Karena melangkah dengan cepat untuk mengatasi serbuan dingin, nyaris mereka berjalan tanpa percakapan menyusuri sepotong pagi Beyoglu, dari garis awal Istiklal Caddesi hingga mencapai Cicek Pasaji (Flower Passage), pusat kuliner yang sangat menarik, nyaman dan penuh dengan nuansa lokal. Jalan kaki di udara dingin membuat orang cepat lapar dan ingin menikmati yang panas-panas, terutama untuk melunasi rasa haus yang tak tertahankan.
“Bang Rasyed, cari minuman hangat yuk! Aye haus banget nih!”
“Sama, Neng. Udara dingin bikin kita cepat haus,” jawab Rasyed, “Ayo, Suf! Kita singgah di kafe,” ujarnya ke arah Yusuf.
Mereka belok ke area Cicek Pasaji, dan memilih sebuah kafe yang berjajarjajar sepanjang pinggiran gang, dengan kursi-kursi melingkari meja untuk empat orang dan sebuah panggung pementasan musik sederhana, terbuat dari papan setinggi sekitar empat puluh sentimeter di depan pintu dapur. Namun rupanya tidak semua kafe memiliki panggung pementasan musik. Dari salah satu kafe yang berjajar, Yusuf melihat seorang pemusik sedang meniup seruling buluh (bamboo fute), membawakan satu permainan musik klasik Turki Ottoman, yang luar biasa merdu dan menyayat hati, seolah mengisahkan kejadian tragis yang mengiris-iris sukma. Yusuf terpana. Tanpa pertimbangan lagi, dia mengajak Rasyed dan Leha untuk memilih kafe tersebut. Dengan ramah, pelayan kafe menyilakan mereka duduk.
Yusuf memesan sahlep panas, maka Rasyed dan Leha penasaran ingin mencoba sahlep juga. Sahlep adalah minuman yang terbuat dari susu murni yang dicampur akar anggrek yang telah dijadikan bubuk. Bubuk akar anggrek menjadikan tekstur susu agak kental dan lengket. Sebab itu sahlep disajikan saat panas dengan sedikit gula sebagai pemanis dan taburan bubuk kayu manis di permukaan susu.
Merasa pilihannya diikuti Leha dan Rasyed, Yusuf penasaran, janganjangan keduanya belum pernah ke Turki dan butuh pemandu, namun malu mengatakan. Maka dia bertanya kepada Leha.
“Mbak Zul ingin pesan apa?” tanyanya, “Ini. Silakan dilihat-lihat dulu, Mbak. Bang Rasyed juga,” tambahnya sembari menyorongkan daftar menu.
Mbak Zul?
Leha melihat-lihat daftar menu sembari memikirkan panggilan Yusuf barusan. Rasanya baru sekarang teringat bahwa namanya Zulaikha. Karena sejak kecil dipanggil Leha, sampai lupa kalau nama sebenarnya adalah Zulaikha. Dan sekarang nama itu kembali menggema dengan indah, terutama setelah diucapkan awalnya oleh lidah Yusuf.
Zul.
Hati Leha menjadi harum.
Penuh mawar berkuntum-kuntum.
Namun karena tidak ingin kebahagiaannya diketahui siapa pun, Leha kembali memelototi semua nama-nama menu asing di depannya, kecuali beberapa yang sudah diketahui seperti Iskender Kebab, kofte, baklava dan borek yang biasa dimasak Cici, pembantunya di Jakarta, yang konon telah ditatar oleh ibu mertua saat pertama diterima menjadi pembantu rumah tangga di keluarga Armando.
Menu yang lain seperti dolma, dondurma, manti, pide, hummus, kumpir, manisan lokum atau Turkish Delight, kunefe serta kadaif, kokoretsi, lahmacun, semua masih asing tak terbayang seperti apa rasanya. Hanya dari gambar yang ditampilkan, Leha bisa mengira-ngira mau pesan yang mana. Itu pun jika perkiraan tak meleset. Leha merasa, akan jauh lebih mantap jika mengikuti saja selera Yusuf. Buru-buru Leha mengatakan, semua diserahkan sesuai selera Yusuf saja, karena sudah pengalaman dan tentunya tidak jauh beda, karena sama-sama lidah Indonesia. Rasyed mengamini Leha.
Begitu pramusaji pergi, konsentrasi Yusuf kembali pada peniup seruling ajaib, yang telah berganti nada penuh semangat, seolah tengah menyambut hari baru di antara kebun anggur yang disinari matahari pagi. Mendengar nada rancak seperti itu, Yusuf benar-benar terpesona seolah sedang melihat para gadis kecil tengah bermain kejar-kejaran di antara kebun mawar. Terbayang pula suasana ceria burung-burung prenjak yang tengah menyambut pagi.
Yusuf tersenyum dan menatap Leha yang duduk di samping kirinya, lalu bertanya, “Mbak Zul suka mendengarkan seruling?”
“Nyang sedang kite dengerin? Kayaknye ini permainan seruling tingkat konser ye. Piawai bener tuh si Abang peniup. Aye bener-bener ampe terkesima! Kagak ade orang nyang bise nolak keindahan model beginian.”