Your Stupid Girls

Gracia Wee
Chapter #3

01 : Tell Us The Mission

Leesha Leona. Gadis yang setahun lebih tua dibanding Brilian lainnya itu sudah siap dengan dandanan penuh karisma, menarik, namun masih sopan dan sewajarnya dia menyamar sebagai guru yang belum menikah. Dia ingin tertawa sesaat mendapati tatapan penuh umpatan dari Irene. Pasti Irene sudah memikirkan banyak pertanyaan untuk pertemuan mereka di malam nanti. Dia juga sudah mempersiapkan banyak hal untuk dibicarakan nanti.

Saat ini yang harus dia laksanakan adalah menjalankan penyamarannya dengan baik. Karena dia menyamar sebagai guru, tentu berada di kelas jenius tahun kedua, mengharuskannya untuk mengajar. Sebenarnya dia tidak begitu suka mengajarkan hal ini. Materinya lebih mudah dijelaskan secara langsung dibandingkan dijelaskan lewat materi tertulis saja. Agak sial memang mendapati penempatan hari pertamanya bekerja malah di kelas paling ‘tidak mau diganggu’ itu.

Baiklah, mungkin terkesan berlebihan. Manusia memang punya beragam cara belajar. Tapi suasana sekolah dulu yang diketahui Leesha tidak semenonjol ini. Jangankan diberikan laptop. Membawa laptop atau ponsel saja sudah langsung disita. Entah ini adalah sisi baiknya dari sistem baru pendidikan negara ini atau mungkin malah menjadi bumerang tersendiri. Pikiran Leesha sudah ke mana-mana. Dia terlalu terkejut dengan sekolah yang terkesan luar biasa ini.

“Di dunia yang penuh kontradiksi ini, beberapa hal selalu berubah. Oleh karena itu, diperlukan suatu rasio matematis untuk memahami akan banyak hal.”

Sepertinya Leesha sedang membual. Dia sedikit gugup karena sedang menghadapi murid-murid dengan tingkat IQ di atas 150 itu. Leesha bahkan tidak mencapai seratus untuk tingkat intelektualnya. Syukurlah, mereka tetap tenang. Leesha sedang mengusahakan yang terbaik agar waktu bicaranya tidak melewati waktu standar mereka.

“Apakah ada yang tertarik dengan komputer atau dunia peretasan di sini?” tanya Leesha, kini membuat kelas menjadi sedikit rusuh. Ternyata banyak dari mereka yang memiliki ketertarikan yang sama dengannya.

“Para anak bodoh akan menganggap pelajaran saya membosankan dan tidak penting. Namun pembelajaran hari ini akan sangat membantu impian kalian, Genies,” tukas Leesha, lebih bersemangat sekarang. Meskipun dia sedikit aneh mengucapkan hal yang terasa menghina dirinya. Tapi berkat ucapan yang terkesan meremehkan diri sendiri, dia berhasil melakukan penyamaran ini dengan mulus. Dia melakukan ini bukan karena menghayati atau mempunyai cita-cita terselubung menjadi seorang guru. Hanya saja, seisi ruangan dirinya berada sudah dilengkapi oleh lima CCTV berkualitas tinggi dan bahkan dilengkapi fitur pengeras suara sehingga tim pengawas GHS mengetahui apa saja yang sedang terjadi di setiap kelas.

Mereka sangat antusias membaca materi tertulis yang disajikan Leesha. Maklum, gadis itu langsung menunjukkan contoh-contoh aplikasi terkait materi lewat video tambahan yang diberikannya. Irene jadi bertanya-tanya kapan gadis eksentrik itu menyiapkan semua materi itu.  Namun yang jelas, menyadari antusias para jenius kelas ‘B’ membuat Irene ragu akan letak kebodohan Leesha. Bagi gadis eksentrik itu, hidup bukan sekadar puisi kalut yang merumitkan hati. Hidupnya sejauh ini sangat dipenuhi dengan angka, data, jaringan, berbagai bahasa pemrograman, dan masih banyak lagi. Makanya dia memilih untuk menjadi guru matematika GHS sebagai bentuk penyamarannya. Tak ada yang benar-benar memahami apa yang dilakukan mata dan cara kerja otak Leesha.

Dibandingkan Leesha dan para murid jenius di kelas itu, ada Irene yang seakan sedang hidup di dunia lain. Matanya terus melihat ke arah vitamin yang sempat diberikan Danrelle tadi. Dia terus melihat tabung kecil yang tidak memiliki label apapun. Tidak ada informasi sama sekali tentang vitamin yang diberikan GHS untuk para murid. Fasilitas yang berlebihan seperti laptop dan sebagainya, berusaha dimengerti Irene. Tapi seperti yang diketahui, bahwa mereka yang termasuk di kelas jenius mayoritas berstatus ekonomi rendah dan menengah. Tak jarang didapati mereka adalah anak yatim piatu. Jadi, bantuan seperti itu mungkin mewakili kebutuhan mereka.

Anehnya ada pada tabung kecil yang katanya adalah vitamin. Irene masih tidak mengerti. Dia ingin membuka tabung itu sekarang. Tapi dia benci membuat keributan. Lagipula, dia juga menyadari letak CCTV yang ada di kelasnya. Irene tidak ingin membuat pergerakan yang aneh. Sekolah ini benar-benar membuatnya merinding. Dia tidak sabar menjalani misi yang sebenarnya. Setidaknya, dia harus mengenyahkan tim pengawaas yang membuat para murid tidak bisa bernafas bebas. Iya, Irene begitu mudah membaca semua ketidaknormalan yang sedang terjadi di kelasnya. Dia tidak sabar memaparkan semua pengamatannya kepada seluruh Brilian.

***

Brilian menepati janji mereka untuk melakukan pertemuan lagi di kediaman rahasia Leesha. Kali ini suasana ruangannya tidak begitu membuat mereka jenuh. Selain berbagai benda elektronik milik Leesha, para Brilian menyajikan makanan kesukaan mereka. Hitung-hitung untuk melepas penat seharian ini.

Brilian sempat berpikir acak. Jika waktu benar-benar bisa berhenti, Brilian pasti ingin mengutuk pembuat waktu karena berani-beraninya membuat hari mereka terkesan lebih panjang dan mencekam. Apalagi untuk Irene dan Leesha. Mereka sedikit heran dengan dua putri kaya raya yang saat ini sedang ketawa-ketiwi di depan layar ponsel mereka. 

“Kayak gak ada beban hidup aja tingkah lo berdua,” sindir Irene dengan tajam pada kedua temannya itu.

It was fun. I mean, gak terlalu menyenangkan sih. Tapi gak sekacau ladenin si cewek aneh tadi,” ujar Brizya beriringan dengan gelak tawa. Boleh jadi, dia baru membaca hal yang lucu lewat ponsel canggihnya. Brizya bahkan mengabaikan puding cokelat kesukaannya, begitupun  tiga teman yang ada bersamanya.

“Oh iya, ngomong-ngomong soal cewek aneh, lo apain aja dia sampai harus bawa ke area lain segala?” Anna mendadak kepo.

“Cewek lemah kayak gitu cuma butuh gertakan aja kok,” gumam Irene sembari mengingat momen yang lumayan menyenangkan untuk diingat hari ini.

“Dia ngejambak cewek it-“

“Lo ngawasin gue?” Irene memotong ucapan Leesha.

“Dia ngejambak rambut cewek itu sampai rambutnya kena permen karet. Irene bakal menghadap tim pendisiplinan besok. Congratulation, Irene. You gotta help our first mission,” ungkap Leesha, berhasil menyelesaikan hal pertama yang harus dia utarakan di pertemuan mereka ini.

“Jadi, lo ngawasin Irene?”

Kali ini pertanyaan Irene tadi sama-sama dilontarkan oleh Brizya dan Anna. Alhasil, mereka mengabaikan ponsel yang sejak tadi mencuri perhatian dua putri konglomerat itu.

“Lo tahu tiga pilar utama GHS apaan?”

Pertanyaan Leesha itu membuat pikiran mereka berputar-putar.

“Pastinya, tim pengawas dan tim pendisiplinan yang sempat lo sebut tadi pasti masuk pilar utama, kan?” tebak Irene.

Leesha mengangguk, lalu memamerkan senyum penuh misteri sekarang.

“Yang ketiga gak punya tim sama sekali.”

“Ke intinya aja Lees. Lo gak tau otak gue udah sumpek seharian ini?” keluh Irene, diiringi anggukan setuju dari Brizya dan Anna.

Melihat ketiga temannya yang mulai kehilangan semangat namun masih dipenuhi rasa penasaran, Leesha memutuskan untuk bangkit dari posisi duduknya. Dia menyalakan proyektor yang ada di ruangan itu, menampilkan sebuah kode-kode misterius. Misterius karena belum dipecahkan.

“Ini alur misi kita yang sebenarnya. Maksud gue, rencana utama.”

Leesha tersenyum dengan mantap. Dia sudah mempersiapkan ini sejak dia menguasai peretasan dan semacamnya. Meski tidak begitu sempurna, setidaknya Leesha sudah mendapatkan kerangka menuju kehancuran Genies nanti.

Genies bukan cuma perusahaan biasa. Mereka bekerja sama di lebih dari seratus universitas terbaik di dunia. Ada banyak dukungan baik secara finansial maupun dukungan moral atas perusahaan yang menggunakan para ahli, ilmuan, dan profesional lainnya untuk merubah masa depan manusia jadi lebih baik.”

Brilian mengangguk setuju, menyadari betapa terkenalnya Genies saat ini.

“Soal dukungan dana yang mereka dapat untuk mendirikan Genies, katanya didapat berkat penemuan ‘jenius’ pembuat mesin pendeteksi kadar kecerdasan manusia yang populer sejak dua belas tahun yang lalu,” jelas Leesha.

“Mesin yang hanya gunain sidik jari doang buat nentuin IQ kita maksud lo?”

Leesha mengangguk, menjawab dugaan Brizya.

“Ternyata masa itu yang jadi asal mula Genies makin berkembang,” gumam Anna, merasa menyesal dia tidak bisa menghentikan kelicikan mereka waktu itu. Lagipula, dia masih terlalu kecil untuk sebuah pembalasan besar. Menghadapi keluarga serakahnya saja sudah butuh keberanian yang besar.

“Tapi ada yang aneh,” seru Brizya, membuat pembicaraan makin serius.

“Katanya mereka bisa sebesar ini lewat mesin canggih itu. Terus dana pembuatannya dapat dari mana? Secara, ngerancang komputer biasa aja pasti butuh perangkat-perangkat yang mahal. Belum lagi dengan pemrogramannya. Untuk membuat setidaknya sepuluh mesin dengan cara kerja yang sama, dana mereka bisa melebihi sebuah investasi untuk perusahaan besar. Was it way too weird?” Brizya mulai mengira-ngira, penuh kecurigaan. Gadis itu memang bisa dinobatkan sebagai manusia pendeteksi keanehan.

“Yang dijelasin Leesha tadi cuma informasi dari publik. Informasi terbuka doang. Palingan mereka tetep masuk dark world juga. Kayak tugas bokap gue sama kelompoknya,” tambah Irene sembari mengamati dengan saksama maksud kode-kode yang berjejeran itu.

“Mereka pasti nyuri alat itu, nipu publik, dan yang jelas ngelakuin semua untuk sebuah nama dan harta. Sesederhana dan segila itu,” Anna malah membuat kesimpulan yang membuat mereka tercengang. Leesha jadi kagum dengan kemampuan Brilian yang ternyata tidak bisa diremehkan.

“Penipu kayak lo emang beda tingkatnya,” puji Irene, mengakui kemampuan analisa Anna.

“Jadi, pembicaraan ini apa ada hubungannya sama misi kita?” tanya Irene, seperti biasa, menuntut pada pokok pembahasan.

Leesha yang sedang sibuk menghabiskan keripik tempe favoritnya jadi mengangguk, merespon pertanyaan Irene. Dia terlalu menikmati pembicaraan tiga temannya saja. Sampai-sampai pembicaraan mereka terkesan seperti menonton sebuah film yang membutuhkan cemilan enak untuk dinikmati.

“Belum ada pernyataan pasti soal kesimpulan yang dibuat Anna. Tapi kemungkinan besar mesin itu emang dicuri. Kita bakal nyari tahu kebenarannya sambil jatuhin target-target ini,” ujar Leesha kemudian melanjutkan materi mereka malam ini. Kode-kode misterius itu merupakan sebuah daftar target mereka.

“Danrelle?” Irene berseru kaget.

Dia bingung saat Leesha melanjutkan tampilan presentasi, memunculkan seluruh data dari seorang Danrelle, sosok yang sempat membuatnya naik darah di sekolah tadi. Dia memang punya alasan tersendiri untuk menyamar menjadi guru. Struktur organisasi GHS dirahasiakan untuk publik. Meski mengunjungi situs resmi atau meretasnya tidak akan membawa data sebenarnya di balik itu. Leesha harus bersusah payah menyelinap di ruang kepala sekolah dan mendapatkan semua data penting itu. Meski tidak begitu mengerti apa maksudnya, mungkin Brilian dapat memecahkan misteri itu bersama-sama.

“Cewek aneh itu?”

Kali ini ada Brizya dan Anna jadi membelalak kaget. Mereka jadi sadar bahwa pertemuan mereka dengan dua orang menjengkelkan ternyata ada sangkut paut dengan misi.

“Yang lo panggil cewek aneh ini namanya Rujia Anjani. Dia jenius dari kelompok kelas menengah, namun orangtuanya punya pengaruh di Genies.”

Mereka menyimak penjelasan Leesha dengan saksama.

“Jangan bilang kalau dia anaknya kepala sekolah?” tebak Anna, membuat Leesha menggeleng.

As you can see, dia anak dari Ruhlando, kepala tim pengawas Genies, salah satu orang kepercayaan kepala sekolah.”

Lihat selengkapnya