YOUR THE BOSS

Achi Suci
Chapter #8

RENCANA SHEVA

HANA

"It's really nice to see you again, Hana," sapa Ma'Tien.

Kepala ART rumah keluarga Adiyatama di Singapura. Wanita paruh baya berdarah Chinese dan Melayu. Orangnya ramah. Aku bertemu dengannya pertama kali saat usiaku 17 tahun dan terakhir kalinya saat usiaku 18 tahun. Aku kira itu akan menjadi yang terakhir. Siapa yang menyangka hari ini aku datang kerumah ini lagi. Setelah 10 tahun lamanya. Aku masuk ke salah satu kamar tamu yang dulu pernah aku tiduri. Interiornya masih sama. Senyum Ma'Tien pun masih sama.

"Sheva asked me to give you this," ujar Ma'Tien menyuruh ART dibelakangnya memberikan paper bag yang sudah bisa kutebak isinya. Pasti pakaian.

"Thank you," ucapku menerimanya. Ma'Tien pamit keluar kamar meninggalkanku sendiri di kamar ini. Aku menghela napas. Di ingatanku masih kental bagaimana sorot mata marah Sheva sepanjang jalan menuju rumah ini. Serta adu argumentasi yang membuatku takut akan hasilnya.

"Just give me a key," ucap Sheva tadi sambil meminta kunci mercedes benz Navy yang baru saja dibawa supirnya. Supirnya memberikannya, ia lantas menggandengku menuju pintu mobil lalu menyuruhku masuk. Tanpa sepatah katapun. Aku memandangi sosok Sheva yang menyeramkan itu. Aku kenal mode Sheva yang seperti ini. Even when he didn't say anything bahkan setelah mobil ini melaju meninggalkan restoran tadi.

"Shev, aku ..."

"Kalau kamu emang nggak mau balas Tante bar-bar tadi. Biar aku aja," potongnya dengan suara datar namun terasa dingin.

Aku terhenyak. Aku memutar duduk agar bisa menatapnya.

"Enggak! Nggak ada yang perlu dibalas disini, Sheva Areksa!" seruku langsung ngegas. Walau aku tahu pendekatan api ketemu api itu salah. Terkhusus jika itu diberlakukan pada Sheva.

"Terus sampai kapan kamu mau disiram dan ditampar kayak tadi?" Sinis Sheva.

Aku diam. "It's not a big deal," pelanku bohong.

Sheva berdecak. "Fine. If that's not a big deal for you. But for me, it's a big deal!" ujar Sheva membuat mataku mendelik.

"Aku bukan siapa-siapa kamu ya, Shev! Jadi jangan berlebihan. And don't acting like you're the one who care about my heart. You're a part of them!" Seruku mulai menyerangnya.

Sheva terkekeh mengejek. Aku tahu ia tidak akan mendengarkanku.

"Fine. Aku bakal bikin kamu jadi siapa-siapa aku lagi. And you're right. Aku mungkin termasuk orang yang sakitin kamu. Tapi aku juga adalah orang yang akan memastikan kalau nggak akan ada lagi orang yang sakitin kamu," balasnya.

Tuh kan!

Aku menghela napas.

"We're not teenager anymore, Sheva. Tuhan, please," sahutku memelas sambil menyentuh lengan kanannya. Aku benar-benar takut dengan bentukan Sheva yang sekarang. Ia bisa menghabisi siapapun. Ia punya riwayat itu dimasa lalu. Sheva hampir menghabisi Dirio, teman SMA kami yang kala itu bermaksud melecehkanku. Jikalau aku tidak datang tepat waktu. Entahlah apa yang akan terjadi.

"Oh, kamu tenang aja. I will not kill them like i tried to killed Dirio before. You will see my 29 years old version," ujar Sheva sadar aku mengungkit permasalahan Dirio.

Lihat selengkapnya