Your Stupid Girls

Gracia Wee
Chapter #11

09 : Upsie, Genies!

(Lagi), satu hari sebelum misi terakhir Brilian.

Irene menyusuri koridor GHS dengan langkah santainya. Seperti biasa, ada permen karet yang dikunyah di mulutnya. Sorot matanya menunjukkan bahwa suasana hati si putri es sedang tidak baik. Seakan ada papan pengunguman di setiap langkahnya, ingin mengatakan kalau tidak boleh ada satu pun orang yang berani mengganggunya. Setidaknya untuk pagi ini, Irene sangat tidak ingin diganggu.

“Ren!”

Sayangnya, ada laki-laki yang masih tidak mengindahkan aura menakutkan Irene. Padahal sudah terpampang nyata lewat bahasa tubuhnya. Para murid GHS lainnya saja tidak berani mengganggu meski mereka masih kagum dengan popularitas Irene akhir-akhir ini. Tanpa menoleh ke arah pemilik suara, Irene mempercepat langkahnya. Dia tidak sedang menghindar. Dia hanya ingin memberikan pelajaran terakhir pada sosok yang masih tidak jera mengikutinya setiap kali mereka berada di GHS.

Langkah kaki yang mungkin setara dengan kecepatan standar orang berlari, akhirnya berakhir. Irene menghentikan langkah bak kaki kelinci itu di salah satu area sepi GHS, contohnya taman tak tersentuh itu. Diliriknya pohon apel yang masih memiliki cukup banyak buah, di saat banyak apel di bawah pohonnya yang sudah membusuk. Tanpa duduk santai seperti sebelumnya, Irene memilih menyilangkan tangannya di depan dada. Sedemikian rupa dia menahan ringan tangannya agar tidak melayangkan tamparan atau pukulan di pagi yang butuh ketenangan ini.

“Jelasin intinya aja,” ujar Irene, sudah memperingati laki-laki yang tak lain adalah Andra, untuk tidak berbasa-basi dan hanya mengundang emosi.

“Ada baiknya kamu jangan nerusin jadi kandidat utama Genies lagi. Saya tahu ini egois tap-“

Ucapan Andra terhenti ketika melihat tawa sinis yang ditunjukkan Irene. Si putri es hanya tercengang saja dengan apa yang baru dilontarkan Andra barusan. Dia seperti sudah mendengarkan larangan itu sebanyak dua kali hari ini. Pertama, larangan tersebut dilontarkan oleh Ahza dengan sangat serius. Persis seperti kedua kalinya Andra mengucapkan kalimat larangan itu. Dia penasaran apa alasannya sama-sama konyol dengan yang diutarakan Ayahnya, atau barangkali akan ada hal menarik yang mungkin bisa dia dapatkan dari Andra.

“Lanjutin,” pintah Irene dengan nada bicaranya yang dingin.

Genie benar-benar ngincar kamu. Rencana mereka benar-benar mengerikan, Ren. Saya bahkan jadi malu harus menjadi perwakilan jenius kalau biarin kamu dalam bahaya kali ini.”

Irene masih diam, mencerna ucapan penuh kecemasan itu baik-baik. Alasan dari Andra cukup berbeda dari yang diutarakan Ahza. Dini hari tadi, Ahza hanya sempat kesal karena dia baru tahu kalau Irene menjadi murid GHS dan bahkan menjadi seorang jenius. Kelihatannya Ahza masih begitu murka dengan insiden penghinaan dari salah satu profesional di masa lalu itu. Hal tersebut yang membuat Ahza malah melarang Irene untuk berurusan dengan Genies lagi.

Kendati demikian, melihat kedatangan Irene ke GHS, sudah dipastikan dia menunjukkan pembantahan pada Ahza, untuk pertama kalinya. Bisa dibilang selama ini Irene selalu menuruti dan sangat akur dengan Ayahnya. Jadi oleh sebab perbedaan pendapat yang telah terjadi, suasana hati Irene menjadi cukup buruk pagi ini.

“Gue udah tau,” gumam Irene seadanya. Bukannya Irene memang sudah tahu fakta bahwa ada sosok yang masih misterius sedang mengincarnya? Sebab itu Irene mengiyakan kerjasama dari kelompok tiga pasangan tersebut, di bawah arahan Anna dan Brizya.

“Gue juga udah tau, satu-satunya cara untuk membuat api padam ya harus dideketin,” ujar Irene lagi, membuat perumpamaannya sendiri.

“Gimana kalau mereka bom yang cuma bisa kamu jauhin?” Andra menambahkan kemungkinan yang cukup masuk akal.

“Tadi lo bilang rencana mereka itu mengerikan. Jadi, bagian mana yang memberi kesan itu?” tanya Irene, kembali masuk pada poin pembicaraan mereka.

Andra terlihat gugup. Keringat dingin mulai bercucuran lagi di tubuhnya. Dia kembali mengingat apa dan siapa yang tak sengaja disaksikannya. Hampir setahun lebih dia menyelidiki misterius hilangnya para murid yang lolos sebagai Genies. Dia juga tahu soal perwakilan kecerdasan yang misterius, sampai nama panggilan yang sudah tidak asing bagi murid-murid kecerdasan. Dengan kemampuannya, dia meneliti satu per satu kejanggalan yang ada di GHS, rencana buruk apa yang sedang disusun orang-orang yang berkuasa di perusahaan Genies, dan setelah sekian lama, Andra juga mendapati bagaimana mereka akan menyingkirkan beberapa jenius lewat perekrutan tim Genies

“Udah gue duga lo cuma basa-basi,” sinis Irene lalu ingin pergi dari area taman itu kalau Andra tidak menahannya dengan raut wajah yang lebih serius dari sebelumnya.

“Kali ini mereka punya alasan lain buat nyingkirin kamu,” ujar Andra, cukup jujur mengutarakan sebagian dari kebenaran yang telah dia ketahui. Andra tidak mungkin mau mengutarakan hal sejatinya sempat membuat dirinya ikut tercengang soal Irene. Tapi setidaknya dia sudah berusaha menyampaikan hal yang bisa membuat Irene bisa lebih berhati-hati. Dia sudah menduga kalau Irene tak mungkin mengikuti larangannya untuk tidak terus mengikuti tim Genies yang akan diresmikan besok.

“Jadi apa alasannya, Andra?” tanya Irene, mulai geram dengan setiap ucapan Andra. Pada akhirnya, semua hanya terdengar seperti basa-basi bagi Irene.

Untuk menghindari rasa penasaran Irene yang mungkin bisa makin parah, Andra memutuskan untuk pergi dari hadapan Irene dengan secepat mungkin. Namun sebelum benar-benar pergi, laki-laki itu diam-diam memberikan secarik kertas pada Irene, bermaksud agar putri es itu dapat mencari tahu sendiri maksud yang sulit diutarakannya di sini. Tentu saja Irene sempat mau mengejar laki-laki itu karena bingung kenapa dia meninggalkan kertas tanpa banyak menjelaskan lagi.  Namun ternyata Andra bisa lolos dari jangkauan Irene saat ini berkat kemunculan kedua teman yang sempat membuat Irene mempertanyakan keberadaan mereka. Siapa lagi kalau bukan Brizya dan Anna. Meski dia masih penasaran di mana keberadaan Leesha, sekiranya tidak mungkin juga gadis eksentrik itu ada di area GHS yang telah mengusirnya.

***

Valron sedang berdiri tegap menatap Ahza yang sedang berpikir keras di kursi kerjanya. Dia sangat berharap agar bosnya itu tidak mengatakan hal buruk yang akan membuat Irene makin kesal. Bagaimanapun, si putri es satu-satunya yang belum mengetahui kebenaran di balik semua ini. Valron bahkan tidak tega membayangkan betapa terlukanya Irene nanti karena pada akhirnya, Irene mungkin akan mengetahui hal itu dengan sendirinya.

“Apa kamu sudah baik-baik saja?” tanya Ahza, di luar dugaan Valron.

“Pengobatan dari Figo memang selalu manjur, Tuan,” jawab Valron seadanya. Ahza mengangguk setuju mendengar jawaban Valron. Mungkin karena dia sudah terbiasa dengan berbagai serangan ketika sesi pelenyapan, sehingga pemulihan tubuhnya menjadi lebih cepat. Ditambah lagi, metode pengobatan Figo memang yang paling cepat dan handal.

“Melihat Irene yang kali ini tidak setuju dengan permintaan saya, sudah dapat dipastikan dia harus mendapatkan perlindungan total dari kita, terutama kamu sebagai pengawal terdekatnya,” ujar Ahza, akhirnya mengutarakan maksud dirinya memanggil Valron pagi ini.

“Apa mereka benar-benar bahaya, Tuan? Bagaimana kalau kita langsung menyingkirkan pimpinan perusahaan itu saja agar rencana gila mereka bisa benar-benar gagal,” saran Valron, sebenarnya memang harus begitu.

“Kamu tahu sendiri. Kalau tidak karena Agata, saya tidak akan mau mengikuti cara penuh basa-basi seperti ini,” keluh Ahza. Memilih untuk diam seperti ini saja sudah sangat menyesalkan baginya. Apalagi memikirkan hal yang bisa-bisa membahayakan nyawa orang-orang kesayangannya. Semakin dipikirkan, pria brutal itu kian resah.

“Jadi apa kita harus mengikuti perintah Agata begitu saja?” tanya Valron, masih tidak bisa membiarkan mereka bertindak di bawah perintah Agata yang tidak begitu jelas kalau terus dipikirkan.

“Tentu tidak. Dia mungkin istri yang sangat saya rindukan selama ini. Tapi saya tidak akan ceroboh membiarkan putri kesayangan saya harus terjebak dalam situasi menyakitkan lagi.”

Valron akhirnya bisa sedikit bernapas lega mendengar ucapan Ahza. Dia sempat ragu kalau mungkin Ahza bisa kehilangan akal sehatnya dan malah mengikuti rencana istrinya yang selama ini diketahui telah meninggal secara tragis. Mungkin dia tidak meragukan kebencian Agata pada Genies. Hanya saja, baik Ahza maupun Valron tidak terlalu mempercayai rencana yang sudah direncanakan dengan teratur. Berurusan dengan para psikopat seperti pimpinan Genies tidak akan selesai hanya dengan rencana sempurna seperti yang sempat disampaikan Agata di malam itu.

Lihat selengkapnya