Haru melemparkan bola ke udara dan bersiap melakukan servis saat tiba- tiba Mina berteriak dan menunjuk kearahnya.
“HARU AWAS!!”
Haru melihat ke sebelah kanan dan melihat sebuah bola kasti melesat kearahnya. Kejadian itu terjadi begitu cepat sampai Haru hanya bisa menutup matanya dengan penuh rasa takut. Jika dengan kecepatan seperti itu bola itu sampai mengenai kepalanya, maka cedera paling ringan yang mungkin terjadi adalah cedera kepala ringan. Haru menunggu selama beberapa detik namun tidak juga merasakan hantaman yang mengenai dirinya.
“Sudah kuduga sejak awal kalau kau itu anak yang aneh”, Haru membuka matanya dan melihat Mamoru menangkap bola kasti itu dengan jarak hanya tinggal beberapa senti didepan matanya.
“Ha? Pardon me”, Haru menatap bola dan temannya itu secara bergantian meski masih dalam kondisi bingung. Jika dia mampu menangkap bola dalam kecepatan seperti itu tanpa pelindung tangan bukankah justru dia satu- satunya orang aneh disitu?
“Haru kamu tidak apa- apa? Wajahmu sampai pucat sekali”, Himawari dan yang lainnya segera berlari mendekat, sedangkan Mamoru memberikan bola itu pada seorang pemain kasti yang berlari mendekat sambil melambaikan tangan. Terlihat pemain itu membungkuk berkali- kali sebagai pernyataan menyesal dan permintaan maaf.
Haru mengangguk lemah. Wajahnya tampak pucat seperti orang yang kurang darah. Belum sempat dia berbicara, Kiro keburu berlari kearah panitia dan minta agar permainan dilanjutkan oleh 5 orang saja, sedangkan Haru boleh memilih antara istirahat atau mau langsung pulang.
“Iya tidak masalah bila ada anggota regu yang cidera atau sejenisnya. Persyaratan harus 6 anggota itu hanya untuk diawal saja, setelah itu boleh dilanjut sesuai peraturan standar. 5 anggota tidak akan dieliminasi”, panitia tersebut mempersilakan Haru menepi sedangkan yang lain diminta kembali fokus pada pertandingan.
‘Yaampun belum juga orang ngomong. Aku pucat karna kelaparan dari siang belum makan, dah. Yaudah lah mumpung bisa kabur ya skuy aja’
Ketika panitia voli sibuk mengkondusifkan suasana kembali, Mamoru tampak tidak melepaskan tatapannya dari punggung Haru. Tidak mengucapkan sepatah katapun, hanya menatap seakan sedang memikirkan sesuatu.
“Kita yang pertahanan dibelakang, ya. Mohon bantuannya”, Kira menepuk pundak Mamoru dan dibalas dengan anggukan pelan olehnya.
Haru mengambil tasnya dan bergegas pulang layaknya seorang pengkhianat handal. Dilihatnya jam di layar ponsel sudah menunjukkan pukul 5 sore, sudah terlalu malam untuk berkeliling untuk mencari pekerjaan paruh waktu karena sebentar lagi sudah memasuki jam sibuk sore dan pergi mencari pekerjaanpun tidak akan ada yang melayani karena semua pasti sibuk.
‘kruyuk’
Haru memegang perutnya yang sudah sangat lapar. Hidup sebagai anak sebatang kara memang tidak pernah mudah. Haru harus bijak mengatur pengeluarannya sampai pada hal terkecil sekalipun, seperti urusan makan. Hari ini dia tidak membawa uang untuk membeli makan siang karena berharap jika siang tadi berhasil menemukan tempat kerja paruh waktu maka akan mendapatkan sedikit jatah makanan pegawai.
“Aku capek jadi orang miskin. Dimana aku bisa mendapatkan uang”, Haru berjalan sembari menendang batu dan kertas panflet yang ditemui, ternyata salah satu diantara kertas tersebut masih basah akibat lem dan menempel di sepatu Haru. Dengan rasa malas disingkirkannya kertas dengan corak norak yang melekat cukup kuat tersebut.