Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #4

Kasak-Kusuk Kongkalikong

Laporan utama Majalah Delicio berhasil menggiring opini di kalangan pedagang gudeg di Solo bahwa ada kongkalikong antara orang-orang yang mengelola Gudeg Yu Limbuk dengan Pemkot Solo, misalnya Pemkot terlalu menganakemaskan Gudeg Yu Limbuk dalam hal promosi. Saat ada pameran kuliner misalnya, Gudeg Yu Limbuk selalu yang diutamakan. Bahkan kunjungan-kunjungan kerja ke berbagai daerah hingga luar Jawa selalu menyertakan orang dari manajemen Gudeg Yu Limbuk. Hal ini buntut tudingan Sri Kadarwati, pemilik Gudeg Ndoro Bei, di majalah tersebut.

Kustiyati alias Yati, anak ketiga Yu Limbuk, yang selama ini ditugasi mengelola Gudeg Yu Limbuk cabang Gading, gregetan dengan kabar itu. Kegeraman itu disampaikannya saat kumpul keluarga. "Aku lho disindiri. 'Pengen terkenal aja harus menempuh segala cara' gitu kata seorang ibu-ibu kemarin. Hiiiih, pengen tak cuwoookot lambene," kata Yati geram.

"Siapa yang bilang begitu?" tanya Yadi, anak kelima.

"Nggak tahu. Kemarin itu ada ibu-ibu berdua, habis makan bayar di kasir. Giliran sudah selesai bayar nyeletuk begitu. Langsung pergi. Dia beraninya nyindir setelah selesai makan dan bayar. Coba berani nyindir pas masih makan, sudah kuusir dia," imbuh Yati getem-getem.

"Lha ngapain kamu ambil hati? Kamu baper namanya. Yang namanya bisnis, hal begitu itu sudah biasa. Ngapain juga kamu pedulikan omongan Kadarwati. Orang sudah tahu kalau Kadarwati itu selalu sirik pada kita. Nggak usah diambil pusing," celetuk Tono yang kebetulan ada di sana.

"Bukan begitu, Mas. Kita di sini ini untuk menyamakan omongan juga menyikapi hal ini. Kalau nanti ada orang yang mempersoalkan, pantesnya kita ngomong apa? Jangan pating clebung menanggapinya. Ini juga bukan soal baper karena memang kenyataannya kita ini lagi dimusuhi banyak orang," terang Yati.

"Dibantah gitu saja. Ngono wae kok repot," sambar Tono.

"Bukan begitu, Mas. Jadi gini, oke kalau nanti ada yang nyindir-nyindir begitu kita biarkan saja. Tapi kalau ada yang serius nanya, baru kita jawab baik-baik. Intinya kita tidak pernah meminta dianakemaskan Pemkot, tidak pernah membayar Pemkot. Kalau selama ini kita dipromosikan Pemkot dan diajak roadshow ke pameran pariwisata, itu murni inisiatif dari Pemkot. Kita ini sudah terkenal lebih dulu, jauh sebelum digandeng Pemkot," jelas Yanto yang memiliki pemikiran paling bagus dibanding saudara-saudaranya.

"Iya, aku sepakat gitu aja," sambung Atun.

"Eh, lha kemarin gimana soal wartawan yang kamu damprat itu?" tanya Kustini alias Tini. Yanto tersenyum sinis.

"Dia nggak merasa bersalah. Katanya konsep rubrik itu memang profil, kemudian ada tanggapan dari pakar kuliner dan pelaku usaha serupa. Itu ngeles saja. Iya bener konsepnya begitu, tapi kan ya kudu disaring. Kenapa juga omongan Kadarwati yang tendensius menyerang kita dan Pemkot tidak dipotong saja? Kalau mau dimuat kan ya harus klarifikasi dulu. Ini enggak, main muat aja. Katanya sudah kejar deadline. Pokoknya tailah itu wartawan," kata Yanto bersungut-sungut.

"Bajindul juga, ya?" Yadi menimpali omongan kakaknya.

"Aku jawab, ya sudah. Saya mewakili keluarga besar Gudeg Yu Limbuk mem-blacklist Majalah Delicio. Tanpa Anda, kami sudah terkenal. Kami tidak butuh media yang tidak menjalankan kaidah jurnalistik yang benar. Selamat, Anda telah mempermalukan majalah Anda sendiri. Hahaha ... aku gitukan, terus nggak dibalas. Ini kalau aku mau mempersoalkan ke bosnya, habis dia. Tapi ya sudahlah, kasihan kalau dia kena masalah di kantor gara-gara kasus ini," lanjut Yanto panjang lebar.

"Kamu tai juga ya kalau lagi marah, Mas. Hahaha ... nggak apa-apa, sesekali perlu begitu biar kita tidak diremehkan lagi," sahut Yadi.

"Cocok. Kemarin Srini juga telepon aku misuh-misuh baca omongannya Kadarwati. Malah dia pengen memberikan pelajaran ke Kadarwati saking gemesnya," kata Tini menceritakan respons Srini, si bungsu yang tak ada di pertemuan itu karena memang bekerja di Jakarta.

"Gitu aja kok dipanjanglebarkan. Baperan semua! Baper, baper!" Tono tiba-tiba nyeletuk lalu dengan cepat bangkit dan berlalu dari pendopo Joglo itu. Semua adik-adiknya yang berada di sana saling berpandangan dengan sikap kakak tertuanya yang aneh itu. Sepeninggal Tono, semua ngakak.

Lihat selengkapnya