Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #19

Benang Belum Terurai

Suasana pendopo Joglo kediaman Yu Limbuk di kampung Panularan malam itu tampak sedikit tegang. Semua keluarga inti Yu Limbuk hadir, kecuali Rini yang sudah kembali ke Jakarta. Tampak Atun dan Yati dengan suami masing-masing, serta Tono, Yanto dan Tini duduk terdiam di kursinya masing-masing. Kursi-kursi di tata melingkar dengan meja panjang di tengah dengan beberapa sajian makanan ringan.

Di sudut bagian dalam pendopo itu duduk Yadi didampingi Indri, bak tersangka yang siap menghadapi persidangan. Pertemuan ini digelar untuk membuat persoalan Yadi menjadi terang benderang. Dihadirkan pula Kyai Faqih dari pondok pesantren di Kartasura untuk menjadi penasihat secara agama tentang langkah apa yang harus diambil dalam menghadapi kasus ini.

Beberapa saat kemudian tampak tergopoh-gopoh masuk ke halaman rumah Yu Limbuk, dua orang laki-laki, satu berbatik cokelat mengenakan peci, satunya lagi mengenakan baju koko putih. Yanto mempersilakan keduanya duduk di samping Kyai Faqih.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh. Terima kasih atas kehadiran Bapak-bapak memenuhi undangan kami. Langsung saja supaya tidak bertele-tele dan menyita waktu, kami ingin menyampaikan maksud dan tujuan mengundang bapak-bapak sekalian,” Tono sebagai anak tertua membuka pembicaraan mewakili keluarganya.

“Jadi ... kami menghadapi persoalan. Kalau mau disebut persoalan ya memang persoalan, kalau tidak kok ya ada yang mengganjal ...”

Lalu Tono bercerita tentang apa yang dialami oleh Yadi. Bahwa tanpa diketahui keluarga besarnya, Yadi menghamili anak orang, kemudian diam-diam menikah siri. Menjadi persoalan karena keluarga sama sekali tidak mengetahui. Biar tidak menjadi persoalan dan fitnah, maka mereka meminta bantuan Kyai Faqih serta Pak RT dan Pak RW di wilayah mereka.

“Jadi sebenarnya sudah menikah siri, ada saksi yang bersedia didatangkan. Tetapi problemnya bagaimana kami menghadapi ini supaya tidak muncul persoalan baru. Terus terang ini kami juga sangat terkejut,” kata Tono sambil melirik ke arah Yadi yang dari awal selalu menunduk wajah.

“Dalam Islam, pernikahan siri itu sah ... selama semua rukun dan syaratnya terpenuhi. Tetapi memang, tidak memenuhi hukum negara. Karena dalam hukum negara itu sebuah perkawinan harus dicatat di Kantor Urusan Agama atau KUA. Jadi sebaiknya, penuhi juga aturan itu. Biar enak jalannya kan? Secara administrasi negara kan rapi juga, pasti nanti anaknya butuh untuk ngurus ini itu nantinya,” saran Kyai Faqih.

Tentang hal ini disepakati akan segera dilakukan. Masalah yang kedua adalah, bagaimana supaya peristiwa ini tidak memunculkan masalah baru. “Ya enaknya nanti digelar pernikahan secara hukum negara dengan mengundang tetangga kanan kiri, hanya untuk menyaksikan bahwa keduanya merupakan pasangan suami istri yang sah,” saran Pak RT.

Pembicaraan di luar dugaan berlangsung lancar dan tak banyak perdebatan. Mungkin energi kemarahan dan kekecewaan sudah habis kemarin, saat seluruh anggota keluarga tahu pertama kali tentang rahasia Yadi.

“Sekalian mau minta saran, Pak Kyai ... ini bagaimana ya ... sejujurnya dalam beberapa bulan terakhir usaha kami selalu menjadi bulan-bulanan isu yang tidak benar, fitnah yang menyesatkan. Padahal, selama ini kami tidak pernah melakukan hal-hal yang dituduhkan. Nah, saya kok berprasangka buruk, bahwa persoalan Yadi ini juga akan dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab ya, Pak. Nah, menurut Pak Kyai, kami harus bagaimana?” Yanto mengungkapkan kegundahannya.

“Pertama, jangan berprasangka buruk. Sekali lagi saya tegaskan, hilangkan prasangka buruk,” sahut Kyai Faqih dengan cepat, sambil memandang ke arah Yanto yang terlihat hanya mengangguk-angguk.

“Kedua, jujur apa adanya tentang peristiwa ini, jangan ada yang disembunyikan. Yadi malu? Ya itu risiko kamu sudah berzina, hukumanmu. Dengan membuka semuanya, itu sudah jadi hukuman sosial yang harus ditanggung oleh Yadi, juga keluarga ini ... dengar itu Yadi ya. Ini bukan hanya soal dirimu, tetapi juga kakak-kakak dan adikmu. Kamu berutang maaf kepada mereka. Nah, kalau sudah terbuka, semuanya akan lebih enteng,” jelas Pak Kyai.

Lihat selengkapnya