kata Elena, album ini memang dedikasi Ayah untuk Bu Ambar. Itu bukti bahwa Pak Gani memang mencintai istrinya. Aku pun membuka satu persatu foto-foto itu, lalu mengambil sebuah foto potret Bu Ambar muda yang menggunakan baju berwarna merah dengan bandana berwarna hitam yang diikat di pergelangan tangannya. Potret itu kira-kira diambil dari jauh tanpa sepengetahuan Bu Ambar.

Bisa kulihat wajah Bu Ambar yang terlihat begitu gugup dan ketakutan, tatapannya pun penuh dengan kecemasan. Wajahnya pucat dan napasnya terengah-engah karena kepanikan yang melanda. Jalannya semakin cepat sambil melihat ke segala arah seperti meminta pertolongan. Pak Gani yang menangkap kejadian itu setelah tak sengaja memotret ke arah Bu Ambar dari kejauhan, langsung segera berlari ketika melihat dua pria besar mengikutinya. Pak Gani hadir tepat waktu di sebuah jalan yang buntu saat Bu Ambar terpojok ketika para pria itu tertawa karena mengira sudah berhasil meringkus Bu Ambar. Suasana semakin tegang dengan cahaya jalan yang redup. 

“Hei! Jangan ganggu dia! Lawan aku kalau berani!” ucap ayah Elena yang tidak bisa aku dengar dengan jelas, tetapi aku tahu dari membaca gerak bibirnya. 

Kedua pria berbadan besar itu pun melayangkan beberapa serangan ke arah Pak Gani dan membuatnya hampir kalah. Ketika Pak Gani sudah tak berdaya akibat pukulan dari dua orang itu, suara sirine polisi menyelamatkannya. Bu Ambar kemudian mendekat dan menangis di hadapan Pak Gani yang malah tertawa.

“Saya bersyukur kamu selamat,” katanya yang menahan sakit di wajahnya. 

Keduanya pun saling bertatapan dan terlihat mulai adanya ketertarikan. Aku menduga bahwa pertemuan pertama ini merupakan awal mula kedua orang tua Elena sama-sama jatuh cinta pada pandangan pertama. Mengetahui itu, aku langsung tersenyum saat menyelesaikan ingatan pada foto itu.

“Kenapa, Kak? Ada yang menarik?” tanya Elena penasaran dengan alasanku tersenyum.

“Aku lihat kalau foto ini itu momen pertama di mana kedua orang tua kamu bertemu. Ayah kamu dengan gentle-nya nolongin Bu Ambar waktu dalam bahaya,” jelasku sambil tersenyum ke arah Elena. “Jadi, aku ingin seperti ayah kamu yang melindungi orang yang disayanginya,” lanjutku yang membuat Elena sedikit terkejut sekaligus salah tingkah.

“Hahaha, Kakak, apaan sih! M-mending lanjut lihat foto ibuku yang lain daripada ngomong g-gak jelas gitu,” kata Elena sambil mengambil acak foto ibunya dan memberikannya kepadaku.

“Hahaha, iya,” jawabku sedikit malu, lalu mencoba kembali fokus.

Foto yang sekarang aku pegang memperlihatkan Bu Ambar berpakaian baju pasien dan sedang menggendong seorang bayi. Bisa kulihat Pak Gani yang mengabadikan momen ini. Keduanya sama-sama mengurai air mata akan kehadiran Elena dan kemudian saling berganti mengecup Elena dengan penuh kasih.

Selanjutnya, potret saat Bu Ambar mengenakan baju berwarna navy dan berpotret di sebuah sekolah. Aku bisa melihat ia sedang menunggu Elena kecil pulang dari sekolahnya dan pada foto berikutnya, aku bisa melihat Bu Ambar tersenyum bahagia menikmati tumbuh kembang Elena. Ada kalanya saat aku menelusuri foto lainnya, Bu Ambar tampak sangat sedih, lalu ketika Elena datang, ia kembali tersenyum. Kala itu, Bu Ambar mengucapkan sesuatu kepada Elena dan membuatku berusaha menebaknya dengan membaca gerak bibirnya.

“Maafin, Ibu. Kali ini Ibu akan benar-benar fokus kepada kalian,” ucapnya sambil memeluk Elena.

“Kalau Ibu ditangkap Pak Polisi lagi, Elena akan melindungi Ibu,” ucap Elena kecil menenangkan dengan mengemut sebatang permen.

Lihat selengkapnya