Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #2

Si Wartawan dan Sri Kadarwati

Yu Limbuk mungkin tidak akan pernah menyangka, masakan gudegnya akan mengubah banyak hal dalam hidup anak dan cucunya. Semua hanya berawal dari niat kuat untuk bertahan hidup dan memperbaiki kualitas hidupnya dan keluarga.

"Jadi mulai umur berapa Yu Limbuk belajar memasak gudeg?" laki-laki yang merupakan wartawan majalah gaya hidup nasional itu memulai obrolannya. Yu Limbuk merespons dengan tertawa-tawa, lebih banyak tidak paham karena memang bahasa Indonesianya tidak terlalu bagus. Biasanya bila ada wawancara begini, memang Yu Limbuk ditemani Atun si anak kedua dan Yanto si anak keempat. Atun membantu menjawab pertanyaan terkait soal masakan, sementara Yanto lebih pantas disebut sebagai "staf Humas" Gudeg Yu Limbuk karena memang pendidikannya tinggi. Atun hanya lulus SMP sebelum akhirnya mogok tak mau meneruskan sekolah dan memilih menemani sang ibu berdagang gudeg.

Mengawali berdagang gudeg keliling pada tahun 1953 saat usianya masih 14 tahun, Yu Limbuk memulai kiprahnya menjadi bakul gudeg. Saat itu, karena tak memiliki modal, Yu Limbuk hanya menjualkan nasi gudeg bungkusan milik Bu Renggo, keliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Hasil dari dia berdagang keliling sebagian ditabung, kelak diharapkan mampu untuk modal membuat gudeg sendiri dan dijual sendiri.

Yu Limbuk hanya mengenyam bangku kuliah Sekolah Rakyat (SR) atau setingkat Sekolah Dasar (SD) selama dua tahun saja. Tetapi cukup untuk membuatnya mengenal angka dan huruf. Setelah itu, hidupnya diabdikan untuk berdagang untuk bertahan. Tak hanya menjualkan dagangan milik Bu Renggo, Yu Limbuk juga kerap belajar cara memasak hingga resep-resep masakan dari Bu Renggo. Wanita pedagang nasi itu terkenal galak di kampungnya, tapi dengan Yu Limbuk, Bu Renggo sangat sayang dan perhatian seperti anak gadisnya sendiri. Tak heran Bu Renggo yang jago memasak ini tak pelit berbagi ilmu kepada Yu Limbuk.

Tahun 1955, Bu Renggo meninggal. Yu Limbuk pontang-panting menegakkan kakinya supaya keuangannya tak goyah karena praktis tidak bisa mengambil dagangan di tempat Bu Renggo lagi. Tabungannya pun dibongkar dan dengan nekat dia membuka usaha sendiri. Hingga akhirnya, tahun 1956, tak lagi jualan keliling, Yu Limbuk membuka usahanya di rumah sederhananya, membongkar bilik depan rumahnya menjadi serupa warung. Ini bukan tanpa risiko, karena banyak langganannya beda kampung, tentu akan kerepotan kalau harus datang ke rumah Yu Limbuk hanya demi beli gudeg. Mereka yang setia, rela datang ke rumah Yu Limbuk untuk membeli gudeg. Tetapi tak sedikit juga pelanggan yang lepas karena Yu Limbuk tak pernah keliling lagi.

Tiga tahun jatuh bangun menegakkan usahanya, tahun 1958 Yu Limbuk berkenalan dengan Kusmaryanto, pemuda asal Dusun Tanon, Sragen, yang kerap dia temui saat belanja bahan-bahan gudeg di Pasar Kembang. Kusmaryanto adalah pedagang nangka muda di Pasar Kembang yang selama ini menjadi tumpuan Yu Limbuk untuk mendapatkan pasokan nangka muda bahan mentah masakah gudeg. Dari pertemuan antara pembeli dan pedagang ini, tumbuhlah benih-benih cinta di antara keduanya. Pada waktu itu, umur 19 tahun bagi seorang gadis sudah lumayan terlambat bila belum menikah. Sementara Kusmaryanto tiga tahun lebih tua dari Yu Limbuk. Kusmaryanto adalah pemuda lugu yang kerap menyisir rambutnya klimis belah pinggir. Kusmaryanto adalah pemuda pekerja keras dan jujur, dengan tubuh tak terlalu tinggi namun juga tak pendek. Badannya berotot, menunjukkan kerasnya dia bekerja. Lebih dari itu, Yu Limbuk terpesona karena kesabaran Kusmaryanto melayani pembeli, termasuk dirinya.

Setahun kemudian, akhirnya keduanya memutuskan menikah setelah kedekataan beberapa saat. Kehadiran Kusmaryanto sebagai suami, menjadi suntikan luar biasa Yu Limbuk untuk mengembangkan usahanya. Sang suami membantu berbelanja bahan serta mengantarkan pesanan ke langganan. Ibaratnya, Yu Limbuk sudah mengenal konsep food delivery sejak lama.

Pernikahan keduanya cukup harmonis, meskipun lebih dari 5 tahun belum juga dikaruniai anak. Yu Limbuk bukannya tidak berusaha. Segala jamu dia coba supaya hamil, seperti saran para sesepuh di kampung maupun tetangganya. Mulai dari minum jamu temu ireng dan garam, ramuan pala asam dan kayu timur, jamu lempuyang cabe dan jahe, semua dicoba, tapi belum juga hamil. Baru di tahun 1965, anugerah itu hadir. Yu Limbuk melahirkan anak pertamanya di bulan November, seorang bayi laki-laki yang diberi nama Kusumastono. Setelah itu, tak hanya dikabulkan, Tuhan memberikan lebih banyak dari yang diminta, total tujuh anak lahir dari rahimnya. Tak ada yang menyangka Yu Limbuk akan beranak banyak mengingat dia pernah 5 tahun lebih berupaya hamil dan mengkonsumsi aneka jamu. Saat itu, Yu Limbuk juga belum mengenal Keluarga Berencana (KB).

"Jadi yang benar-benar menguasai resep Yu Limbuk di antara semua anak-anak ini siapa ya?" tanya si wartawan.

"Opo, Nduk?" Yu Limbuk menoleh ke arah Atun, lalu dengan sabar Atun menjelaskan apa yang ditanyakan oleh wartawan itu.

"Yo sing wedok-wedok iki wis pinter. Utamane si Atun iki," jawab Yu Limbuk.

"Kalau anak-anak perempuan hampir semua sudah bisa memasak gudeg dengan resep Simbok, Mas. Kalau saya dan anak-anak laki-laki lainnya ya hanya tahu resepnya, bahan yang digunakan, tapi tidak pernah memasak. Karena memang dapur itu wilayahnya perempuan," jelas Yanto menimpali.

Lihat selengkapnya