Irene sangat yakin dengan pikirannya. Dia mengumpulkan kembali segala peristiwa yang telah dilewati sepanjang hari ini secara berurut. Akan tetapi, mendengar pertanyaan yang terus sama dilontarkan Anna sejak tadi, membuat Irene mulai ragu dengan caranya berpikir. Padahal dia sudah susah payah meyakini bahwa situasi ini masih normal-normal saja. Dia sempat meyakinkan dirinya bahwa kertas yang dia dapati hanyalah kertas acak yang mungkin pernah dia biarkan dan terlupa untuk beberapa waktu. Entah di mana letak kesalahan yang menjadikan suatu perbedaan pendapat dan terkesan konyol karena mereka sedang memperdebatkan ingatan mereka sendiri.
“Okay, kalau emang dia lolos lagi gapapa. But at least, lo sempat nangkap dia, Elsa,” ujar Anna, mulai terlihat frustasi dengan situasi ini.
Anna sudah sadar sejak beberapa jam yang lalu. Kali ini dia berada di kamar rawat yang pernah ditempatinya di kali pertama dia berhasil ditangani Figo. Brizya dan Leesha sudah hampir tertidur mendengar perdebatan antara Anna dan Irene yang belum berakhir. Baru kali ini Irene membicarakan hal yang sama berulang kali. Padahal sudah jelas bahwa si putri es sangat tidak suka bertele-tele.
“Ini efek obat-obatan lo kali, An. Makanya lo bisa punya halusinasi kayak gitu. Iya kan, Fig?” Irene menatap Figo yang sedang menatap heran ke arah dua Brilian itu.
“Bisa jadi,” ujar Figo seadanya, tidak begitu yakin juga dengan yang dilontarkannya.
Anna memutar kedua bola matanya, “Gak mungkin! Udah jelas-jelas lo yang pertama kali inisiatif ngejar Danrelle. Cuma lo juga yang denger dia ngomong sesuatu pas lo berhasil nangkap dia, Elsa. Gue mah mana sempat, keburu pingsan.”
Irene menarik napas panjang, makin tidak percaya dengan apa yang sedang diutarakan Anna. Si putri es mengepalkan tangannya sekuat tenaga, memberi kesan bahwa dia sedang kesal. Ya walaupun dia tidak yakin titik mana yang sebenarnya berani membuat dia kesal.
“Lo sendiri yang pingsan, bukan gue. Kesadaran gue seratus persen nyala hari ini. Gue yakin sama ingatan gue,” tukas Irene, dengan kesal. Saking kesalnya, dia jadi keluar dari ruangan itu, berusaha menenangkan pikirannya yang ternyata memang tidak bisa tenang meski hanya untuk sehari saja.
“Wah, ngeselin. Mau meledak gue rasanya,” seru Anna setelah Irene sudah benar-benar keluar dari ruang rawatnya.
“Kalian lagi kenapa sih sebenarnya. Kena Mandela efek apa gimana, hm?” tanya Brizya, kemudian menguap karena rasa kantuknya semakin menjadi-jadi.
“Sumpah, kalian harus percaya sama gue. Kita benar-benar hampir dapetin Danrelle. Elsa pasti nyembunyiin sesuatu. Gak mungkin ad-“
“Cukup, An. Mau lo yang bener atau Irene, kita cuma perlu cari bukti akuratnya. Selain itu, kalau ingatan lo bener, ngapain Danrelle masuk ke gedung YF? Pasti ada seseorang yang dia kenal di sana,” ujar Leesha, mulai membuat hipotesisnya sendiri.
Di waktu bersamaan, ada Irene yang sedang menenangkan diri di kamarnya. Dia melepas jaket kulit yang sedari tadi melekat di tubuhnya. Bahkan Irene ingat dengan jelas bagaimana dia memulai hari. Kalau pun ingin membenarkan pendapat Anna, bagaimana caranya Irene melupakan momen di mana dia menangkap Danrelle?
Kalau dipikir kembali, aneh juga dia bisa berakhir di jalanan dan tidak mengerti situasi apa yang sedang terjadi selain Anna yang sudah pingsan. Begitu pun sesuatu yang dia dapati dari balik sakunya.
“1312419. Pr,” gumam Irene, kembali membaca angka-angka yang tertulis, bersama sebuah kata yang sepertinya belum terbentuk dengan sempurna.
Belum benar-benar mendapatkan sebuah garis yang dapat menjelaskan titik kejanggalan ini, Valron menelponnya kembali. Irene memilih untuk menjawab panggilan itu dahulu. Lagipula, hari ini terasa begitu panjang dan agak tidak normal tanpa Valron.
“Gimana keadaan di sana?” tanya Irene, bermaksud menanyakan keadaan kediaman Eltommy, di mana mereka masih terikat kontrak dan belum ada aba-aba apapun untuk berhenti melindungi mereka.
“Lo gapapa?” tanya Valron, malah membuat Irene bingung.
“Ren?” panggil Valron lagi, membuat Irene tidak jadi tenggelam dalam lamunan ketidaknormalannya.
“Gue udah di rumah, lo ken-“
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Valron sudah mengakhiri panggilan. Irene hanya menarik napas panjang lagi. Dia akhirnya berusaha untuk mengalihkan perhatian sejenak dengan membersihkan diri terlebih dahulu. Hari ini cukup melelahkan, seperti biasanya. Dia menghabiskan hampir sejam untuk berendam. Tak lupa dia memasang beberapa lilin aroma terapi untuk membuat dirinya lebih rileks lagi.
“Mereka bukan sekedar Genies,” gumam Irene, entah sedang berpikir apa lagi.
Setelah tersenyum sinis dengan kesan yang misterius, si putri es menenggelamkan dirinya selama beberapa menit. Berbagai bekas luka di punggung dan bagian atas lengannya jadi menghilang lagi berkat banyaknya busa berwarna merah pekat di bathtub mewah itu. Dia selalu melakukan ini kerap kali sedang bingung di mana hal yang membuat sesuatu terkesan tidak normal di matanya. Tidak disangka, setelah segala hal yang membuat dia memecahkan ketidaknormalan yang pernah terjadi, kali ini dia menghadapi ketidaknormalan yang tidak jelas faktor penyebabnya. Atau mungkin, dia hanya terjebak dalam sebuah penyangkalan.
***
Ternyata habisnya sebuah hari tidak selalu mengartikan bahwa hari beberapa orang ikut memulai lembaran baru. Seolah bagi Brilian, hari mereka masih sama. Hari mereka sudah sangat panjang. Seolah mereka tidak akan memulai hari yang baru, sebelum jawaban dari hari yang sudah begitu panjang bisa ditemukan.
Mata panda Leesha akhirnya berbinar ketika mendapati sesuatu yang sekiranya bisa membantu kebingungan yang sedang terjadi di antara Brilian, khususnya bagi Irene dan Anna.
“AKHIRNYA!!” seru Leesha diikuti dengan dirinya yang menguap.
“Kulit gue bisa bruntusan karena nemenin lo semalaman,” keluh Anna, dengan matanya yang memerah karena ikut begadang bersama Leesha.
“Salah sendiri perusahaan lo pakai sistem pengawasan yang ketat,” ledek Leesha.
Anna memutar kedua bola matanya, “Kayak ada faedahnya aja kalau gue gak tidur.”
Semalam, Leesha memutuskan untuk meluruskan kesalahpahaman ingatan antara Irene dan Anna. Brizya sebenarnya ingin ikut membantu mereka, namun berhubung dia harus menghadapi masalah yang menyebalkan lagi kalau tidak pulang ke rumah, jadinya si pendeteksi keanehan itu memilih untuk kembali. Leesha mengantarnya pulang dengan selamat. Beruntung juga karena Leesha memakai alibi penyamarannya sebagai guru GHS. Jadi para pengawal menyebalkan itu tidak akan mencurigai, apalagi melaporkan hal yang memicu hukuman dari Blare untuk Brizya.
“Jadi bener kan kalau yang gue ingat gak ada yang salah?” tanya Anna, ingin cepat-cepat memastikan kebenaran yang semestinya.
“An, gue mau nanya sesuatu sama lo.”
Belum sempat membuka data rekaman CCTV kemarin, Irene main masuk di ruang rawat Anna, lengkap dengan mata panda beserta kulit pucatnya. Irene kurang lebih seperti hantu. Perangainya yang kerap kali membuat orang takut, malah cocok dengan tampilan yang dilihat Anna dan Leesha pagi ini.
“Kayaknya bukan kita doang yang gak tidur,” bisik Leesha, diikuti anggukan setuju dari Anna.
“Gue mau jujur yang seadanya sama kalian,” ujar Irene, masih tampak gengsi meski tekadnya sudah bulat. Anna dan Leesha mengangkat alis mereka, bingung. Memangnya ada jujur yang seadanya? Bukannya kalau jujur ya jujur saja?
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Irene menunjukkan kertas yang menjadi alasan si putri es terjaga semalaman. Mata panda dan mata merah dari Leesha dan Anna lantas membelalak. Mereka terkejut dan penuh tanya dalam waktu bersamaan.
“Maksudnya apa?”
“Karena gue gak tahu makanya gue nunjukin ini. Tapi bukan artinya kalau gue tahu terus kalian berhak gak tahu.”
Anna menarik napas panjang. Hampir pusing kepalanya karena omongan Irene yang bisa berbelit-belit seperti itu.
“ Ini kode asalan sih. Atau istilah spesialnya, kode rumit yang cuma bisa dipecahin sama si pembuat kode,” selidik Anna. Maklum, entah kenapa, salah satu hobinya adalah mencari tahu sebanyak mungkin kode biasa sampai kode terunik yang pernah tercatat di sejarah dunia dan internet. Tidak heran gadis segudang hobi itu dapat memecahkan beberapa kode yang sejauh ini dia dapat dari data yang diberikan Leesha untuk misi Brilian.
“Lo dapet ini dari mana?” kini Leesha menanyakan hal yang mungkin bisa menjadi inti dari kedatangan Irene di ruangan itu pagi ini.
Irene akhirnya menjelaskan perihal segala yang dia ingat kemarin. Mulai dari ketidaktahuan dia mengapa mereka malah sudah di tengah jalan, mengenai ketidaktahuan dia tentang Danrelle yang dikejar mereka seperti kata Anna, dan kemunculan kertas misterius dari balik jaket dengan isi yang sudah jelas adalah tulisannya sendiri. Irene juga menjelaskan kebingungan kenapa dirinya tidak mengingat apapun tentang kertas itu.
Mendengar semua yang telah diutarakan Irene dengan sungguh-sungguh, Leehsa mulai membuat beberapa garis penghubung baik yang baru maupun sekedar garis penegas. Jika bisa diilustrasikan, pikirannya sudah membentuk pola yang rumit bahkan lebih rumit dari jaring laba-laba. Leesha sangat cekatan dalam berinisiatif untuk menginterpretasikan berbagai sisi abstarak maupun membuat ide-ide yang bisa menjelaskan sisi tersebut. Dan sekarang, gadis eksentrik itu sudah dapat menyusun rencana yang tidak baru namun lebih segar saja.
“Kita harus balas dendam sama waktu yang udah kita buang selama beberapa hari terakhir ini,” ujar Leesha, terlihat serius dan penuh tekad. Irene dan Anna sangat siap mendengarkan apa yang akan diucapkan mastermind Brilian ini. Mata panda Irene dan mata Anna yang kian memerah akibat menahan kantuk itu seakan dikalahkan dengan api semangat yang sedang membara.
“Buat lo,” Leesha menatap serius ke arah Irene.
“Lo harus cari lebih banyak informasi lebih banyak soal Eltommy. Gue pintar ngeretas, tapi penjahat gak selamanya bebas berkeliaran di dunia maya secara langsung. Tapi yang paling penting lo harus dapetin barang target kita di ruangan Eltommy hari ini juga,” Irene mengangguk paham dan setuju. Sudah seharusnya dia melakukan itu sesegera mungkin. Mencari tahu sisi sebenarnya dan sisi apa yang digunakan Eltommy.
“Sedangkan lo, harus bantuin gue nyari tahu kemungkinan keterlibatan YF sama Genies lewat orang-orang di dalamnya. Ya termasuk nyelidikin keluarga sepupu lo. Plus, kalo bisa lo bantuin mikir itu kode apaan dan bantuin Irene buat ngambil barang target kita di tempat Eltommy,” ujar Leesha, diikuti anggukan setuju dari Anna. Irene hampir lupa soal barang membosankan seperti kata Anna. Ternyata Leesha masih mengingat semuanya.
“Terus Brizya bakal ngapain?” tanya Irene dan Anna dengan kompak.
Leesha tersenyum samar, “Bakal mendeteksi letak keanehan dari hasil CCTV yang bisa-bisanya buat gue merinding.”
Leesha menunjukkan rekaman CCTV yang didapatkannya tadi. Semua yang ada di situ setidaknya menegaskan bahwa tidak ada yang begitu salah dengan ingatan Anna. Mulai dari hasil rekaman CCTV di bagian pintu masuk utama YG yang merekam Irene dan Anna berlari begitu cepat. Irene bahkan baru sadar kalau Anna lari tanpa menggunakan alas kaki sama sekali. Pantas saja kondisi Anna waktu itu terlihat begitu dramatis di pinggir jalan.
Ngomong-ngomong pinggir jalan, Leesha juga berhasil mendapat rekaman CCTV dari lampu merah di arah berlawanan yang memperlihatkan Irene menangkap sosok bertudung hitam. Sebenarnya kalau ingatan Anna ikut terganggu, pasti akan menambah misteri perihal siapa yang ditangkap Irene. Yang bisa disyukuri hanya ingatan persis Anna akan Danrelle. Di bagian rekaman itu ditunjukkan bahwa sosok dari balik tudung itu tampak memegang bagian kepalanya, seolah sedang mencari sesuatu. Di saat yang bersamaan, Anna yang berjarak beberapa senti dari mereka pingsan. Tepat seperti yang dijelaskan Anna sejak kemarin.
Dan bagian yang katanya membuat Leesha merinding adalah saat Irene tiba-tiba mendorong Danrelle dengan tatapan terkejut. Irene cepat-cepat mencengkram Danrelle kembali, namun si putri es tampak memegang kepalanya. Irene terlihat kesakitan dan tanpa sengaja membiarkan Danrelle kabur.
“Apanya yang merinding, Leesha?” tanya Irene dengan tatapan sinisnya yang menggemaskan.
“Lo takut sama orang yang buat gue merinding,” celetuk Leesha membuat Irene jadi memelototinya.