BAB 6
SUATU MALAM DI DAGO ATAS
Malam itu udara dingin seperti menyelinap di sela-sela kulitku, menggigit sampai ke tulang. Suara motor yang menderu pelan memecah sunyi di jalanan Dago Atas. Yuan, laki-laki yang menjadi mentorku di kantor, tampak fokus mengemudikan motor. Sementara aku, duduk di belakangnya, mencoba menahan dingin yang mulai menusuk tubuhku.
Diamku tadi sepertinya memberinya pesan. Tiba-tiba saja dia membelokkan motor, menjauhi arah kostku. Jalan yang kami lalui semakin menanjak dan menjauh dari keramaian kota.
"Kita mau ke mana, Kak Yuan?" tanyaku, meski aku sudah punya firasat.
"Ra, kita keliling sebentar ke atas ya. Siapa tahu bisa lihat city-light Lembang," jawabnya dengan nada ringan, nyaris seperti permohonan.
Aku ingin menolak. Aku tahu tubuhku tak tahan dingin. Dadaku sering terasa pengap, jari-jariku kram, bahkan bisa saja aku pingsan jika udara terlalu menusuk. Tapi, aku adalah tipe orang yang sulit mengatakan tidak.
"Oh, oke, Kak," jawabku pelan, setengah pasrah.
Motor terus melaju menembus gelap malam. Jalanan sepi, hampir tak ada kendaraan lain. Hanya suara angin malam dan deru mesin yang menemani perjalanan kami. Sudah tiga puluh menit berlalu, dan hawa dingin semakin terasa. Nafasku mulai tak nyaman. Rasanya paru-paruku penuh oleh udara dingin, membuat setiap tarikan nafas menjadi perjuangan. Aku mencoba berdehem, berusaha menormalkan pernapasan, tapi itu sia-sia.