Yu Darsinah (Abang Getih, Putih Balung)

Eka A Anggraeni
Chapter #7

Tragedi di Dalam Hutan

Langkah Purnomo tiba-tiba terhenti. Rahangnya mengeras dan tatapannya penuh kebencian. Begitu pun dengan Darsinah. Gadis itu menatap lurus ke depan dengan tajam. Rasa nyeri yang tadi menguasai kakinya seakan-akan melebur dengan kebencian yang memenuhi hatinya.

Purnomo melepaskan tubuh Darsinah dan meraih senapan yang sejak tadi menggantung di pundak kirinya. Dia memosisikan tubuhnya di depan Darsinah. Bersiap menembakkan timah panas kepada pendatang baru yang sekarang mengepungnya.

Ada tiga prajurit belanda yang sekarang mengarahkan moncong senapan ke arah mereka berdua. Bersiap menembak kapan pun.

Purnomo mengumpat. Dia dan Darsinah sedang tidak berada di posisi siap menyerang. Dia hanya seorang diri dengan gadis tidak berdaya yang terluka. Mungkin saja kelompoknya sudah mundur dan meninggalkan hutan ini.

Sementara itu, Darsinah mengepalkan kedua tangannya. Seharusnya dia membawa kapak tadi, dengan begitu dia tidak akan lagi menjadi gadis tidak berdaya.

“Nah, kowe iso mlayu?” Purnomo berbisik sambil melirik wajah Darsinah. Dia sedikit terkejut karena Darsinah tidak terlihat takut sama sekali.

Darsinah tidak menjawab. Gadis itu melangkah dengan kaki pincang dan berdiri di samping Purnomo.

“Nek ancene wayahe mati, dodo mlayu sampe neng Jabalkat, tetep wae mati.” Kata-kata Darsinah terdengar penuh tekad. “Nek ancene wayahe mati, ayo mati bareng, Kang.” Darsinah mengakhiri kalimatnya dengan senyuman.

Purnomo tertegun mendengar perkataan Darsinah. Dia tidak yakin, apakah Darsinah sedang kehilangan kewarasannya atau memang berniat mati bersama Purnomo apa pun yang terjadi.

Geef op of sterf?”[1] Salah seorang tentara Belanda menyuarakan itu dengan lantang. Mereka bertiga terus merangsek maju, berusaha memojokkan Purnomo dan Darsinah.

Sterven klinkt menselijker dan opgeven en je slaaf worden.”[2] Darsinah menjawab dengan santai. Gadis itu seakan-akan sudah benar-benar kehilangan rasa takut dalam dirinya.

“Jij! Die brutale vrouw! Hoe kun je vrij zijn?"[3] Salah satu dari mereka mengenali Darsinah dan menodongkan senapan ke arahnya.

“Ya, aku wanita kurang ajar itu,” jawab Darsinah. Tatapannya masih begitu tajam, lebih terkesan menakutkan.

Purnomo tidak bisa menyangkal kekagumannya pada Darsinah. Gadis itu benar-benar membuatnya merasa berbeda. Ada begitu banyak keberanian yang terlukis di tatapan dan wajah Darsinah.

“Berani U!”

Salah seorang tentara melangkah cepat ke arah Darsinah dan memukul wajah gadis itu dengan ujung senapan. Darsinah langsung tersungkur ke tanah.

Lihat selengkapnya