IVAN
Gue terbangun mendengar dering handphone lagu Katy Perry berjudul Unconditionally berulang. Nada dering yang sengaja kupasang khusus panggilan dari Pak Sheva, Bos-ku. Gue melihat jam diatas meja. Ya Allah, jam 2 pagi! Tumben banget Pak Sheva telepon gue jam segini??
Gue mengangkatnya. "Van, tolong kabarin Capital Magnolia, saya mau cek proposal mereka lagi di hari rabu. Tentunya setelah mereka revisi semua poin yang saya lingkari. Saya udah email ke kamu. Kamu kirimkan ke mereka. Maaf ganggu tidur kamu. Senin saya traktir."
Pak Sheva mematikan teleponnya begitu saja. Tanpa menunggu jawaban gue. What the hell! Kenapa nggak dia ketik aja biar besok gue baca?! Pak Sheva ... Pak Sheva. Bener nih kata Pak Nando, kalau Pak Sheva udah ketemu lagi sama Bu Hana. He will be crazy as f**k!
SHEVA
Setelah menelepon Ivan dini hari dan memastikan keinginan Hana tercapai. Gue memandangi kesayangan gue ini dalam senyum nggak jelas. Konyol memang. Hana sudah tertidur. Hebat dia! Bisa tidur setelah menguji iman gue habis-habisan. Gue mengecup kepala Hana lembut.
"Aku sayang kamu, Han. Sayang banget," ucap gue pelan sambil merangkul tubuhnya yang sudah terlelap.
*
SHEVA
"Shev, yang semalam itu bukan berarti kamu bisa cium aku seenaknya ya! Itu cuma ..." Hana bingung sendiri mendeskripsikannya. Gemesin banget. Selalu sukses buat gue senyum-senyum sendiri. Saking bingungnya mungkin dia lupa kalau tadi ia berniat membuka pintu mobil gue.
"Iya paham," tukas gue membantunya.
"Paham apanya?" Galak Hana.
Astaga! Dia malah mencari masalah sama gue. Gue refleks tersenyum lebar.
"Malah senyum-senyum," sewotnya.
"Ya, aku paham. Kamu cium aku karena kebawa suasana aja kan. Mengingat kenangan indah sepuluh tahun lalu sama aku. Begitu kan?" ujar gue.
Hana mencibir.
"Nggak seindah itu juga kali!" tandasnya.
Gue tertawa.
"Kamu maunya apa dan gimana sih, Han? Aku tuh dari semalam selalu nurutin mau kamu loh. Termasuk soal memberi kesempatan sama Arga. Sekarang malah cari ribut sama aku," ujar gue meledeknya.
Kapan lagi gue bisa berantem pagi-pagi buta didalam mobil sama Hana kayak gini? Kapan lagi?
Hana diam. Dia mungkin sadar betapa gue menekan ego ini sekuat tenaga. "Iya tahu. Thank you," ucap Hana dengan wajah menyesal bercampur salah tingkah. Gue tersenyum.
"Enggak kayak semalam ucapin thank you-nya?" goda gue.
Pipi Hana bersemu merah. "Idih!" sahutnya. Gue hanya tersenyum lebih lebar.
ARGA
Kebiasaan gue mengecek email setelah bangun pagi membuat gue menemukan sebuah email mengejutkan. Email dari Ivan. Asistennya Sheva. Jantung gue langsung berdebar di luar kontrol. Apa lagi nih sekarang? Apa lagi yang Sheva mau setelah menghancurkan gue habis-habisan dalam satu kali pukul? Gue membuka email tersebut. Membacanya baik-baik. Kedua mata gue membuka lebar. Sulit mempercayai isi email termasuk tautan yang disertakannya.
Gila!
Apa Hana yang melakukan ini? Semudah itu Hana membuat Sheva mengubah keputusan mematikannya? Sheva memberikan satu kali kesempatan revisi proposal. Sekaligus memberitahu poin yang harus diperbaiki. Luar biasa! Sehebat itukah pengaruh Hana bagi Sheva!?
*
IVAN
Jujur. Selama gue kerja sama Pak Sheva selama 7 tahun ini. Belum pernah gue melihat wajah dia secerah sekarang.