Yu Limbuk 1956

Ariyanto
Chapter #25

Penebusan Dosa

Sri Kadarwati, bos Gudeg Ndoro Bei, tersenyum penuh kemenangan. Setidaknya dari sekian banyak upaya yang telah dia lakukan untuk menghancurkan keluarga itu dan bisnis mereka, ada yang berhasil sesuai dengan harapannya. Rangkullah musuhmu, ajak ke tempat tidur, itu cara terbaik untuk menghancurkannya. Layaknya seni perang ala Sun Tzu, keep your friends close, and your enemies closer.

"Perempuan selalu menjadi strategi yang berhasil dalam menaklukkan musuh. Ini klise, tapi orang tidak pernah belajar dari pengalaman, bahkan pengalaman yang klise sekalipun. Itu yang aku lakukan saat aku berhasil mendekati Yanto. Laki-laki tak beristri berusia hampir 40 tahun, mustahil tak tertarik dengan perempuan wangi seperti aku. Beruntunglah aku karena dia straight ...” Kadarwati terkekeh di dalam mobil. Sopirnya memberi salut kepada bosnya itu dan beberapa kali memuji. Saat begini memang paling tepat untuk menjilat bosnya. Siapa tahu bonus tambahan akan diberikan bosnya itu.

“Ingat itu ya, Gun. Jangan pernah melawan bosmu ini. Jangan pernah berpikir untuk mencoba mengalahkan Kadarwati, apalagi berkhianat, jangan sekali-kali,” Kadarwati mengingatkan Gunawan, sopir pribadinya. Sang sopir mengangguk dengan cepat.

“Kamu tahu, aku sudah mencoba berbagai strategi. Kuserang mereka dari berbagai penjuru, mulai di media sampai isu-isu yang kubangun bareng orang-orang yang kubayar. Media, menurutku berhasil, tetapi memang tidak memiliki dampak yang dahsyat. Tapi gara-gara aku koar-koar di media, aku dengar mereka akan mundur dari tender-tender Pemkot. Itu yang aku inginkan dan aku tunggu-tunggu hahaha. Lalu isu-isu yang aku bangun untuk menyerang mereka itu seberapa efektif? Sangat efektif di isu pertama soal makanan mereka tidak halal, sampai omzet turun 30 persen lho. Tapi isu kedua, soal pesugihan tidak efektif karena isu itu sudah beberapa kali berhembus. Aku tahu itu tidak efektif, tapi aku hanya ingin membuat mereka sibuk memikirkan," cerocos Kadarwati dengan semangat empat lima.

"Hebat ih si ibu," jilat sang sopir.

"Mereka itu sebenarnya tahu aku yang mengatur ini semua, tetapi mereka tidak pernah bisa membuktikan ... berpura-puralah menyerang dari Timur, tetapi menyeranglah dari Barat. Mereka tidak akan pernah siap,” Kadarwati bertepuk tangan untuk dirinya, sambil terkekeh melihat tipu dayanya berhasil.

“Tapi Bu, bisnis mereka masih kokoh lho...”

 "Goblok kamu. Kelihatannya aja itu masih kokoh, tapi lihat apa yang terjadi pada anaknya? Mereka saling mencurigai setelah ini. Yanto adalah motor utama bisnis itu, dia mastermind-nya selama ini. Tapi sebentar lagi Yanto kupastikan akan hancur, diputus pula oleh pacarnya yang cantik tapi bego itu, hahahaha. Andai Kusmaryanto masih hidup, dia akan menyesal telah menyia-nyiakan ibuku dan nangis dia lihat nasib anak-anaknya. Karma itu ada, Gun.”

“Ibu jago bener...”

“Gun, kalau kamu laki-laki normal, sedang berperang, jangan pernah terlibat apapun dengan perempuan. Perempuan hanya akan membuat perselisihan di basis pertahananmu. Pertama, dia akan membuatmu lalai akan tugasmu untuk berperang. Kedua, tingkat kewaspadaanmu akan turun. Lalu sebelum kamu menyadari, semuanya sudah tidak berjalan sebagaimana yang kamu inginkan. Kamu sudah kalah. Ingat itu, Gun.”

“Siap, Bu! Oh ya, ini kita mau kemana Bu?”

“Ke rumah Bu Wiranti yang kemarin aku ajak kamu ke sana. Dia itu orang yang berwenang memutuskan pengadaan konsumsi Pemkot Solo. Aku mau membahas soal rencana memenangkan tender di Pemkot. Ini akan menjadi kejutan manis juga untuk Gudeg Yu Limbuk....hahaha. Selamat berpisah kemasyhuran...hahahaha.”

***

 Tiara memandang Yanto dengan geram. Tiba-tiba dirinya merasa kehilangan rasa pada laki-laki yang ada di sampingnya ini. Pacaran selama lebih dari tiga tahun harus berakhir seperti ini? Setelah apa yang dilakukannya untuk Yanto, semua dibuat berantakan dalam sekejap.

“Aku hanya ingin kamu mengaku, bahwa kamu pacaran dengan janda itu. Bahwa kamu menidurinya,” Tiara terisak. Yanto hanya diam menunduk, tanpa ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

“Jawab, Mas...”

Yanto mengangkat wajahnya, memandang wajah Tiara yang berlinang airmata. “Iya. Aku sudah satu setengah tahun menjalin hubungan diam-diam dengan Kadarwati.”

“Kamu bajingan banget, Mas...” gumam Tiara lirih. Yanto meraih jemari Tiara mencoba mencari cara supaya lepas dari situasi ini dan mungkin bisa menenangkan pacarnya itu.

“Aku tidak menyadari semuanya menjadi begitu kacau. Awalnya aku pikir hanya sebatas teman. Tapi dia merayuku. Aku khilaf sekali, mau diajak tidur. Tetapi di kesempatan berikutnya, dia kerap menghubungiku dan aku seperti tidak sadar sering berkencan dengan dia di hotel. Sekali...dua kali...aku tidak tahu aku sedang berhubungan dengan apa...”

“Dan kamu menerima duitnya...”

Lihat selengkapnya