Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #23

Akhirnya Franchise

Atun melayani pembelinya dengan senyum. Interaksi dengan pembeli yang sudah masuk kategori pelanggan kadang memang tidak terlalu bersekat. Selain berkisar tentang makanannya sendiri, kadang mereka curhat juga tentang banyak hal. Tak jarang lebih lama ngobrolnya daripada makannya.

"Tapi bener ya, Mbak Atun. Saya bener jual ruko di Honggowongso itu lho. Mbok datang lihat-lihat dulu, harga pertemanan sudah. Wong duit ya tinggal cetak sendiri tho. Itu bagus buat pengembangan usaha,” rayu seorang ibu pelanggannya. Atun ngakak. Duit cetak sendiri kata dia? Lha ini usaha kan dimiliki tujuh orang resminya, bagi-baginya tuh bukan lagi banyak, tapi banyak banget.

“Sudah-sudah, ini pakai lauk apa dulu?” Atun masih tak bisa menahan tawa. Pelanggan itu senyam-senyum sambil menunjuk lauk.

“Aku masih disimpenin ceker ayamnya kan? Aku dibungkuskan nasi gudegnya dua, buburnya satu. Nasinya pakai lauk paha ya, buburnya pakai telur sama tahu putih aja. Cekernya sepuluh dipisah bungkus sendiri. Bojoku kemarin marah-marah nggak kebagian ceker ayamnya lho. Itu berapa semua?” ibu-ibu itu menunjuk lauk yang dia inginkan.

“Langsung ke kasir kan, Bu. Kayak baru pertama kali beli aja hahaha,” sambar Atun. Si ibu ngakak lalu berjalan ke arah kasir, tapi kemudian balik lagi ke Atun, sambil mendekatkan wajahnya lalu berkata pelan.

“Eh, sebelum lupa. Emang bener pakai pesugihan hahaha? Enggak, bercanda...bercanda,”ujarnya sambil menahan tawa.

“Eh...opo lho?” sambar Atun.

“Lha katanya di sini pakai pesugihan? Mbok aku dikasih tau. Pengen juga nih cari, mau bikin toko bahan bangunan soalnya, Mbak,” ibu itu mengedipkan matanya kirinya menggoda.

“Hahaha...isu murahan lagi. Wah, itu sudah lawas. Dari jaman kapan juga sudah sering diisukan begitu. Di mana saja, kalau yang usahanya ramai, pasti disebut punya pesugihan hahaha. Padahal ini semua karena kerja keras. Insha Allah semua halal, Bu,” Atun menanggapi dengan santai.

“Nah itu dia, aku juga ngakak dengar itu kemarin. Ya sudah, aku duluan Mbak Atun. Jangan lupa kontak aku ya, beli rukoku...pakai duit pesugihan juga nggak apa-apa hahaha,” si ibu berlalu menuju kasir dengan tertawa, masih tetap usil dengan isu pesugihan di akhir kalimatnya.

Atun merespons dengan tertawa juga. Ya biasa seperti itu, berdalih guyonan, tetapi sebenarnya dia juga serius bertanya soal pesugihan itu. Bertanya serius tapi dengan diselingi tertawa. Kalau yang ditanya marah atau tersinggung, maka ngelesnya itu hanya bercanda. Begitulah, sudah terlalu sering hal itu dilakukan orang, batin Atun.

Ini bukan kali pertama Atun mendengar isu bahwa ibunya memiliki pesugihan untuk memperlancar usaha. Macam-macam isunya. Pertama dulu sempat diisukan memiliki pesugihan Jaran Toleh atau Kuda Noleh. Tapi ini terbantahkan, karena tidak ada satupun aset properti Yu Limbuk baik rumah pribadi maupun rumah makannya yang terpasang patung kuda menolehkan wajah. Biasanya yang praktik pesugihan Jaran Toleh wajib memasang patung kuda menoleh dengan ukuran besar di tempat usahanya atau di depan rumahnya. Belum lagi isu soal Yu Limbuk mencari pesugihan di Gunung Kemukus, dan lain-lainnya.

Alasan utama orang menyebarkan isu pesugihan ini adalah karena persaingan usaha. Sisanya, lebih banyak orang yang sirik aja atau punya dendam kepada mereka. Biasalah, semakin banyak pohon berbuah, semakin banyak pula orang yang melemparinya dengan batu. Atun hapal dengan hal-hal beginian. Awalnya memang cukup susah bagi dirinya untuk terbiasa, hingga suatu saat Simboknya mengatakan kepadanya, “Kerja keras yang berhasil adalah saat orang menganggap kita sukses karena memakai pesugihan.”

Itu yang pernah disampaikan Yu Limbuk kepada Atun dan anak-anaknya yang lain. Sejak saat itu, anak-anak Yu Limbuk mulai imun dengan isu soal pesugihan. Tuduhan itu pun selama ini tidak dapat dibuktikan.

“Apa lagi, Bu?”

“Pesugihan lagi, Bu?” tanya Bu Paini.

“Iya, nggak tahu ini kok pada nggak capek mengulang isu lama...hahahaha.”

Persoalan isu pesugihan yang kerap menyerang ini bagi anak-anak Yu Limbuk bisa dirasakan mengganggu dan tidak mengganggu juga. Mengganggu karena mereka sudah capek harus membantah persoalan yang sama dari sejak tahun kapan. Berulang terus dan selalu ada orang baru yang termakan isu ini. Tidak mengganggu karena kemudian saking seringnya dijadikan alat untuk menyerang mereka, banyak orang juga yang tidak lagi percaya. Yang lebih penting lagi, isu soal pesugihan ini juga tidak memiliki dampak yang fatal di bisnis mereka bila dibandingkan isu gudeg mereka tidak halal kemarin. Isu Gudeg Yu Limbuk tidak halal kemarin benar-benar ujian bagi anak-anak Yu Limbuk, karena memang langsung berpengaruh ke costumer-nya. Untunglah kehadiran Kyai Faqih dan ratusan anak yatim-piatu di pondok pesantren Kartasura saat acara doa bersama untuk almarhumah Yu Limbuk kemarin secara otomatis membantah isu tidak halal itu.

Lihat selengkapnya