Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #1

Sugeng Tindak

Kamis, 6 September 2013

Ini bukan hanya kehilangan besar bagi keluarganya. Ini juga kehilangan besar bagi Kota Solo. Bahkan beritanya pun sudah muncul di surat kabar dan televisi nasional. Hari ini, pukul 09.45 WIB, Yu Limbuk meninggal di Rumah Sakit Brayat Minulyo, ditunggui enam orang anaknya. Anak bungsu masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Solo, tak sempat bersua dengan ibundanya dalam keadaan hidup untuk terakhir kalinya.

Yu Limbuk meninggal pada usia 74 tahun 9 bulan, nyaris 75 tahun menikmati indahnya dunia. Sebuah hidup yang epic, yang ditutup dengan kemasyhuran namanya sebagai tukang masak gudeg yang top markotop di seantero kota, bahkan negara. Memutus pandangan bahwa gudeg selalu tentang Jogja, untuk kemudian mengajak orang menikmati hasil kepiawaian jari-jari tuanya meracik bumbu gudeg.

Berjualan gudeg secara keliling sejak tahun 1956, saat usianya 17 tahun, berkeliling dari satu kampung ke kampung, dalam situasi ekonomi negara yang belum sepenuhnya stabil. Saat itu, gudeg yang dijualnya sederhana saja, satu bungkus nasi dengan lauk gudeg, yang diambilnya dari tetangganya untuk kemudian dia jual keliling. Tak ada telur, apalagi daging suwiran ayam. Hanya kadang-kadang ada krecek yang versi murahan, sisa dari kulit sapi pedagang daging. Meskipun sederhana, banyak yang menunggu Limbuk remaja untuk menikmati gudegnya.

Karangan bunga terus mengalir dikirim ke kediaman Yu Limbuk, di Kampung Penularan, Laweyan, Solo. Berjajar dari ujung jalan, mulut gang, hingga memenuhi halaman rumah Yu Limbuk. Tulisan "Sugeng Tindak" banyak terlihat di karangan bunga itu, sebagai ucapan perpisahan kepada Yu Limbuk. Tampak terbaca pengirimnya adalah para pejabat kelurahan, kecamatan hingga kota, instansi-instansi, serta pengusaha dan kolega-kolega Yu Limbuk. Yang paling menonjol adalah karangan bunga duka cita dari Presiden yang dipasang tepat di depan pintu masuk halaman rumah Yu Limbuk. Beberapa pelayat tampak mengabadikan karangan bunga yang dipenuhi mawar dominan putih penuh, semua bunganya asli.

Rumah Yu Limbuk memang berada di dalam gang. Tapi jangan salah, setelah masuk gang maka akan tampak sebuah pendopo cukup luas di halaman depan rumahnya. Bagaimana mobil bisa masuk? Katanya orang kaya harusnya bermobil? Yu Limbuk telah membeli sebidang tanah seluas 200 meter persegi di pinggir jalan kampung untuk lokasi parkir mobil pribadinya, mobil usaha, serta mobil anak-anaknya.

Berita meninggalnya Yu Limbuk sudah beredar kemana-mana. Radio menyiarkan, stasiun televisi lokal telah mengirimkan krunya untuk reportase secara langsung pemakaman Yu Limbuk. Tampak juga banyak wartawan lokal maupun nasional berada di sekitar rumah Yu Limbuk. Media online jauh lebih cepat, mengupas dari banyak sisi tentang Yu Limbuk, yang headline utamanya adalah "Legenda Gudeg Solo Telah Berpulang".

"Bedah bumi sudah beres. Kita sepakati pemakaman nanti jam tiga sore, ya?" kata Kusumastono atau biasa dipanggil Tono, anak tertua Yu Limbuk. Anak-anak Yu Limbuk lainnya yang tampak duduk melingkari jenazah ibunya, hanya mengangguk pasrah. Wajah anak-anak perempuan Yu Limbuk lebih sembab daripada wajah-wajah anak lelakinya.

Yu Limbuk memiliki tujuh orang anak dari pernikahannya dengan Kusmaryanto, lelaki asal Desa Tanon, Kabupaten Sragen, sebuah kabupaten tak jauh dari Solo. Tujuh orang anaknya tersebut dari yang tertua adalah Kusumastono atau akrab dipanggil Tono, Kusmiyatun atau Atun, Kustiyati atau Yati, Kustiyanto atau Yanto, Kusmaryadi atau Yadi, Kustini atau Tini, serta si bungsu Kusrini atau Srini. Sang Bapak, Kusmaryanto, telah meninggal tahun 1996 karena kecelakaan.

Saking prominent-nya sosok Yu Limbuk, Walikota Solo akan memberikan pidato penghormatan pada pemakaman yang akan berlangsung sore nanti. Ini tak mengherankan karena bagaimanapun, sedikit banyak, Yu Limbuk telah mampu mendongkrak pariwisata Solo, melalui ketenaran kulinernya. Banyak wisatawan lokal yang penasaran bagaimana nikmatnya Gudeg Yu Limbuk. Alhasil, kedatangan wisatawan ini sedikit banyak mampu mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata, serta mampu mendorong bergeraknya roda ekonomi rakyat. Liputan media nasional tentang kiprah Yu Limbuk sudah tak terhitung. Seiring majunya teknologi, banyak influencer juga kerap datang ke rumah makan Yu Limbuk untuk kepentingan konten.

Lihat selengkapnya