Yusuf Zulaikha

Falcon Publishing
Chapter #2

Beyoglu #2

Dari majalah hotel yang baru saja dibaca, ternyata Beyoglu merupakan pusat seni, rancang-bangun serta mode dan inovasi selama berabad-abad. Butik indah di mana-mana, musik dan toko buku, perpustakaan, galeri seni, bioskop, teater, kafe, bar, restoran, pub, rumah kopi, patisseries, chocolateries, serta pusat teknologi yang berjajar di Istiklal Caddesi.

“Mau langsung jalan atau rehat dulu, Leha?” tanya Armando menyentakkannya.

“Aye kagak terlalu capek. Kayaknye cuma butuh mandi lalu lanjut jalanjalan, Bang. Aye ude penasaran lihat tempat-tempat indah!”

“Dingin banget di luar. Abang mau rehat dulu deh sebentar.”

“Kalau Abang capek, rehat aje dulu, Bang. Aye juga mau santai-santai dulu ah kalo gitu.”

Leha menata baju-baju di lemari dan semua barang bawaan dirapikan di tempatnya. Armando menata volume heater sesuai keperluan, menyalakan TV dan kembali selonjor di atas kasur untuk meluruskan kaki yang terasa kaku. Dia belum tertarik menengok apa pun di luar sana. Satu hal yang ada dalam pikirannya adalah istirahat. Leha mafhum dan tak hendak mengganggu.

Saat Armando mulai terlelap, Leha pergi mandi untuk melepas semua rasa capek dengan guyuran air hangat yang sengaja dinaikkan volume panasnya hingga batas kemampuan kulit tubuh. Tiap kali shower berhenti mengguyurkan air panas, tiap itu pula dingin menyergap tanpa ampun. Leha jadi bingung.

Leha pindah masuk bathtub dan berendam air hangat, karena di kamar mandi terdapat dua tempat mandi, satunya ruang mandi ber-shower seperti biasa dan yang lain memakai bathtub untuk berendam. Leha begitu terkesan dengan wangi sabun yang disediakan hotel di kamar mandi. Harum melati yang begitu lembut dan wangi seolah senyum bayi yang lembut menggemaskan. Rasanya tak ingin beranjak seharian.

Baru saat telinganya mendengar suara telepon kamar terus mendering tanpa ada yang mengangkat, Leha cepat-cepat beranjak dan keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai selembar handuk. Sialnya begitu sampai di dekat meja telepon, mesin itu telah berhenti berbunyi. Leha tengok Armando di ranjang. Dia geleng kepala.

Meskipun sekencang itu telepon mendering, namun Armando hanya geming dengan dengkurnya yang lebih kencang dibanding dering telepon. Leha menatap wajah lelah suami dan timbul kasihan lalu menaikkan selimutnya hingga leher. Sepertinya Armando benar-benar kelelahan dan masih kedinginan meski volume heater telah dinaikkan.

“Dia lelah dengan perjalanan atau lelah memikirkan bisnis ya?” gumam Leha.

Dengan hanya berhanduk, Leha juga kedinginan dan cepat-cepat mengenakan gaun santai agak tebal yang menghangatkan. Saat akan ber-make up, handphone bernyanyi dengan musik ringtone. Leha segera melihat nama yang tertera di layar handphone. Nama Rasyed muncul di sana.

“Halo, Bang Rasyed. Ada ape?”

“Neng Leha, mana Armando? Sejak tadi handphone di-of, ditelepon juga tak diangkat. Apa sedang mandi?”

“Oiye, Bang. Die lagi pules mendengkur hehe. Sepertinye capek banget tuh! Padahal aye pingin cepet-cepet jalan nih! Ude penasaran melihat nyang indah-indah, Bang.”

“Nah itu dia, Neng! Ane juga pingin jalan-jalan, makanya sejak tadi telepon.”

Leha berpikir keras, sebaiknya segera membangunkan suami dan jalanjalan atau suami ditinggal saja dan jalan-jalan berdua sama Rasyed. Tapi apa jadinya kalau Armando marah saat terbangun nanti, apalagi saat tahu Leha sedang jalan-jalan bersama Rasyed. Melihat betapa nyenyak tidur sang suami, sepertinya kalau hanya ditinggal jalan-jalan dua atau tiga jam, Armando belum akan terbangun.

“Iye same, Bang. Ape kite jalan-jalan duluan ye? Kira-kira mau ke mane, Bang?”

“Hanya ke Taksim Square saja, Neng. Ane mau lihat lokasi festival, seperti apa persiapannya.”

“Itu di mane? Jauh kagak dari sini?”

“Alah cuma jalan kaki. Di depan hotel kita ini, Neng. Ayolah kita jalanjalan duluan, biar badan agak hangat. Sekalian mungkin cari sarapan.”

Leha sepakat. Dia letakkan handphone di meja rias, ganti baju musim dingin lengkap dengan jaket dan sepatu boots, lalu menulis memo di secarik kertas untuk Armando.

Lihat selengkapnya